Krishnamurti Subtitles home


BR7879CBS1 - Apakah Anda tidak mengatakan apa yang diucapkan oleh Buddha?
Diskusi ke-1 dengan para Ahli Buddhis
Brockwood Park, UK
22 Juni 1978



0:15 Giddu Narayan: I will just say one or two things by way of introduction. Dr Schloegl there, is a well-known scholar in Zen Buddhism. She lived in Japan for twelve years and she teaches Zen Buddhism in London. She was also the librarian of the Buddhist Society till very recently and many people know her because many people have been her students. We have been wanting to arrange this dialogue with Krishnaji since last year but it has not been possible. Dr Rahula is from Ceylon, Sri Lanka, and he is a very great Buddhist scholar both in the Theravada and the Mahayana. He lectures in Ceylon, in Oxford, he goes to the USA, Japan, and he is quite well-known, and has written quite a few books. And I am very glad it is possible that we have this dialogue today with Krishnaji. Giddu Narayan: Saya hanya akan mengatakan satu atau dua hal... sebagai pengantar. Dr Schloegl di sana, adalah sarjana terkenal dalam Buddhisme Zen. Dia tinggal di Jepang selama dua belas tahun... dan dia mengajar Zen Buddhisme di London. Dia juga pustakawan Perhimpunan Buddhis... sampai baru-baru ini... dan banyak orang mengenalnya karena banyak orang adalah muridnya. Kami ingin mengatur dialog ini dengan Krishnaji... sejak tahun lalu, tetapi itu tidak mungkin. Dr Rahula berasal dari Ceylon, Sri Lanka, dan dia adalah seorang sarjana Buddhis yang sangat hebat. baik di Theravada maupun Mahayana. Dia mengajar di Srilanka, di Oxford, dia pergi ke Amerika, Jepang, dan dia cukup terkenal, dan telah menulis beberapa buku. Dan saya sangat senang, kita dapat melakukan dialog hari ini dengan Krishnaji.
1:45 Krishnamurti: Probably you all know Dr Bohm and myself so we don’t need introduction. Krishnamurti: Mungkin Anda semua tahu Dr. Bohm dan saya sendiri... jadi kami tidak perlu pengenalan diri.
1:56 Dr Walpola Rahula: Yes, sir, we know you so well and I have been following your teaching, if you allow me to use that word – I know that you don’t like that word... Dr Walpola Rahula: Ya, Tuan, kami sangat mengenal Anda... dan saya telah mengikuti ajaran Anda, jika Anda mengizinkan saya menggunakan kata itu - saya tahu Anda tidak suka kata itu...
2:08 K: It’s all right, sir. K: Tidak apa-apa, Tuan.
2:12 WR:...from my young days. I have read most of your books with great interest, deep interest, and I have wanted to have this discussion with you for a long time, and I am very happy, very pleased that we have got this opportunity today, thanks to Mr. Narayan for arranging all this. I must say that, as I have followed your teachings, your books, for many years, I must say that for a person who knows Buddha’s teachings sufficiently well, your teaching is quite familiar, and for a person like that it is not a new thing, it is quite familiar. And what the Buddha taught 2,500 years ago you teach today in a new idiom, a new style, and you put his teaching into a new garb. And that is what I feel always when I read your books – and I have written very often, I haven’t got the books here, practically most of your books are with me – and when I read your books very often I write in the margin comparing such and such a teaching with the Buddha, sometimes I even quote the verse, or the chapter and verse, or the text. Not only Buddha’s teaching, the original ancient teaching, but even later Buddhist philosophers’ ideas – I will discuss with you later – even those things you say practically exactly the same. I was surprised how you got these things so well and so beautifully. And to begin with, I want to mention very briefly a few points which are common between Buddha’s teaching and your teaching. And, for instance, Buddha did not accept god who created the world and who rules this world and rewards and punishes people for their actions. You also don’t accept that idea, I believe. Then Buddha did not accept the old Vedic, Brahmanic idea of eternal, permanent, everlasting, unchanging, soul, Atman – Buddha denied it. And you also, I think, don’t accept that soul, that type of soul. Then Buddha begins his teaching on the ground that human life is in predicament: suffering, conflict, sorrow. And I see in your books you always emphasise that. And then Buddha says that the cause of this conflict, suffering, all that is due to the selfishness which is created by the wrong idea of self – myself, my Atman. And I think you say the same thing. And then Buddha says when one is free from that desire, attachment, self, he is free from suffering, he is free from conflict. And in fact, you said somewhere, I remember: freedom means freedom from all attachment – you said somewhere. And that is exactly what the Buddha taught, that all attachment – there is no discrimination there, there is no good attachment and bad attachment – of course relatively there is in our ordinary practical life, but ultimately there is no such division. Then seeing truth, realisation of truth, that is to see things as they are, as the Buddha says, in the Buddhist terminology Yatha Bhutam, that means as things are...

K: Bhutam, yes sir.
WR:...sejak masa muda saya, Saya telah membaca sebagian besar buku Anda... dengan penuh minat, minat mendalam, dan saya sudah lama ingin berdiskusi dengan Anda, dan saya sangat berbahagia, sangat senang, bahwa hari ini kita telah mendapat kesempatan ini, berkat Tuan Narayan untuk mengatur semua ini. Saya harus mengatakan bahwa, karena saya telah mengikuti ajaran Anda, buku-buku Anda, selama bertahun-tahun, saya harus mengatakan, bahwa bagi seseorang yang mengetahui ajaran Buddha dengan cukup baik, ajaran Anda cukup akrab, dan untuk orang demikian, itu bukan hal yang baru, itu cukup akrab. Dan apa yang diajarkan Sang Buddha, 2.500 tahun yang lalu, Anda ajarkan hari ini dengan idiom baru, gaya baru, dan Anda menempatkan ajarannya ke dalam pakaian baru. Dan itulah yang selalu saya rasakan ketika membaca buku-buku Anda... - dan saya telah menulis amat sering, saya tidak bawa buku-buku itu di sini, hampir semua buku Anda ada pada saya - dan ketika saya membaca buku-buku Anda, sangat sering saya menulis di pinggiran, membandingkan ajaran ini dan itu dengan ajaran Sang Buddha, kadang-kadang saya bahkan mengutip ayatnya, atau bab dan ayat, atau teksnya. Bukan hanya ajaran Buddha, ajaran kuno yang asli, tetapi bahkan ide filsuf Buddha yang belakangan, - Saya akan membahas dengan Anda kelak - bahkan hal-hal yang Anda katakan praktis sama persis. Saya terkejut bagaimana Anda mendapatkan hal-hal ini... dengan sangat baik dan indah. Dan untuk memulai, saya ingin menye- butkan secara singkat beberapa poin, yang sama antara ajaran Buddha dan ajaran Anda. Dan, misalnya, Buddha tidak menerima Tuhan, yang menciptakan dunia dan yang mengatur dunia ini... dan memberi penghargaan dan meng- hukum orang atas tindakan mereka. Anda juga tidak menerima gagasan itu, saya percaya. Kemudian Buddha tidak menerima... gagasan Veda Brahman kuno, tentang kekekalan, jiwa yang kekal, abadi, tidak ber- ubah, Atman - Buddha menyangkalnya. Dan Anda juga, saya pikir, tidak menerima jiwa itu, tipe jiwa itu. Kemudian Buddha memulai ajarannya... dengan alasan bahwa kehidupan manusia berada dalam kesulitan:... penderitaan, konflik, kedukaan. Dan saya melihat dalam buku-buku Anda, Anda selalu menekankan itu. Dan kemudian Buddha berkata bahwa penyebab konflik, penderitaan ini, semua itu karena keegoisan, yang diciptakan oleh ide diri yang salah, Atman saya. Dan saya pikir, Anda mengatakan hal yang sama. Dan kemudian Buddha berkata, ketika seseorang terbebas dari keinginan, kemelekatan, diri, dia bebas dari penderitaan, dia bebas dari konflik. Dan faktanya, Anda berkata di suatu tempat, saya ingat: kebebasan berarti kebebasan dari semua kemelekatan - Anda berkata di suatu tempat. Dan tepatnya, itulah yang diajarkan Sang Buddha, bahwa semua kemelekatan - tidak ada kekecualian di sana, tidak ada kemelekatan yang baik dan kemelekatan yang buruk... - tentu saja relatif ada dalam kehidupan praktis kita yang biasa, tetapi pada akhirnya tidak ada pembagian seperti itu. Kemudian melihat kebenaran, realisasi kebenaran, yaitu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, seperti dikatakan Sang Buddha, dalam terminologi Buddhis Yatha Bhutam, itu artinya sebagaimana adanya...

K: Bhutam, ya, Tuan.
6:56 WR: When you see that, you see the reality, you see the truth and you are free from that conflict. I think this is what very often you say in a discussion, I think, between you and Dr Bohm, I think, ‘Truth and Actuality’, in that discussion you have discussed this question. When I read that recently I thought this is quite well-known in Buddhist thought as samvriti satya and paramarthasatya. Samvriti satya is the conventional truth and paramarthasatya is the absolute or ultimate truth. And so you can’t see the ultimate truth, or the absolute truth, without seeing the relative or conventional truth. That is the Buddhist attitude also. I think you say the same thing. WR: Ketika Anda melihat itu, Anda melihat kenyataan, Anda melihat kebenaran... dan Anda bebas dari konflik itu. Saya pikir inilah yang sering Anda katakan... dalam sebuah diskusi, saya pikir, antara Anda dan Dr Bohm, Saya pikir, 'Truth and Actuality', dalam diskusi itu Anda telah membahas persoalan ini. Ketika saya membaca itu baru-baru ini, Saya pikir ini cukup terkenal dalam pemikiran Buddhis... sebagai samvriti satya dan paramarthasatya. Samvriti satya adalah kebenaran konvensional... dan paramarthasatya adalah kebenaran absolut atau fundamental. Jadi Anda tidak bisa melihat kebenaran fundamental, atau kebenaran absolut, tanpa melihat kebenaran relatif atau konvensional. Itu juga sikap Buddhis. Saya pikir Anda mengatakan hal yang sama.
8:04 K: Yes, sir.

WR: Then one of your – of course this is more on the popular level, but it is very important – you always say that you must not depend on authority, anybody’s authority, anybody’s teaching. You must realise it yourself, you must see it for yourself. This is a teaching very well-known in Buddhism and Buddha told the Kalamas don’t accept anything just because it is given by religion or scriptures, or by a teacher, or by a guru, only if you see for yourself that it is right, then accept it; if you see it is wrong or bad, then reject it. I remember a very interesting discussion you had with Swami Venkatesananda.
K: Ya, Tuan.

WR: Lalu salah satu dari - tentu saja ini lebih pada tingkat populer, tapi ini sangat penting - Anda selalu mengatakan bahwa Anda tidak harus bergantung pada otoritas, otoritas siapa pun, ajaran siapa pun. Anda harus mewujudkannya sendiri, Anda harus melihatnya sendiri. Ini adalah ajaran yang sangat terkenal dalam Buddhisme... dan Buddha mengatakan kepada para Kalama untuk tidak menerima apa pun, hanya karena itu diberikan oleh agama atau tulisan suci, atau oleh seorang pengajar, atau oleh seorang guru, hanya jika Anda melihat sendiri bahwa itu benar, maka terimalah; jika Anda melihat itu salah atau buruk, maka tolaklah. Saya ingat diskusi yang sangat menarik, Anda dengan Swami Venkatesananda.
8:58 K: Yes, sir.

WR: And his point was very much that the whole idea of guru, the importance of guru, but you always said what can he do, it is your job, your business to do it, a guru can’t save you. This is exactly the Buddhist attitude that you should not accept authority, and after reading I listened to that also. A friend of mine played that tape, later on I read the whole thing in your book ‘The Awakening of Intelligence’. After reading, at the end, I wrote as from the text: Buddha has said these things too, all this discussion is summarised by the Buddha in two lines in the Dhammapada: you should make the effort, the Buddhas only teach.
K: Ya, Tuan.

WR:Dan pandangannya sangat menekankan pada... pentingnya guru seluruh gagasan guru, tetapi Anda selalu mengatakan, apa yang bisa orang lakukan, itu adalah pekerjaan dia, urusan dia untuk melakukannya, guru tidak dapat menyelamatkan dia. Inilah tepatnya sikap Buddhis, bahwa Anda seharusnya tidak menerima otoritas, dan setelah membaca saya mendengarkannya juga. Seorang teman saya memainkan kaset itu, belakangan saya membaca semuanya... dalam buku Anda 'The Awakening of Intelligence'. Setelah membaca, pada akhirnya, saya menulis dari teks: Buddha telah mengatakan hal-hal ini juga, semua diskusi ini dirangkum oleh Sang Buddha... dalam dua baris dalam Dhammapada: Anda seharusnya berusaha, para Buddha hanya mengajar.
10:02 K: Quite.

WR: This is in the Dhammapada, you have read long, long ago when you were young because I found it in Mary Lutyens’ book, you quoted it somewhere, not this line but another. Then another very important thing many people don’t understand when you say – I must say this openly, let them know it, if they don’t understand it – your emphasis on awareness, mindfulness. This is a thing in Buddha’s teaching which is very important, extremely important, this is given in the Sattipathana sutta, to be aware, to be mindful. I myself was surprised when I read in the Maha-parinibbana-Sutta that is the discourse, sutta, about the last months of his life. At every point wherever he stopped and talked to his disciples he said always be aware of things, cultivate awareness, mindfulness. It is called Sattipathana that means really presence of awareness, the presence of mindfulness. This also is one of your very strong points in your teaching which I appreciate very much and follow. Then another interesting thing – your emphasis always on impermanence, suffering, impermanence. This is one of the fundamental things in Buddha’s teaching – everything is impermanent, there is nothing permanent. And in one place you say exactly – I think it is in the book ‘Freedom from the Known’ – to discover nothing is permanent is of tremendous importance for only then is the mind free. That is exactly in the four noble truths of the Buddha, that when you see that. Then another very interesting small point I want to mention: how your teaching and the Buddha’s teaching go together without any conflict. I think in one place, in ‘Freedom from the Known’ in that book, you say: control and outward discipline are not the way, nor has an undisciplined life any value. When I read this I wrote there also on the margin, Buddha told a Brahmin: a Brahmin asked the Buddha, ‘How did you attain to these heights of spiritual and intellectual height, by what precepts, by what discipline, by what knowledge did you attain?’ Buddha said, ‘Not by knowledge, not by discipline, not by precepts, not by words, nor without them’. That is the important thing – he said not by these things, but not without them also. Exactly what you say: you condemn this slavery to discipline, but without discipline life has no value. That is exactly in Zen, which is Buddhism, after all. There is nothing called Zen Buddhism, Zen is Buddhism. In Zen, discipline is attachment, and slavery to that is very much condemned, but there is no Buddhist sect in the world I think where discipline is so much emphasised. I think Dr Schloegl will talk about this later. Therefore all these things – we have many other things to talk about but to begin with I want to say that these things, these fundamental things are quite in agreement, and there is no conflict between you and the Buddha. Of course you are not a Buddhist, as you say.
K:Tepat.

WR: Ini ada di Dhammapada, Anda telah membacanya sejak lama ketika Anda masih muda, karena saya menemukannya dalam buku Mary Lutyens, Anda mengutipnya di suatu tempat, bukan baris ini tetapi yang lain. Lalu hal lain yang sangat penting, banyak orang tidak mengerti ketika Anda mengatakannya... - saya harus mengatakan ini secara terbuka, beri tahu mereka, jika mereka tidak memahaminya - penekanan Anda pada kewaspadaan, perhatian. Ini adalah hal dalam ajaran Buddha... yang sangat penting, teramat penting, ini diberikan dalam sutta Sattipathana, untuk waspada, untuk berperhatian penuh. Saya sendiri terkejut ketika membaca di Maha-parinibbana-Sutta, itu adalah ceramah, sutta, tentang bulan-bulan terakhir hidupnya. Di setiap titik di mana dia berhenti dan berbicara dengan para muridnya, ia berkata, waspadalah selalu akan hal-hal, tumbuhkan kewaspadaan, perhatian. Ini disebut Sattipathana, yang berarti benar-benar adanya kewaspadaan, kehadiran perhatian. Ini juga adalah salah satu poin Anda yang sangat kuat dalam ajaran Anda, yang sangat saya hargai dan ikuti. Kemudian hal menarik lainnya - penekanan Anda selalu pada ketidakkekalan, penderitaan, ketidakkekalan. Ini adalah salah satu hal mendasar dalam ajaran Buddha... - semuanya tidak kekal, tidak ada yang permanen. Dan di satu tempat Anda mengatakan dengan persis sama... - Saya pikir itu ada di buku 'Freedom from the Known' - untuk menemukan tidak ada yang permanen adalah sangat penting, karena hanya dengan demikian, pikiran bebas. Itu tepat ada dalam empat kebenaran mulia Buddha, demikianlah ketika Anda melihat itu. Lalu poin kecil lain yang sangat menarik yang ingin saya sebutkan: bagaimana ajaran Anda dan ajaran Buddha... jalan bersama tanpa konflik apa pun. Saya pikir di satu tempat, di 'Freedom from the Known' dalam buku itu, Anda berkata: pengendalian dan disiplin lahiriah bukan jalannya, juga kehidupan yang non-disiplin tidak mempunyai nilai apa pun. Ketika saya membaca ini, saya menulis di situ, juga di margin, Buddha memberi tahu seorang Brahmana: seorang Brahmana bertanya kepada Sang Buddha, ‘Bagaimana Anda mencapai ketinggian ini, ketinggian spiritual dan intelektual, dengan sila apa, dengan disiplin apa, dengan pengetahuan apa Anda mencapainya? ’- Buddha berkata, ‘Bukan dengan pengetahuan, bukan dengan disiplin, bukan dengan sila, tidak dengan kata-kata, maupun tanpa mereka '. Itu adalah yang penting - dia mengatakan tidak dengan hal-hal ini, tetapi tidak tanpa mereka juga. Persis seperti Anda katakan: Anda mengutuk... perbudakan terhadap disiplin ini, tetapi tanpa disiplin kehidupan tidak memiliki nilai. Itulah tepatnya di Zen, yang merupakan Buddhisme, juga. Tidak ada yang disebut Buddhisme Zen, Zen adalah Buddhisme. Di Zen, disiplin adalah kemelekatan, dan perbudakan pada itu sangat dikutuk, tetapi saya pikir tidak ada sekte Buddhis di dunia... di mana disiplin begitu amat ditekankan. Saya pikir Dr Schloegl akan membicarakan hal ini nanti. Karena itu semua hal ini - kita punya banyak hal lain untuk dibicarakan, tetapi untuk memulainya, saya ingin mengatakan bahwa hal-hal ini, hal-hal mendasar ini cukup sesuai, dan tidak ada konflik antara Anda dan Buddha. Tentu saja Anda bukan seorang Buddhis, seperti yang Anda katakan.
14:21 K: No, sir. K: Tidak, Tuan.
14:22 WR: No. And I myself don’t know what I am. It does not matter. But in your teaching and the Buddha’s teaching there is hardly any conflict, only you say the same thing in a fascinating way for the man today, for tomorrow’s man. And now I would like to know what you think about all this. WR: Tidak. Dan saya sendiri tidak tahu siapa saya. Tidak masalah. Tetapi dalam ajaran Anda dan ajaran Buddha, hampir tidak ada konflik, hanya Anda mengatakan hal yang sama dengan cara yang menarik... untuk manusia hari ini, untuk manusia esok. Dan sekarang saya ingin tahu pendapat Anda tentang semua ini.
14:50 K: May I say, sir, with due respect, why you compare. K:Boleh saya katakan, Tuan, dengan hormat, mengapa Anda membandingkan.
14:59 WR: No, this is because when I read your books as a Buddhist scholar, as one who has studied Buddhist texts, I always see it is the same thing. WR: Tidak, ini karena, ketika saya membaca buku-buku Anda sebagai seorang sarjana Buddhis, sebagai orang yang telah mempelajari teks-teks Buddha, Saya selalu melihat itu adalah hal yang sama.
15:15 K: Yes, sir, but if I may ask, what is the necessity of comparing? K: Ya, Tuan, tetapi jika saya boleh bertanya, apa perlunya membandingkan?
15:25 WR: There is no necessity at all. WR: Tidak ada keharusan sama sekali.
15:28 K: If you hadn’t, if you are not a scholar of Buddhism, and all the Sutras, and the sayings of the Buddha, if you were just not scholarly, and not gone very deeply into Buddhism, how would it strike you reading this, without the background of all that? K: Jika Anda belum, jika Anda bukan sarjana Buddhisme, dan semua Sutra, dan ucapan-ucapan Sang Buddha, jika Anda tidak ilmiah, dan tidak masuk terlalu dalam ke Buddhisme, bagaimana itu akan menerpa Anda membaca ini, tanpa latar belakang semua itu?
15:56 WR: That I can’t tell you because I was never without that background. It is a condition conditioned, it is a condition. We are all conditioned.

K: That’s right, sir.
WR:Saya tidak bisa memberi tahu Anda, karena saya tidak pernah tanpa latar belakang itu. Ini adalah suatu kondisi yang dikon- disikan, itu adalah suatu kondisi. Kita semua dikondisikan.

K: Itu benar, Tuan.
16:09 WR: Therefore I cannot answer that question because I don’t know what would be the position. WR: Karena itu saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu, karena saya tidak tahu, bagaimana keadaan itu.
16:17 K: So, if I may point out – I hope you don’t mind.

WR: No, not at all.
K: Jadi, jika saya boleh tunjukkan - Saya harap Anda tidak keberatan.

WR: Tidak, tidak sama sekali.
16:32 K: Does knowledge condition human beings – knowledge of scriptures, knowledge of what the saints have said and so on and so on, the whole gamut of so-called sacred books, does that help man at all? K: Apakah pengetahuan mengkondisikan manusia, - pengetahuan tulisan suci, pengetahuan tentang apa yang orang-orang kudus telah katakan, telah katakan, dan seterusnya dan seterusnya, secara keseluruhan dari semua apa yang disebut buku-buku suci, apakah itu membantu manusia?
16:58 WR: It certainly – scriptures and all our knowledge – conditions man, there is no doubt about it. It conditions. It is conditioning. But I should say that knowledge is not absolutely unnecessary. It is just like this: Buddha has pointed out this very clearly – you want to cross the river and there is no bridge, but you make a boat for yourself and you cross with the help of the boat. Going to the other shore, if you think, this boat has been very useful to me, very helpful to me, I can’t leave it here, I will carry it and you put it on your shoulder. And he asks the Bhikkhus, ‘Is that man acting rightly?’ They said, ‘No’. Then what you should do is to say, ‘Of course this boat was very helpful to me but I have crossed the river. Now it is not useful to me anymore and I’ll leave it here for somebody else to use’. That is the attitude for knowledge and learning. Buddha says, even the teachings, not only that, even the virtues, so-called virtues, moral virtues are also like the boat, and they have a relative value and conditioned value. WR: Itu tentu saja - kitab suci dan... semua pengetahuan kita - mengondisikan manusia, tiada keraguan tentang itu. Itu mengondisi. Itu adalah pengondisian. Tetapi saya harus mengatakan bahwa pengetahuan... tidak sepenuhnya tidak perlu Seperti ini: Buddha telah menunjukkan ini dengan sangat jelas - Anda ingin menyeberangi sungai dan tidak ada jembatan, tetapi Anda membuat perahu untuk diri sendiri, dan Anda menyeberang dengan bantuan perahu. Pergi ke tepian lain, jika Anda berpikir, perahu ini telah... sangat berguna bagi saya, sangat membantu saya, saya tidak bisa meninggalkannya di sini, saya akan membawanya... dan Anda menaruhnya di bahu Anda. Dan dia bertanya kepada para bhikkhu, 'Apakah orang itu bertindak benar?' Mereka berkata, 'Tidak'. Maka yang harus Anda lakukan adalah mengatakan, ‘Tentu saja perahu ini sangat membantu saya, tapi saya sudah menyeberangi sungai. Sekarang tidak berguna lagi bagi saya... dan saya akan meninggalkannya di sini untuk digunakan orang lain ’. Itulah sikap untuk pengetahuan dan belajar. Buddha berkata, bahkan ajaran, tidak hanya itu, bahkan kebajikan, yang disebut kebajikan, kebajikan mo- ral, adalah seperti perahu itu juga, dan mereka memiliki nilai relatif dan nilai terkondisi.
18:44 K: I would like to question. I am not doubting what you are saying, sir. But I would like to question whether knowledge in its actual sense has the liberating quality of the mind. K: Saya ingin bertanya. Saya tidak meragukan apa yang Anda katakan, Tuan. Tetapi saya ingin bertanya, apakah pengetahuan dalam arti sebenarnya... memiliki kualitas batin yang membebaskan.
19:10 WR: I don’t think knowledge can liberate. WR: Saya kira pengetahuan tidak bisa membebaskan.
19:13 K: Has the quality, sir? Knowledge can’t, but the quality that you derive from knowledge: the strength, the sense of capacity, the sense of value, the feeling that you know, the weight of knowledge, doesn’t that strengthen the self? K:Mempunyai kualitasnya, Tuan? Pengetahuan tidak bisa, tetapi kuali- tas yang Anda dapat dari pengetahuan: kekuatannya, rasa kapasitasnya, rasa nilainya, perasaan bahwa Anda tahu, bobot pengetahuan, bukankah itu memperkuat si diri?
19:49 WR: Certainly, certainly. WR: Tentu, tentu saja.
20:02 K: So does knowledge actually condition man? Let’s put it that way. K: Jadi apakah pengetahuan benar mengondisikan manusia? Mari kita tempatkan itu secara demikian.
20:06 WR: Knowledge? Yes, certainly, that is so. WR: Pengetahuan? Ya tentu saja begitu.
20:11 K: So, the word ‘knowledge’, we mean surely both of us, and all of us surely mean the accumulation of information, accumulation of experience, of various facts and theories and principles, the past and the present, all that bundle we call knowledge. Does then the past help, because knowledge is the past? K:Jadi, kata ‘pengetahuan’, yang kami maksudkan bagi kami berdua, dan kita semua, pasti berarti akumulasi informasi, akumulasi pengalaman, dari berbagai fakta dan teori... dan prinsip-prinsip, masa lalu dan masa kini, semua itu kita sebut pengetahuan. Apakah kemudian masa lalu membantu, karena pengetahuan adalah masa lalu?
20:49 WR: All that past, all that knowledge disappears the moment you see the truth. WR: Semua masa lalu itu, semua pengetahuan itu... menghilang saat Anda melihat kebenaran.
21:03 K: No, can a mind that is burdened with knowledge see truth? K:Bukan, bisakah batin yang dibebani pengetahuan melihat kebenaran?
21:11 WR: Of course if the mind is burdened and crowded and covered with knowledge... WR:Tentu saja jika pikiran terbebani dan penuh sesak... dan ditutupi dengan pengetahuan...
21:19 K: So, it is, generally it is. Most minds are filled and crippled with knowledge. I am using the word ‘crippled’ in the sense of weighed down. Can such a mind perceive what is truth? Or must it be free from knowledge? K:Jadi, demikianlah adanya, umumnya begitu. Sebagian besar batin dipenuhi dan dilumpuhkan dengan pengetahuan. Saya menggunakan kata 'dilumpuhkan' dalam arti terbebani. Bisakah batin seperti itu memahami apa kebenaran itu? Atau haruskah itu bebas dari pengetahuan?
21:50 WR: To see the truth the mind must be free from all knowledge. WR:Untuk melihat kebenaran, batin harus bebas dari semua pengetahuan.
21:57 K: Yes, so why should one accumulate knowledge and then abandon it and then seek truth? You follow what I am saying?

WR: Yes, yes. I think that in our life, even when we take our ordinary life, most of the things which we avert are useful at the beginning, and for instance, in our studies as children at school, we can’t write without rules...
K: Ya, jadi mengapa orang harus mengumpulkan pengetahuan... dan kemudian meninggalkannya... dan kemudian mencari kebenaran? Anda mengikuti apa yang saya katakan?

WR: Ya, ya. Saya berpikir bahwa dalam hidup kita, bahkan jika kita mengambil kehidupan biasa kita, sebagian besar hal yang kita hindari adalah berguna di awal, dan misalnya, dalam studi kami sebagai anak-anak di sekolah, kami tidak dapat menulis tanpa aturan...
22:33 K: Of course, of course. K: Tentu saja, tentu saja.
22:35 WR:...but today I can’t write on ruled paper. WR:...tapi hari ini saya tidak bisa menulis di atas kertas yang bergaris.
22:38 K: No. K: Tidak.
22:39 WR: But if I at that stage... WR: Tetapi jika saya pada tahap itu...
22:42 K: Wait a minute, sir. I agree. When you are at school, college and university, we need lines – lines to write on and all the rest of it – but does not the beginning matter enormously which might condition the future, as he grows up? You understand what I am trying to...? I don’t know if I am making myself clear. Does freedom lie at the end or at the beginning? K: Tunggu sebentar, Tuan. Saya setuju. Ketika Anda di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas, kita perlu garis-garis... - garis-garis untuk menulis dan seterusnya - tetapi bukankah permulaannya sangat berarti, yang mungkin mengondisikan masa depan, saat ia tumbuh dewasa? Anda paham apa yang saya coba...? Saya tidak tahu apakah saya membuat diri saya jelas. Apakah kebebasan ada di akhir atau di awal?
23:36 WR: It has no beginning, no end. Freedom has no beginning, no end. WR: itu tidak memiliki awal, tiada akhir. Kebebasan tidak memiliki awal, tiada akhir.
23:49 K: No, therefore, would you say that freedom is limited by knowledge? K: Tidak, oleh karena itu, akankah Anda mengatakan bahwa... kebebasan dibatasi oleh pengetahuan?
23:58 WR: Freedom is not limited by knowledge, perhaps knowledge which is wrongly applied, or acquired, may obstruct freedom. WR: Kebebasan tidak dibatasi oleh pengetahuan, mungkin pengetahuan yang salah diterapkan, atau diperoleh, dapat menghalangi kebebasan.
24:10 K: No, there is no wrong or right accumulation of knowledge – knowledge. I may do certain ugly things and repent or carry on with those ugly things, which again is part of my knowledge. So I am asking if knowledge leads to freedom. As you say, discipline is necessary at the beginning. And as you grow older, mature, acquire capacities and so on, so on, that discipline, has it not conditioned the mind so that it can never abandon discipline in the usual sense of that word. K: Tidak, tidak ada akumulasi pengetahuan yang salah atau benar, - pengetahuan. Saya dapat melakukan hal-hal buruk dan bertobat... atau melanjutkan hal-hal buruk itu, yang lagi-lagi merupakan bagian dari pengetahuan saya. Jadi saya bertanya apakah pengetahuan membawa ke kebebasan. Seperti yang Anda katakan, disiplin diperlukan di awal. Dan seiring Anda bertambah usia, dewasa, memperoleh kemampuan dan sebagainya, seterusnya, disiplin itu, apakah tidak sudah mengondisikan batin, sehingga tidak pernah bisa meninggalkan disiplin... dalam arti biasa dari kata itu.
25:16 WR: Yes, I fully, quite understand. You agree that discipline at the beginning, at a certain level is necessary. WR: Ya, saya sepenuhnya, sangat mengerti. Anda setuju bahwa disiplin pada awalnya, pada tingkat tertentu diperlukan.
25:25 K: I question that, sir. When I say I question it, I don’t mean I doubt it, or it is not necessary, but I question it in order to enquire. K:Saya mempertanyakan itu, Tuan. Ketika saya mengatakan saya mempertanyakannya, Saya tidak bermaksud saya meragukannya, atau itu tidak perlu, tapi saya mempertanyakannya untuk menyelidikinya.
25:37 WR: Yes, I should say at a certain level it is necessary, and if you cannot abandon it ever – now, for instance, I am talking from the Buddhist point of view. And there are two words in Buddhism with regard to the way: Saikshya and Asaikshya. Saikshya is all those people who are on the way, who have not yet arrived, that means all those disciplines, precepts and all those things that are good and bad, right and wrong. And an arhat who has realised the truth is called Asaikshya. WR:Ya, saya harus mengatakan pada tingkat tertentu itu perlu, dan jika Anda tidak bisa meninggalkannya untuk selamanya... - sekarang, misalnya, saya berbicara dari sudut pandang Buddhis. Dan ada dua kata dalam Buddhisme sehubungan dengan jalan: Saikshya dan Asaikshya. Saikshya adalah semua orang-orang... yang sedang dalam perjalanan, yang belum tiba, itu berarti semua disiplin itu, sila... dan semua hal yang baik dan buruk, benar dan salah. Dan seorang arhat yang telah mewu- judkan kebenaran disebut Asaikshya.
26:22 K: Asaikshya. Yes. K: Asaikshya. Ya.
26:23 WR: He has no discipline. WR: Dia tidak punya disiplin.
26:24 K: No, but he is beyond that.

WR: Because he is beyond that.
K: Tidak, tapi dia di luar itu.

WR: Karena dia luar itu.
26:25 K: Yes, I understand this. K: Ya, saya mengerti ini.
26:28 WR: But that is a fact in life. WR: Tapi itu suatu fakta dalam hidup.
26:33 K: I question that, sir. K:Saya mempertanyakan itu, Tuan.
26:36 WR: I have no doubt about it in my mind. WR:Saya tidak ragu tentang itu dalam batin saya.
26:40 K: Then we have stopped enquiring. K:Maka kita telah berhenti menyelidiki.
26:43 WR: No, it is not so. WR: Tidak, tidak begitu.
26:45 K: No, I mean, we are talking about knowledge – knowledge being useful or necessary, as a boat to cross the river. I want to enquire into that fact, or into that simile, whether it is the truth, whether it has the quality of truth – let’s put it that way. For the moment I am putting it that way. K:Bukan, maksud saya, kita berbicara tentang pengetahuan... - pengetahuan bermanfaat atau perlu, sebagai perahu untuk menyeberangi sungai. Saya ingin menanyakan fakta itu, atau perumpamaan itu, apakah itu kebenaran, apakah itu memiliki kualitas kebenaran... - mari kita tempatkan seperti itu. Untuk saat ini saya tempatkannya demikian.
27:31 WR: You mean that simile, or that teaching? WR: Maksud Anda kiasan itu, atau pengajaran itu?
27:36 K: The whole of that. Which means, sir – just a minute – which means accepting evolution. K:Keseluruhan itu. Yang berarti, Tuan - sebentar - yang berarti menerima evolusi.
27:49 WR: Yes. Accepting evolution.

K: Evolution, gradually, step by step, advancing, and ultimately reaching. Right? First, I discipline, control, effort, and as I get more capacity, more energy, more strength, I abandon that and move on.
WR: Ya. Menerima evolusi.

K: Evolusi, secara bertahap, langkah demi langkah, maju, dan akhirnya mencapai. Benar? Pertama-tama, saya terapkan disiplin, kendali, usaha, dan ketika saya mendapatkan lebih banyak kemampuan, lebih banyak energi, lebih banyak kekuatan, Saya meninggalkan itu dan melanjutkan.
28:30 WR: There is no plan like that, there is no plan, there is no programme like that. WR:Tidak ada rencana seperti itu, tidak ada rencana, tidak ada program seperti itu.
28:36 K: No, I am not saying that there is a plan. I am asking for enquiry, whether there is such a movement, such progress at all. K: Tidak, saya tidak mengatakan bahwa ada rencana. Saya meminta penyelidikan, apakah ada gerakan seperti itu, kemajuan seperti itu.
29:00 WR: What do you think? WR: Bagaimana menurut Anda?
29:03 K: What do I think? No. K:Apa yang saya pikirkan? Tidak.
29:05 Dr Irmgard Schloegl: I agree very much with you, I can’t believe it. Dr Irmgard Schloegl:Saya sangat se- tuju dengan Anda, saya tidak percaya.
29:11 WR: Yes, there is no progress. WR: Ya, tidak ada kemajuan.
29:14 K: No, we must go into it very carefully, sir, because the whole tradition, both Buddhist, Hindu and Christian, all the religious and non-religious attitude is caught up in time, in evolution – I will be better, I will be good, I will eventually blossom in goodness. Right? I am saying in that there is a root of untruth in it, there is untruth in it. Sorry to put it that way. K: Tidak, kita harus mendalaminya dengan sangat hati-hati, Tuan, karena seluruh tradisi, baik Budha, Hindu dan Kristen, semua sikap religius dan non- religius terperangkap dalam waktu, dalam evolusi - saya akan menjadi lebih baik, saya akan menjadi baik, Saya akhirnya akan berkembang dalam kebaikan. Benar? Saya mengatakan bahwa ada akar ketidakbenaran di dalamnya, ada ketidakbenaran di dalamnya. Maaf untuk mengatakannya seperti itu.
30:05 IS: May I please come in? I entirely agree with that.

K: You disagree?
IS: Boleh saya ikut? Saya sepenuhnya setuju dengan itu.

K:Anda tidak setuju?
30:12 IS: Entirely agree.

K: Agree.
IS: Sepenuhnya setuju.

K: Setuju.
30:14 IS: For the very good reason that ever since human beings have existed as far as we know, we have always known in our different contexts that we should be good. If it would be possible to progress by something like this, we would not be the human beings that we are nowadays. We would all have progressed sufficiently. IS: Untuk alasan yang sangat bagus, bahwa sejak manusia telah ada sejauh yang kita tahu, kita selalu tahu dalam konteks kita yang berbeda, bahwa kita harus baik. Jika mungkin untuk maju dengan sesuatu seperti ini, kita tidak menjadi manusia seperti kita sekarang ini. Kita semua akan mengalami kemajuan yang cukup.
30:38 K: Have we progressed at all? K:Apakah kita ada mengalami kemajuan?
30:40 IS: That is precisely – we have not progressed – if at all, very little. IS:Itu tepatnya - kita belum maju - jika ada, sangat sedikit.
30:46 K: We may have progressed technologically, scientifically, hygienically and all the rest of it, but psychologically, inwardly, we have not, we are what we were ten thousand years ago, or more. K: Kita mungkin telah berkembang secara teknologi, secara ilmiah, higienis dan semua lainnya, tapi secara psikologis, batiniah, kita belum, kita adalah diri kita sepuluh ribu tahun yang lalu, atau lebih.
31:01 IS: And so the fact that we know that we should do good and have evolved so many systems of how to do it has not managed to help us to become precisely that. And as I see it, there is a specific obstacle in all of us and it is this obstacle that needs – because we do quite honestly from our very heart, most of us want to be good, but most of us do not bring it off – but it is this working through which seems to me at stake. IS:Dan karenanya, fakta yang kita tahu, bahwa kita harus berbuat baik... dan telah mengembangkan begitu banyak sistem... bagaimana melakukannya belum berhasil membantu... membantu kita untuk menjadi persis seperti itu. Dan seperti yang saya lihat, ada... suatu hambatan khas di dalam diri kita semua... dan kendala inilah yang perlu... - karena kita sungguh jujur dari hati kita, kebanyakan dari kita ingin menjadi baik, tetapi kebanyakan dari kita tidak mewujudkannya - tetapi adalah penuntasan ini yang menurut saya dipertaruhkan.
31:36 K: You see, we have accepted evolution. Biologically there is evolution and we have transferred that biological fact into psychological existence, thinking psychologically we will evolve. K:Anda lihat, kita telah menerima evolusi. Secara biologis ada evolusi... dan kita telah mentransfer fakta biologis itu... ke dalam keberadaan psikologis, berpikir secara psikologis kita akan berkembang.
31:59 WR: I don’t think that is the attitude. No. WR:Saya kira itu bukan sikapnya. Tidak.
32:03 K: But that is what it means when you say ‘gradually’. K:Tapi itulah artinya ketika Anda mengatakan 'bertahap'.
32:07 WR: No, I don’t say gradually. I don’t say that. The realisation of truth, attainment of truth or seeing the truth, is a thing without a plan, is without a scheme. WR:Tidak, saya tidak mengatakan secara bertahap. Saya tidak mengatakan itu. Realisasi kebenaran, pencapaian kebenaran... atau melihat kebenaran, adalah hal tanpa rencana, tanpa skema.
32:25 K: Is out of time. K:Adalah di luar waktu.
32:26 WR: Out of time. Exactly, out of time. WR:Di luar waktu. Tepat, di luar waktu.
32:31 K: Which means then, my mind, which has evolved through centuries, millennia, which is conditioned by time, which is evolution, which is the acquiring of knowledge – knowledge – more, more, more... will reveal the extraordinary truth. K: Yang lalu berarti, pikiran saya, yang telah berevolusi selama berabad-abad, ribuan tahun, yang dikondisikan oleh waktu, yang adalah evolusi, yang adalah perolehan pengetahuan -pengetahuan- lebih, lebih, lebih... akan mengungkapkan kebenaran luar biasa itu.
32:57 WR: It is not that knowledge which will reveal. WR:Adalah bukan pengetahuan itu yang akan mengungkapkan.
33:00 K: So why should I accumulate knowledge? K: Jadi mengapa saya harus mengumpulkan pengetahuan?
33:02 WR: But how can you avoid it? WR: Tapi bagaimana Anda bisa menghindarinya?
33:05 K: Psychologically avoid it, not technologically. K: Hindari secara psikologis, bukan secara teknologi.
33:09 WR: Yes, even psychologically, how can you do that?

K: Ah, that’s a different matter.
WR: Ya, bahkan secara psikologis, bagaimana Anda bisa melakukan itu?

K: Ah, itu masalah yang berbeda.
33:14 WR: Yes, how can you do because you are conditioned. We are all conditioned. WR:Ya, bagaimana Anda bisa melakukannya karena Anda terkondisi. Kita semua terkondisi.
33:18 K: Wait a minute, sir. Let’s go into it a little more. Am I all right, sir?

DB: Fine.
K:Tunggu sebentar, Tuan. Mari kita masuk lebih dalam lagi. Boleh saya teruskan, Tuan?

DB: Baik.
33:33 K: Biologically, physically, from childhood up to a certain age, maturity, adolescence and so on, that’s a fact. A little oak tree grows into a gigantic oak tree, that’s a fact. And is it a fact or we have created, assumed it is so, psychologically we must grow? Which is, psychologically, eventually I will achieve truth or truth will take place if I prepare the ground. K: Secara biologis, fisik, dari masa kanak-kanak hingga usia tertentu, dewasa, masa remaja dan sebagainya, itu fakta. Sebuah pohon ek kecil tumbuh menjadi pohon ek raksasa, itu fakta. Dan apakah itu fakta... atau kita buat, anggap memang begitu, secara psikologis kita harus tumbuh? Yang, secara psikologis, pada akhir- nya saya akan mencapai kebenaran... atau kebenaran akan terjadi jika saya mempersiapkan dasarnya.
34:22 WR: No, no. That is a wrong conclusion you have come to, that is a wrong conclusion. It is that the realisation of truth is a revolution, not evolution. WR: Tidak, tidak. Anda telah tiba pada kesimpulan yang salah, itu kesimpulan yang salah. Adalah bahwa realisasi kebenaran merupakan revolusi, bukan evolusi.
34:39 K: No, therefore, why – you understand, sir? – can the mind be free, psychologically, of this idea of progress? K: Tidak, oleh karena itu, mengapa - Anda paham, Tuan? - dapatkah pikiran bebas, secara psikologis, dari gagasan kemajuan ini?
35:02 WR: It can be. WR: Itu bisa.
35:04 K: No, not ‘can be’. It must be, otherwise you can’t... K:Bukan, bukan ‘bisa’. Itu harus, kalau tidak Anda tidak...
35:08 WR: That is what I told you, that revolution is not evolution, a gradual progress. WR: Itulah yang saya katakan pada Anda, bahwa revolusi itu bukan evolusi, suatu kemajuan bertahap.
35:20 K: So psychologically, can there be a revolution? K: Jadi secara psikologis, dapatkah ada revolusi?
35:24 WR: Yes. Certainly. WR: Ya. Pasti.
35:27 K: Which means what? No time. K: Yang artinya apa? Tidak ada waktu.
35:30 WR: There is no time. WR: Tidak ada waktu.
35:33 K: But all the religions, all the scriptures, whether it is Islam or whatever it is, have maintained you must go through certain systems. K: Tetapi semua agama, semua tulisan suci, apakah itu Islam atau apa pun itu, telah mempertahankan Anda harus melalui sistem tertentu.
35:48 WR: But not Buddhism. WR: Tapi bukan Buddhisme.
35:49 K: No, sir, wait a minute. I wouldn’t even call Buddhism, I don’t know I have never read except when I was a boy, but that has gone out of my mind. When you say eventually, you must discipline first and let go of that discipline. K: Tidak, Tuan, tunggu sebentar. Saya bahkan tidak akan menyebut Buddhisme, saya tidak tahu, saya belum pernah membaca, kecuali ketika saya masih kecil, tapi itu sudah keluar dari batin saya. Ketika Anda mengatakan pada akhirnya, Anda harus disiplin dulu dan melepaskan disiplin itu.
36:09 WR: No, I don’t say that. I don’t postulate like that, and nor did Buddha. WR: Tidak, saya tidak mengatakan itu. Saya tidak mendalilkan seperti itu, dan begitu pula Buddha.
36:16 K: Then please, I may be mistaken. How do you consider... K:Lalu, silahkan, saya mungkin salah. Bagaimana Anda mempertimbangkan...
36:21 WR: I ask you, how do you proceed. WR:Saya bertanya, bagaimana Anda melanjutkan.
36:25 K: Proceed with what? K: Lanjutkan dengan apa?
36:27 WR: That, the realisation of truth, how do you do that, tell me. WR:Itu, realisasi kebenaran, bagaima- na Anda melakukannya, beri tahu saya.
36:30 K: Ah, that’s a different matter.

WR: Tell me how do you do that.
K:Ah, itu masalah yang berbeda.

WR:Katakan pada saya, bagaimana Anda melakukannya.
36:32 K: That’s quite a different matter. K:Itu masalah yang sangat berbeda.
36:35 WR: Yes, I mean just, not like that, what I say is that we are conditioned. Nobody can avoid that, however much he tries. And the revolution is to see that you are conditioned. WR:Ya, maksud saya sekedar tidak seperti itu, apa yang saya katakan adalah bahwa kita terkondisi. Tidak ada yang bisa menghindarinya, betapapun ia berusaha. Dan revolusi adalah untuk melihat bahwa Anda terkondisi.
36:55 K: Sir, all right, let’s begin. K: Tuan, baiklah, mari kita mulai.
36:57 WR: The moment you see that it has no time, it is an entire revolution and that is the truth. WR:Saat Anda melihat bahwa tidak ada waktu, itu adalah revolusi menyeluruh dan itu adalah kebenaran.
37:04 K: Suppose one is conditioned in the pattern of evolution – I have been, I am, I shall be. That’s evolution. No?

WR: Yes.
K: Misalkan seseorang terkondisi dalam pola evolusi - Saya dahulu, saya sekarang, saya akan menjadi. Itu evolusi. Tidak?

WR: Ya.
37:26 K: You understand, sir? I was ugly yesterday but today I am learning about that ugliness and freeing myself and tomorrow I will be free of it. Right? That is our whole attitude, psychological structure of our being. This is an everyday fact! K: Anda paham, Tuan? Kemarin saya buruk, tetapi hari ini saya belajar tentang keburukan itu... dan membebaskan diri saya... dan besok saya akan bebas dari itu. Benar? Itu seluruh sikap kita, struktur psikologis keberadaan kita. Ini adalah fakta sehari-hari!
37:59 WR: Do we see that? WR: Apakah kita melihatnya?
38:01 K: Wait, we see that. Right? K: Tunggu, kita melihat itu. Betul?
38:05 WR: No. You see, understanding is one thing, intellectually, verbally. WR: Tidak. Anda tahu, pemahaman adalah satu hal, secara intelektual, secara verbal.
38:12 K: No, I am not talking either intellectually or verbally, this is a fact: ‘I will try to be good’. K:Tidak, saya tidak berbicara baik secara intelektual maupun verbal, ini adalah fakta: 'Aku akan berusaha menjadi baik'.
38:21 WR: There’s no question of trying to be good. WR:Tidak ada persoalan mencoba menjadi baik.
38:23 K: No, but sir, not according to the Buddha, not according to scriptures, but average human being of everyday life, he says, ‘I am not as good as I should be, but I eventually – give me a couple of weeks or a couple of years – and I will be awfully good’. K:Tidak, tapi Tuan, tidak menurut Sang Buddha, tidak menurut tulisan suci, tapi manusia biasa dari kehidupan sehari-hari, ia berkata ‘Saya tidak sebaik yang seharusnya, tapi saya akhirnya - beri saya beberapa minggu... atau beberapa tahun - dan saya akan menjadi sangat baik ’.
38:46 WR: Certainly that is the attitude of the people. WR: Tentu saja itu sikap orang-orang.
38:49 K: Practically everybody. K: Praktis semuanya.
38:50 WR: Practically everybody. I fully agree. WR: Praktis semua orang. Saya sepenuhnya setuju.
38:52 K: Now, wait a minute. That is our conditioning, the Christian, the Buddhist – the whole world is conditioned by this idea, which may have come from the biological progress moved into the psychological field. K:Sekarang, tunggu sebentar. Itu adalah keterkondisian kita, orang Kristen, orang Budhis... - seluruh dunia dikondisikan oleh ide ini,- yang mungkin berasal dari kemajuan biologis, pindah ke bidang psikologis.
39:16 WR: Yes, that’s the point with you. WR:Ya, itu intinya dengan Anda.
39:19 K: Now how is a man, or a woman, how is a human being, to break this pattern without time? You understand my question?

WR: Yes, yes. It is only by seeing.
K: Sekarang bagaimana seorang pria, atau seorang wanita, bagaimana seorang manusia, untuk mematahkan pola ini tanpa waktu? Anda paham pertanyaan saya?

WR: Ya, ya. Itu hanya dengan melihat.
39:45 K: No, I can’t see if I am caught in this blasted ugliness of progress. And you say it is only by seeing, and I say I can’t see. K: Tidak, saya tidak bisa melihat apakah saya terjebak... dalam keburukan kemajuan ini. Dan Anda mengatakan itu hanya dengan melihat, dan saya katakan saya... tidak bisa melihat.
39:57 WR: Then you can’t. WR: Maka Anda tidak bisa.
39:58 K: No, but I want to enquire into it, sir. That is, why have we given progress in quotes, such importance, psychologically? K:Tidak, tapi saya ingin menyelidikinya, Tuan. Artinya, mengapa kita memberikan kemajuan, dalam tanda petik, nilai sepenting itu, secara psikologis?
40:16 IS: I am not a scholar so that I come from the practical side. May I come in for a moment please? I am a practitioner but I have done my practice in a Buddhist field, and to me personally as a Westerner, as a one-time scientist, I have found the most satisfactory answer in the Buddhist teaching that I blind myself; I am my own obstacle, as long as I with all my bundle of conditioning, am here, I cannot see and act. It seems to be a possibility. IS:Saya bukan sarjana sehingga saya mendekati ini dari sisi praktis. Bolehkah saya masuk sebentar? Saya adalah seorang praktisi, tetapi saya telah melakukan praktik saya dalam bidang Buddhis, dan bagi saya pribadi sebagai orang Barat, sebagai mantan ilmuwan, Saya telah menemukan jawaban yang paling memuaskan dalam ajaran Buddha, hingga saya membutakan diri sendiri; saya adalah penghalang saya sendiri, selama saya dengan semua kumpulan pengondisian saya, ada di sini, saya tidak bisa melihat dan bertindak. Agaknya itu merupakan suatu kemungkinan.
40:58 K: That doesn’t help, that doesn’t help. You are saying that I have learnt that. K: Itu tidak membantu, itu tidak membantu. Anda mengatakan bahwa saya telah mempelajarinya.
41:05 IS: I have learnt it but I have learnt it in the same way as one learns to play the piano rather than in the way of studying a subject. That is the point that I would like to contribute. IS: Saya sudah mempelajarinya, tetapi saya telah mempelajarinya dengan cara yang sama... seperti seseorang belajar memainkan piano... bukannya dalam cara mempelajari suatu subjek. Itulah poin yang ingin saya sumbangkan.
41:24 K: No, again you are going back to playing the piano, which means practice. Not practice, sorry, good pianists don’t practise I have been told. K: Tidak, Anda akan kembali lagi bermain piano, yang berarti latihan. Tidak berlatih, maaf, pianis yang baik tidak berlatih, seperti yang diberitahukan ke saya.
41:35 IS: I must have practised in order to become it. IS:Saya harus berlatih untuk menjadi seperti itu.
41:41 K: So what are we talking about at the end of this? K:Jadi apa yang kita bicarakan di akhir dari ini?
41:46 GN: There seems to be one difficulty in this. Knowledge has a certain fascination, a certain power. One accumulates knowledge, whether it is Buddhist or scientific, and it gives you a peculiar sense of freedom, though it is not freedom, it’s more in the realm of conventional freedom. And after years of study one finds it very difficult to get out of this because through years, twenty, twenty-five years you arrive at this, and you value it, and it hasn’t got the quality of what you might call truth. And the difficulty with all practice seems to be that – when you practise you achieve something; and achievement is of the conventional reality type, it has got a certain power, a certain fascination, a certain capacity, maybe a certain clarity. GN:Sepertinya ada satu kesulitan dalam hal ini. Pengetahuan memiliki daya tarik tertentu, kekuatan tertentu. Seseorang mengumpulkan pengetahuan, apakah itu Buddhis atau ilmiah, dan itu memberi Anda rasa kebebasan yang khas, meskipun itu bukan kebebasan, itu lebih di ranah kebebasan konvensional. Dan setelah bertahun-tahun belajar, seseorang merasa sangat sulit untuk keluar dari ini, karena melewati banyak tahun, dua puluh, dua puluh lima tahun Anda tiba di ini, dan Anda menghargainya, dan itu tidak memiliki kualitas dari... apa yang mungkin Anda sebut kebenaran. Dan kesulitan dengan semua latihan sepertinya adalah itu... - ketika Anda berlatih, Anda mencapai sesuatu; dan pencapaian adalah dari jenis realitas konvensional, ia memiliki kekuatan tertentu, daya tarik tertentu, kapasitas tertentu, mungkin kejelasan tertentu.
42:47 WR: By that you get attached to it.

GN: Yes. And to break away from it is much more difficult than for a beginner, a beginner who has not got these things may see something more directly than a man who has so much of acquired wisdom.
WR:Dengan itu Anda melekat padanya.

GN: Ya. Dan melepaskan diri dari itu jauh lebih sulit daripada seorang pemula, seorang pemula yang belum mendapatkan hal-hal ini... mungkin melihat sesuatu secara lebih langsung... daripada seorang yang memiliki begitu banyak perolehan kebijakan.
43:09 IS: Maybe. IS: Mungkin.
43:12 GN: Is it so? GN: Begitukah?
43:14 WR: That depends on the individual. You can’t generalise. WR:Itu tergantung pada orangnya. Anda tidak dapat menyamaratakan.
43:21 GN: No, one can’t generalise. GN: Tidak, seseorang tidak dapat menyamaratakan.
43:23 K: One can, sir, if I may point out, one can generalise as a principle. K:Seseorang bisa, Tuan, jika boleh saya tunjukkan, seseorang dapat menyamaratakan sebagai suatu prinsip.
43:28 WR: As a principle, in which way? WR:Sebagai suatu prinsip, dengan cara apa?
43:33 K: I mean – let’s come back to it. We are all caught in this idea of progress. Right? Attainment. K: Maksud saya - mari kita kembali. Kita semua terjebak dalam gagasan kemajuan ini. Betul? Pencapaian.
43:49 WR: Let us come to an agreement on that point that humanity accepts as a fact progress is a gradual evolutionary matter. As you said, biologically they accepted, and proved so they apply the same theory to psychological things. We agree it is the humanity’s position. WR:Mari kita mencapai kesepakatan tentang hal itu... bahwa manusia menerima sebagai fakta, kemajuan adalah masalah evolusi bertahap. Seperti Anda katakan, secara bio- logis mereka menerima, dan terbukti, jadi mereka menerapkan teori yang sama untuk hal-hal psikologis. Kita setuju itu adalah posisi kemanusiaan.
44:13 K: So I say, is that the truth? I may have accepted biological progress, biological evolution which I have gradually transferred to psychological existence. Now I say is that the truth?

WR: Now I see your question. I don’t think it is true.
K: Jadi saya katakan, apakah itu kebenaran? Saya mungkin telah menerima kemajuan biologis, evolusi biologis, yang secara bertahap saya transfer ke keberadaan psikologis. Sekarang saya katakan apakah itu kebenaran?

WR:Sekarang saya melihat pertanyaan Anda. Saya pikir itu tidak benar.
44:41 K: Therefore, just a minute, I abandon the whole idea of discipline. K: Karena itu, sebentar, Saya tinggalkan seluruh ide disiplin.
44:49 WR: When you see that.

K: No, no.
WR: Ketika Anda melihat itu.

K: Tidak, tidak.
44:53 WR: I should say that there is no question of abandoning. If you abandon it consciously... WR:Saya harus mengatakan bahwa tidak ada persoalan untuk meninggalkan. Jika Anda meninggalkannya secara sadar...
45:00 K: No, sir, just a minute. I see what human beings have done which is move from the biological to the psychological, and there they have invented this idea that eventually you will come to godhead, or evolution, enlightenment, reach Brahman, reach whatever it is, nirvana or paradise, or hell also. If when a human being sees the falseness of it, actually not theoretically, then it is finished. K:Tidak, Tuan, sebentar. Saya melihat apa yang telah dilakukan manusia, yang adalah bergerak dari biologis ke psikologis, dan di sana mereka telah menemukan ide ini bahwa pada akhirnya... Anda akan datang ke Ketuhanan, atau evolusi, pencerahan, mencapai Brahman, mencapai apa pun itu, nirwana atau surga, atau neraka juga. Jika ketika manusia melihat kepalsuan itu, secara aktual, tidak secara teoritis, lalu selesailah sudah.
45:52 WR: Absolutely, that is what I tell you all this time. WR: Tentu saja, itulah yang saya katakan kepada Anda selama ini.
45:55 K: Therefore why should I then acquire knowledge of scriptures, of this or that, psychologically? K: Karena itu mengapa saya lalu harus... memperoleh pengetahuan tentang tulisan suci, ini atau itu, secara psikologis?
46:04 WR: It is not necessary. WR: Tidak perlu.
46:05 K: Then why do I read the Buddha? K: Lalu mengapa saya membaca Sang Buddha?
46:08 WR: That is what I told you we are all conditioned. WR: Itulah yang saya katakan bahwa kita semua terkondisi.
46:12 DB: I may say to you, could I ask a question that do you accept that we are all conditioned? DB:Saya bisa mengatakan kepada Anda, dapatkah saya mengajukan pertanyaan apakah Anda bisa... menerima bahwa kita semua terkondisi?
46:21 K: Dr Bohm asks: do we all accept that we are conditioned? K:Dr Bohm bertanya: apakah kita semua menerima bahwa kita terkondisi?
46:25 WR: I don’t know whether you accept or not, I accept it. WR:Saya tidak tahu apakah Anda mene- rima atau tidak, saya menerimanya.
46:30 WR: And there is nobody [who is not] in time. To be in time is to be conditioned. WR: Dan tidak ada orang [yang tidak] berada dalam waktu. Berada dalam waktu berarti terkondisi.
46:42 K: No, Dr Bohm is asking: the implication of his question is – need I translate what you are asking? Go on sir. It’s your show now. K: Tidak, Dr Bohm bertanya:... implikasi dari pertanyaannya adalah... - perlu saya menjelaskan apa yang Anda tanyakan? Silahkan Tuan. Ini adalah acara Anda sekarang.
46:59 DB: Well? I am really saying that – how can I put it? I think that Krishnaji has said, at least in some of our discussions, that he was not deeply conditioned in the beginning and that therefore he had a certain insight which would not be common. Is that fair?

WR: I don’t find it...
DB:Ya? Saya sebenarnya mengatakan bahwa... - bagaimana saya bisa mengatakannya? Saya pikir Krishnaji telah mengatakan, setidaknya dalam beberapa diskusi kami, bahwa dia tidak sangat terkondisi pada awalnya... dan karena itu ia memiliki wawasan tertentu yang tidak umum. Apakah itu wajar?

WR:Saya tidak menganggapnya...
47:24 K: He is referring to me, sir, leave me. I may be a biological freak, so leave me out of it. That is not totally important. What we are trying to discuss, sir, is this: that psychologically can we admit the truth that there is no movement forward – the truth of it, not the idea of it. You understand what I said, sir?

WR: Yes, I understand.
K:Dia merujuk saya, Tuan, tinggalkan pribadi saya. Saya mungkin orang yang aneh secara biologis, jadi jangan sertakan saya. Itu tidak sepenuhnya penting. Apa yang kita coba diskusikan, Tuan, adalah ini: bahwa secara psikologis bisa kita akui kebenaran... tidak adanya gerakan maju... - kebenarannya, bukan gagasannya. Anda paham apa yang saya katakan, Tuan?

WR: Ya saya mengerti.
48:15 K: The truth of it, not I accept the idea of it, the idea is not the truth! So do we as human beings see the truth or the falseness of what we have done? K: Kebenarannya, bukan saya menerima idenya, ide bukanlah kebenaran! Jad, kita sebagai manusia... melihat kebenaran atau kepalsuan dari apa yang telah kita lakukan?
48:36 WR: You mean human beings generally? WR:Maksud Anda manusia pada umumnya?
48:40 K: The whole world! K: Seluruh dunia!
48:41 WR: No, they don’t see, they certainly don’t. WR:Tidak, mereka tidak melihat, mereka tentu tidak.
48:46 K: Therefore when you are telling them: get more knowledge, read this, read that, scripture, what the Buddha said, what Christ said, if he existed at all, and so on and so on, they are full of this accumulative instinct which will help them to jump or propel themselves into heaven. K:Karena itu ketika Anda memberi tahu mereka:... dapatkan lebih banyak pengetahuan, baca ini, baca itu, tulisan suci, apa yang dikatakan Sang Buddha, apa yang Kristus katakan, jika dia memang betul pernah ada, dan seterusnya dan seterusnya, mereka penuh dengan naluri akumulatif ini, yang akan membantu mereka untuk melompat... atau mendorong diri mereka ke dalam surga.
49:15 WR: Yes. You want to say something? WR:Ya. Anda ingin mengatakan sesuatu?
49:21 DB: When we say we are all conditioned, how do we establish that, how do we know that we are all conditioned? That is really what I wanted to say. DB: Ketika kita mengatakan kita semua terkondisi, bagaimana kita menetapkan itu, bagaimana kita tahu bahwa kita semua terkondisi? Itulah yang betul-betul ingin saya katakan.
49:30 K: Yes, his question is, sir, are all human beings conditioned? K:Ya, pertanyaannya adalah, Tuan, apakah semua manusia terkondisi?
49:42 WR: That is a very complicated question. As far as our society is concerned, all are conditioned. There can’t be anybody who is not conditioned because he is within type. But what we are talking about is the realisation of truth which has no time which is unconditioned. But you can’t say it is a human being as you take humanity. WR:Itu pertanyaan yang sangat rumit. Sejauh menyangkut masyarakat kita, semua terkondisi. Tidak ada siapa pun yang mungkin tidak terkondisi, karena dia ada dalam tipe. Tapi yang kita bicarakan adalah... realisasi kebenaran yang tidak memiliki waktu, yang tidak terkondisi. Tapi Anda tidak bisa mengatakan itu adalah suatu manusia, saat Anda mengambil manusia keseluruhannya.
50:19 DB: But I really wanted to emphasise that if we say we are all conditioned, there could be two ways, you see. One way would be to look, accumulating knowledge about our conditioning, to say we observe the common human experience, we can look at people and see that they are generally conditioned. Right? And the other way would be to say, do we directly see in a more direct way that we are all conditioned? That’s really what I was trying to drive at. DB:Tapi saya benar-benar ingin menekankan, bahwa jika kita mengatakan kita semua terkondisi, mungkin ada dua cara, salah satu caranya adalah dengan melihat, mengumpulkan pengetahuan tentang pengondisian kita, untuk mengatakan kita mengamati pengalaman manusia umum, kita bisa memandang orang dan melihat, bahwa mereka umumnya terkondisikan. Benar? Dan cara lain adalah dengan mengatakan, apakah kita melihat secara lebih langsung bahwa kita semua terkondisi? Itulah yang sebenarnya saya coba sampaikan.
50:48 WR: That of course, I should say there are people who see that. WR: Itu tentu saja, saya harus meng- atakan ada orang yang melihatnya.
51:00 K: But does that, sir, help in this matter? I mean, there may be, or there may not be. K:Tapi apakah itu, Tuan, membantu dalam masalah ini? Maksud saya, mungkin ada, atau mungkin tidak ada.
51:16 DB: You see, the only point I was trying to make was that, if we say we are all conditioned, then I think that there is nothing else to do but some kind of disciplined or gradual approach. That is, you begin with your conditioning. DB: Anda tahu, satu-satunya hal yang saya coba sampaikan adalah, jika kita mengatakan kita semua terkondisikan, maka saya pikir tidak ada lagi yang bisa dilakukan... selain semacam pendekatan disiplin atau bertahap, yaitu, Anda mulai dengan pengondisian Anda.
51:29 K: Not necessarily. I don’t see that. K:Belum tentu. Saya tidak melihatnya.
51:31 DB: Well, let’s try to pursue it. That’s the way I take your question, the implication of his question, Dr Rahula’s question, that if we begin all conditioned... DB:Baiklah, mari kita coba untuk mengikuti itu. Itulah cara saya menangkap pertanyaan Anda, implikasi dari pertanyaannya, Pertanyaan Dr Rahula, bahwa jika kita mulai dengan semua terkondisi...
51:42 K: Which we are.

DB: Which we are, then what can we do for the next step?
K: Kita memang demikian.

DB: Kita memang demikian, lalu apa yang bisa kita lakukan untuk langkah berikutnya?
51:47 WR: There is nothing called ‘the next step’. WR:Tidak ada apa yang disebut 'langkah berikutnya'.
51:54 DB: How can we be sure, how can we be free of the conditioning as we do whatever we do? DB:Bagaimana kita bisa yakin, bagaimana kita bisa bebas dari pengondisian... saat kita melakukan apa pun yang kita lakukan?
52:02 WR: The freedom from conditioning is to see. WR:Kebebasan dari pengondisian adalah melihat.
52:09 DB: Well, the same question – how do we see? DB:Ya, pertanyaan yang sama - bagaimana kita melihatnya?
52:12 WR: That of course many people have tried various ways. WR:Itu tentu saja banyak orang telah mencoba berbagai cara.
52:19 K: No, no, there are no various ways. The moment you say a way, you have already conditioned him. K:Tidak, tidak, tidak ada berbagai cara. Saat Anda mengatakan suatu cara, Anda telah mengondisikan dia.
52:28 WR: That is what I say. All that is finished. That is what I say. And you are also conditioning by your talks. But what I say is your talks, your lectures and teachings are also conditioning. Trying to uncondition the mind is also conditioning it. WR: Itulah yang saya katakan. Semua itu sudah selesai. Itu yang saya katakan. Dan Anda juga mengondisikan oleh pembicaraan Anda. Tapi yang saya katakan adalah pembicaraan Anda, kuliah dan ajaran Anda juga mengondisikan. Mencoba untuk tidak mengondisikan batin juga mengondisikannya.
52:57 K: No, no, I question that statement whether what we are talking about conditions the mind, the mind being the brain, the thoughts, the feelings, the whole human psychological existence, whether what K is talking about conditions the mind. I doubt it, I question it. K:Tidak, tidak, saya mempertanyakan pernyataan itu, apakah yang kami bicarakan mengondisikan batin, batin yang adalah otak, pikiran, perasaan, seluruh keberadaan psikologis manusia, apakah apa yang K bicarakan mengondisikan batin. Saya meragukannya, saya mempertanyakannya.
53:34 WR: I think... WR: Saya pikir...
53:37 K: If I may say, we are going off from the central issue. K:Kalau boleh saya katakan, kita ke luar dari masalah sentral.
53:40 WR: Yes. The question is how to see it – is this so? WR: Ya. Pertanyaannya adalah bagaimana melihatnya - apakah demikian?
53:53 K: No, sir, no. Not ‘how’, there is no how. First, let us see this simple fact, sir, do I, as a human being and therefore representative of all humanity... I am a human being – right? – and therefore I represent all humanity. Right? K: Tidak, Tuan, tidak. Bukan ‘bagaimana’, tidak ada caranya. Pertama, mari kita lihat fakta sederhana ini, Tuan, apakah saya, sebagai manusia... dan karena itu wakil semua umat manusia... Saya seorang manusia - benar? - dan karena itu saya mewakili seluruh umat manusia. Benar?
54:30 IS: In an individual way. IS: Secara individual.
54:32 K: No, as a human being, I represent you, the whole world, because I suffer, I go through agony, mental, etc., etc., etc., so does every human being. So do I, as a human being, see the falseness, the step human beings have taken moving from the biological to the psychological, with the same mentality? There, progress, from the little to the big and so on, so on, from the wheel to the jet. As a human being, do I see the mischief that human beings have created moving from there to this? You understand?

WR: Yes, yes. I follow.
K: Tidak, sebagai manusia, saya mewakili Anda, seluruh dunia, karena saya menderita, saya mengalami kesakitan, mental, dll., dll., dll., demikian juga setiap manusia. Begitu juga saya, sebagai manusia, melihat kepalsuan, langkah yang telah diambil manusia, bergerak dari biologis ke psikologis, dengan mental yang sama? Di sana, kemajuan, dari kecil ke besar dan seterusnya, seterusnya, - dari roda ke jet. Sebagai manusia, apakah saya melihat kejailan... yang manusia telah ciptakan, bergerak dari sana ke sini? Anda paham?

WR:Ya, ya. Saya mengikuti.
55:45 K: Do I see it, as I see the table? Or is it I say, ‘Yes, I accept the theory of it, the idea of it’, and then we are lost. Therefore the idea, the theory is the knowledge. K: Apakah saya melihatnya, seperti saya melihat meja? Atau apakah saya katakan, 'Ya, saya menerima teori itu, gagasan itu', dan kemudian kita tersesat. Karena itu idenya, teorinya adalah pengetahuan.
56:14 IS: If I see it as this table, then it is not a theory any more. IS:Jika saya melihatnya seperti meja ini, maka itu bukan teori lagi.
56:19 K: It is a fact. But the moment you move away from the fact it becomes idea, knowledge, and the pursuit of it. K: Itu adalah fakta. Tetapi saat Anda menjauh dari fakta, itu menjadi gagasan, pengetahuan, dan pengejarannya.
56:27 IS: And it has further and further pictures creating itself. IS:Dan ia memiliki gambar lebih jauh dan lebih jauh... menciptakan dirinya sendiri.
56:29 K: Further away from the fact. I don’t know if I am making myself clear. K:Lebih menjauh dari fakta. Saya tidak tahu apakah saya membuat diri saya jelas.
56:35 WR: Yes, quite so. I guess that is so. WR:Ya, cukup jelas. Saya kira begitu.
56:40 K: What is? Human beings move away? K: Apa itu? Manusia menjauh?
56:46 WR: Human beings are cornered in that. WR: Manusia terpojok di dalam itu.
56:51 K: No, no, no. Sir, it is a fact – isn’t it? – that there is biological progress, a little tree to a gigantic tree, from a baby and all the rest of it – boyhood, adolescence. Now have we moved with that mentality, with that idea, with that fact into the psychological field and created there the fact that we progress, which is a false movement? I wonder if I am making myself clear. K: Tidak, tidak, tidak. Pak, ini fakta - bukan? bahwa ada kemajuan biologis, pohon kecil menjadi pohon raksasa, dari bayi dan semuanya itu - masa kanak-kanak, remaja. Nah, apakah kita sudah bergerak deng- an mentalitas itu, dengan ide itu, dengan fakta itu ke dalam bidang psikologis... dan menciptakan fakta bahwa kita maju, yang merupakan gerakan palsu? Saya bertanya-tanya apakah saya membuat diri saya jelas.
57:39 DB: Are you saying that is part of the conditioning? DB: Apakah Anda mengatakan bahwa itu adalah bagian dari pengondisian?
57:42 K: No, don’t... leave the conditioning for the moment. I don’t want to enter into that. Sir, would you say, why have we taken over from the biological growth into the psychological growth, why? Which is a fact, why have we done this? K:Tidak, jangan... tinggalkan pengondisian untuk saat ini. Saya tidak ingin masuk ke dalam itu. Tuan, apakah Anda akan berkata, mengapa kita mengambil alih dari pertumbuhan biologis... ke dalam pertumbuhan psikologis, mengapa? Yang merupakan fakta, mengapa kita melakukan ini?
58:08 IS: I wanted to become something. IS:Saya ingin menjadi sesuatu.
58:11 K: Which is you want satisfaction, you want safety, certainty, a sense of achievement. K:Yang adalah, Anda inginkan kepuasan, Anda ingin keamanan, kepastian, rasa berprestasi.
58:20 IS: And it is in that want that pushes on... IS:Dan di dalam keinginan itulah yang mendorong...
58:23 K: So why doesn’t a human being see what he has done, actually, not theoretically? K:Jadi mengapa manusia tidak melihat... apa yang telah dia lakukan, secara aktual, bukan secara teoritis?
58:32 IS: As an ordinary human being.

K: You, I, X, Y, you.
IS: Sebagai manusia biasa.

K: Anda , saya, X, Y, Anda .
58:36 IS: I do not like to see it. I do fear it. I try to put it extremely far. IS:Saya tidak suka melihatnya. Saya takut itu. Saya mencoba untuk membuatnya sangat jauh.
58:43 K: Therefore you are living in an illusion. K: Karena itu Anda hidup dalam ilusi.
58:46 IS: Naturally. IS: Secara alami.
58:48 K: Why? K: Kenapa?
58:52 IS: I want to be something...

K: No, no.
IS:Saya ingin menjadi sesuatu...

K:Bukan, bukan.
58:54 IS:...which I fear at the same time not to see. This is where the divide is. IS:...yang saya khawatirkan pada saat bersamaan untuk tidak melihat. Di sinilah letak pembagiannya.
59:01 K: You have a false fear, there is no fear. No, madam. When you see what you have done there is no fear. K: Anda memiliki rasa takut palsu, tidak ada rasa takut. Tidak, Nyonya. Ketika Anda melihat apa yang telah Anda lakukan, tidak ada rasa takut.
59:13 IS: But the fact is, that I usually do not see it. IS: Tapi faktanya adalah, biasanya saya tidak melihatnya.
59:16 K: Why don’t you see it? K:Mengapa Anda tidak melihatnya?
59:20 IS: I suspect because of fear. I don’t know why. I don’t want to. IS: Saya curiga karena takut. Saya tidak tahu kenapa. Saya tidak mau.
59:29 K: You are entering into quite a different field of fear. But I would just like to know as an enquiry, why human beings have done this, played this game for millennia. You understand, sir? Why this living in this false structure, and then people come along and say, ‘Be unselfish, be this’ and all the rest of it. K:Anda memasuki bidang rasa takut yang sangat berbeda. Tapi saya hanya ingin tahu sebagai suatu penyelidikan, mengapa manusia telah melakukan ini, melakukan permainan ini selama ribuan tahun. Anda paham, Tuan? Mengapa hidup dalam struktur yang salah ini, dan kemudian orang datang dan berkata, ‘Jadilah tidak egois, jadilah ini’ dan semua lainnya.
1:00:05 WR: Why? WR: Kenapa?
1:00:09 IS: All we human beings we have a very strong irrational side in us, an irrational side, I think that cannot be quite denied. IS:Kita semua, manusia, memiliki sisi irasional sangat kuat, sisi irasional, saya pikir yang tidak dapat disangkal.
1:00:19 K: I question all this.

IS: You question it?
K: Saya mempertanyakan semua ini.

IS: Anda mempertanyakannya?
1:00:22 K: Because we are living not with facts but with ideas and knowledge. K: Karena kita hidup... tidak dengan fakta tetapi dengan ide-ide dan pengetahuan.
1:00:33 WR: Certainly, certainly. WR: Tentu, tentu saja.
1:00:36 K: Not with facts. The fact is: biologically there is, psychologically there isn’t. And so we give importance to knowledge, ideas, theories, philosophy, and all the rest of it. K: Tidak dengan fakta. Faktanya adalah: ada secara biologis, tidak ada secara psikologis. Dan jadinya, kita memberi nilai penting pada pengetahuan, ide, teori, filsafat, dan semua yang lainnya.
1:00:58 WR: You don’t agree at all, you don’t see at all that a certain development, an evolution, even psychologically? WR:Anda tidak setuju sama sekali, Anda tidak melihat sama sekali, bahwa perkembangan tertentu, evolusi, bahkan secara psikologis?
1:01:11 K: No. K: Tidak.
1:01:15 WR: A man who has been very undesirable, criminal, telling lies, stealing and all these things, you explain to him certain very fundamental, very elementary things, and he is changed into – in our conventional sense – a better man, now he does not steal, now he does not tell lies, he does not try to kill others.

K: He is a terrorist.
WR:Seseorang yang sangat tidak diinginkan, kriminal, berbohong, mencuri dan semua ini, Anda jelaskan kepadanya hal-hal yang sangat mendasar, sangat elementer, dan dia dirubah menjadi - dalam pengertian konvensional kita - orang yang lebih baik, sekarang dia tidak mencuri, dia tidak berbohong, ia tidak mencoba membunuh orang lain.

K: Dia adalah seorang teroris.
1:01:47 WR: The man who is changed like that? WR:Pria yang diubah seperti itu?
1:01:49 K: Yes. Are you saying, sir, a man who is ‘evil’, the terrorists that are going around the world, what is their future? Are you asking that? K: Ya. Apakah Anda mengatakan, Tuan, seorang yang 'jahat', para teroris yang berkeliling seluruh dunia, apa masa depan mereka? Apakah Anda bertanya itu?
1:02:14 WR: No. Don’t you agree a criminal in the accepted sense... WR: Tidak. Apakah Anda tidak setuju, seorang penjahat dalam arti yang diterima...
1:02:27 K:Accepted, the word ‘criminal’, yes. K:Diterima, kata 'kriminal', ya.
1:02:31 WR: You meet a criminal like that, you explain to him the wrong way that he lives, and he realises what you have said either because of the ideas he has realised or because of your personal influence, or whatever it may be, he transforms himself, he changes himself. WR:Anda bertemu penjahat seperti itu, Anda jelaskan kepadanya cara salah hidupnya, dan dia menyadari apa yang Anda katakan, baik karena ide-ide yang telah dia sadari... atau karena pengaruh pribadi Anda, atau apa pun itu, dia transformasikan dirinya, dia mengubah dirinya sendiri.
1:02:53 K: I am not sure, sir. I am not sure. A criminal, in the orthodox sense of that word, whether you can talk to him at all. K: Saya tidak yakin, Tuan. Saya tidak yakin. Seorang penjahat, dalam arti ortodoks dari kata itu, apakah Anda betul dapat berbicara dengannya.
1:03:08 WR: That, I don’t know. WR: Itu, saya tidak tahu.
1:03:09 K: I mean, you can pacify him, you know, give him a reward and this and that, but an actual criminal-minded man, will he ever listen to any sanity? The terrorist – you know, sir, the terrorists – will he listen to you, to your sanity? Of course not. K:Maksud saya, Anda bisa menenangkannya, Anda tahu, beri dia hadiah dan ini dan itu, tapi orang yang betul-betul berpikiran kriminal, apakah dia akan mendengarkan kewarasan apa pun? Teroris - Anda tahu, Tuan, para teroris - apakah dia akan mendengarkan Anda, pada kewarasan Anda?
1:03:32 WR: That you can’t say, I don’t know. I am not so positive about it. WR:Itu tidak bisa dipastikan, saya tidak tahu. Saya tidak begitu pasti tentang hal itu.
1:03:36 K: That is what’s happening, sir. K: Itulah yang terjadi, Tuan.
1:03:40 WR: But I have no proof, I can’t say that. WR:Tapi saya tidak punya bukti, saya tidak bisa mengatakan itu.
1:03:43 K: I have no proof either, but you can see what is happening. K:Saya juga tidak punya bukti, tapi Anda dapat melihat apa yang terjadi.
1:03:48 WR: What is happening is, there are terrorists and we don’t know whether any terrorist was transformed and converted to be a good man. We have no proof. WR:Apa yang terjadi adalah, ada teroris... dan kami tidak tahu apakah ada teroris yang berubah... dan berubah menjadi orang baik. Kami tidak punya bukti.
1:04:00 K: You see, that is my whole thing. The bad man evolved into a good man. K:Anda lihat, itu adalah semua cakupan saya. Orang jahat berevolusi menjadi orang baik.
1:04:12 WR: That in the popular sense and the conventional sense, certainly there is, I can’t deny that. WR:Itu dalam arti populer dan arti konvensional, tentu ada, saya tidak bisa menyangkal itu.
1:04:22 K: I don’t quite follow. K:Saya tidak begitu mengikuti.
1:04:24 WR: A bad man...

K: Quotes, ‘bad’ man.
WR: Orang jahat...

K:Dalam tanda kutip, orang 'jahat'.
1:04:27 WR: Yes, that’s right, within inverted commas. A bad man, or a criminal, changing his way of life and becoming a ‘good’ man – good also in inverted commas. WR: Ya, itu benar, di dalam tanda kutip. Orang jahat, atau penjahat, mengubah cara hidupnya... dan menjadi orang 'baik' - bagus juga dalam tanda kutip.
1:04:43 K: Yes, we know that, we have dozens of examples. K:Ya, kita tahu itu, kita memiliki banyak contoh.
1:04:49 WR: Don’t we accept that at all? WR:Apakah sama sekali kita tidak menerima itu?
1:04:51 K: But, no, wait a minute, sir, wait a minute. Bad man who tells lies, who does cruel things, and so on, probably one day he realises that’s an ugly business, and says, ‘I’ll change and become good’, but that is not goodness. Goodness is not born out of badness. K: Tapi, tidak, tunggu sebentar, Tuan, tunggu sebentar. Orang jahat yang berbohong, yang melakukan hal-hal yang kejam, dan sebagainya, mungkin suatu hari dia menyadari bahwa itu adalah hal yang jelek, dan berkata, 'Aku akan berubah dan menjadi baik', tapi itu bukan kebaikan. Kebaikan tidak lahir dari kejahatan.
1:05:26 WR: No, badness, certainly not. WR:Tidak, kejahatan, tentu saja tidak.
1:05:29 K: Therefore the ‘bad’ man, in quotes, can never become the good man, non quotes. K: Karena itu orang 'jahat', dalam tanda kutip, tidak akan pernah bisa menjadi orang baik, tanpa tanda kutip.
1:05:39 WR: No, I would quote surely, ‘goodness’. WR:Tidak, saya akan mengutip, 'kebaikan'.
1:05:43 K: Ah, goodness is not the opposite of the bad. K: Ah, kebaikan bukan lawan dari yang jahat.
1:05:48 WR: At that level, it is.

K: At any level.
WR:Di tingkatan itu, demikian adanya.

K: Pada tingkatan apa pun.
1:05:52 WR: I don’t agree. WR: Saya tidak setuju.
1:05:59 GN: We might put it this way. In the reality level, conventional level, the bad man becomes the good man. I think we carry that phrase, that attitude to the progress psychologically. That’s one thing we do, the human mind does. GN: Kita bisa mengutarakannya begini. Di tingkat realitas, tingkat konvensional, orang jahat menjadi orang baik. Saya pikir kita bawa ungkapan itu, sikap itu... ke kemajuan secara psikologis. Itu satu hal yang kita lakukan, pikiran manusia melakukannya.
1:06:24 WR: That is what we were talking about. That is, transfer of this idea to the psychological realm. WR:Itu yang sedang kita bicarakan. Artinya, transfer ide ini ke ranah psikologis.
1:06:31 K: No, I would like to... Sir, you... were you going to say something? K: Tidak, saya ingin... Tuan, Anda...apakah Anda akan mengatakan sesuatu?
1:06:37 GN: The other thing is, we seem to feel that that psychological progress is the only way the bad man becomes the good man at the relative level. GN:Hal lainnya adalah, kita sepertinya merasakan bahwa kemajuan psikologis itu... adalah satu-satunya cara orang jahat menjadi... orang baik pada tingkatan terkait.
1:06:50 K: I don’t want even to... you see, Narayan, you are making it again a relative thing. Sir, may I put it this way: is there an opposite? K: Saya bahkan tidak ingin... Anda lihat, Narayan, Anda lagi-lagi membuatnya sebagai hal yang relatif. Tuan, boleh saya katakan begini: apakah ada yang berlawanan?
1:07:09 GN: At the relative level?

K: No, at any level – psychological, of course, you are wearing yellow and I am wearing brown, the opposite: night and day, man and woman and so on, so on. But is there an opposite of fear? Is there an opposite of goodness? Is love the opposite of hate?
GN:Di tingkat relatif?

K:Tidak, pada tingkat apa pun... - secara psikologis, tentu saja, Anda mengenakan kuning dan saya memakai cokelat, yang berlawanan: malam dan siang, pria dan wanita dan seterusnya. Tetapi apakah ada lawan dari rasa takut? Apakah ada lawan dari kebaikan? Apakah cinta bertolak belakang dengan kebencian?
1:07:53 WR: Yes, if you ask me... WR:Ya, jika Anda bertanya kepada saya.
1:07:54 K: Opposite, which means duality. K:Berlawanan, yang berarti dualitas.
1:07:57 WR: Yes, certainly, I would say this – we are talking in dualistic terms. WR:Ya, tentu saja, saya akan mengatakan ini... - kita berbicara dalam istilah-istilah yang dualistik.
1:08:07 K: All language is dualistic as it is. K:Semua bahasa itu, seperti apa adanya, adalah dualistis.
1:08:11 WR: You can’t talk, I can’t talk without dualistic approach. WR:Anda tidak bisa bicara, saya tidak bisa bicara tanpa... pendekatan dualistis.
1:08:14 K: Yes, sir, comparing, judging. But I am not talking of that. K: Ya, Tuan, membandingkan, menilai. Tapi saya tidak membicarakan hal itu.
1:08:17 WR: And at the moment you speak about the absolute, the ultimate, when we talk good and bad we are talking in the dualistic level. WR:Dan saat ini Anda berbicara ten- tang yang absolut, yang tertinggi, ketika kita berbicara baik dan buruk, kita berbicara di tingkat dualistik.
1:08:32 K: No, that’s why I want to move away. K: Tidak, itu sebabnya saya ingin pindah.
1:08:34 WR: You can’t talk about the absolute in terms of good or bad, there is nothing called absolute good, or bad. WR:Anda tidak dapat berbicara tentang yang absolut... dalam hal baik atau buruk, tidak ada yang disebut baik mutlak, atau buruk.
1:08:39 K: No, no, sir. Is courage the opposite of fear? That is, if fear is non-existent, is it courage? Or it is something totally different? K: Tidak, tidak, Tuan. Apakah keberanian lawan dari rasa takut? Yaitu, jika rasa takut tidak ada, apakah itu keberanian? Atau itu sesuatu yang sama sekali berbeda?
1:09:11 IS: It is something totally different. IS: Itu sesuatu yang secara total berbeda.
1:09:13 K: Therefore it is not the opposite. Goodness is never the opposite of bad. So what are we talking about when we say, ‘I will move, change from my conditioning, which is bad, to freedom from conditioning, which is good’? Therefore freedom is the opposite of my conditioning. Therefore it is not freedom at all! That freedom is born out of my conditioning, because I am caught in this prison and I want to be free. It is a reaction to the prison, which is not freedom. K: Karenanya, itu bukan lawannya. Kebaikan tidak pernah lawan dari yang buruk. Jadi apa yang kita bicarakan... ketika kita berkata, 'Saya akan bergerak, berubah... dari pengoondisian saya, yang adalah buruk, ke kebebasan dari pengondisian, yang adalah baik '? Karena itu kebebasan adalah lawan dari pengondisian saya. Karenanya, itu sama sekali bukan kebebasan! Kebebasan itu lahir dari pengondisian saya, karena saya terperangkap dalam penjara ini dan saya ingin bebas. Ini adalah reaksi terhadap penjara, yang bukan kebebasan.
1:10:23 WR: I don’t quite follow. WR:Saya tidak cukup paham.
1:10:33 K: Sir, could we consider for a minute: is love the opposite of hate? K: Tuan, bisakah kita pertimbangkan sebentar: Apakah cinta lawan dari kebencian?
1:10:51 WR: The only thing you can say is, where there is love there is no hate. WR: Satu-satunya hal yang bisa Anda katakan adalah, di mana ada cinta, tidak ada kebencian.
1:10:57 K: Ah, no, no. I am asking quite a different question. I am asking: is hate the opposite of affection, love? If it is, then in that affection, in that love, there is hate because it is born out of hate, out of the opposite. All opposites are born out of their own opposites. No? K:Ah, tidak, tidak. Saya mengajukan pertanyaan yang sangat berbeda. Saya bertanya: apakah kebencian ber- lawanan dengan kasih sayang, cinta? Jika ya, maka dalam kasih sayang itu, dalam cinta itu, ada kebencian, karena ia lahir dari kebencian, dari lawannya. Semua yang berlawanan lahir dari lawan mereka sendiri. Tidak?
1:11:30 WR: I don’t know. That is what you say. WR: Saya tidak tahu. Itu yang Anda katakan.
1:11:35 K: But it is a fact, sir. Look, I am afraid and I cultivate courage in order to put away fear. I take a drink, or you know, all the rest of it, to get rid of fear. And at the end of it I say I am very courageous. All the war heroes and all the rest of them are given medals for this because they are frightened and they say, ‘We must go and kill’ or do something, and they are very courageous – heroes. K:Tapi itu fakta, Tuan. Dengar, aku takut... dan saya membina keberanian untuk menyingkirkan rasa takut. Saya minum, atau Anda tahu, semua lainnya itu, untuk menghilangkan rasa takut. Dan pada ujung akhirnya saya katakan saya sangat berani. Semua pahlawan perang dan semua yang lainnya... diberikan medali untuk ini karena mereka takut... dan mereka berkata, 'Kita harus pergi dan membunuh'... atau melakukan sesuatu, dan mereka sangat berani - pahlawan.
1:12:15 WR: That is not courage. WR: Itu bukan keberanian.
1:12:18 K: Therefore I am saying anything born out of its opposite contains its own opposite. K: Karena itu saya mengatakan sesuatu yang lahir dari lawannya... mengandung lawannya sendiri.
1:12:29 WR: How? WR: Bagaimana?
1:12:33 K: Sir, if someone hates and then says I must love, that love is born out of hate, because he knows what hate is and he says, ‘I must not be that, and I must be that’. So that is the opposite of this. Therefore that opposite contains this. K: Tuan, jika seseorang membenci... dan kemudian berkata saya harus mencintai, cinta itu lahir dari kebencian, karena ia tahu apa kebencian itu... dan dia berkata, 'Saya tidak boleh seperti itu, dan saya harus seperti itu'. Jadi itu lawan dari ini. Karenanya, lawan itu mengandung ini.
1:13:05 WR: I don’t know whether it is the opposite. WR: Saya tidak tahu apakah itu adalah lawannya.
1:13:08 K: That is how we live, sir! This is what we do! I am sexual, I must not be sexual. I take a vow of celibacy – not I – people take a vow of celibacy which is the opposite. So we are always caught in this corridor of opposites. And I question the whole corridor. I don’t think it exists. We have invented it, but actually it doesn’t exist. I mean, please, this is explanation, don’t accept anything, sir. K:Begitulah cara kita hidup, Tuan! Inilah yang kita lakukan! Saya seksual, saya tidak boleh seksual. Saya mengambil sumpah selibat - bukan saya - orang-orang mengambil sumpah selibat yang merupakan lawannya. Jadi kita selalu terjebak di koridor yang berlawanan ini. Dan saya mempertanyakan seluruh koridor itu. Saya rasa itu tidak ada. Kami telah menciptakannya, tetapi sebenarnya itu tidak ada. Maksud saya, tolong, ini adalah pen- jelasan, jangan terima apa pun, Tuan.
1:14:05 IS: Personally from the way in which I, where I stand at this moment, see it, and I claim no possibilities for either the truth of it, or something, it is a working hypothesis.

K: No, madam, you can...
IS:Secara pribadi dari posisi... di mana saya, di mana saya berdiri saat ini, melihatnya, dan saya tidak mengklaim kemungkinan-kemungkinan... baik untuk kebenarannya, atau sesuatu, itu adalah suatu hipotesa yang berhasil.

K:Tidak Nyonya, Anda dapat...
1:14:22 IS: I see this channel as a humanising factor. IS:Saya melihat saluran ini sebagai faktor yang memanusiakan.
1:14:26 K: Which? K: Yang mana?
1:14:28 IS: This channel of opposites, we are caught in it. IS:Saluran berlawanan ini, kita terjebak di dalamnya.
1:14:31 K: Oh no, that is not a humanising factor! That is like saying ‘I have been a tribal entity, now I have become a nation, and then ultimately international’ – it is still tribalism going on. K: Oh tidak, itu bukan faktor yang memanusiakan! Itu seperti mengatakan... ‘Saya dahulunya adalah entitas suku, sekarang saya telah menjadi bangsa, dan akhirnya internasional ' - itu masih berlangsungnya kesukuan.
1:14:50 IS: No. That I quite agree. I see it in the sense of a really barbaric stage, I could have laughed when you had broken your leg, nowadays I could not laugh any more. I mean it in that sense. IS:Tidak. Itu, saya sangat setuju. Saya melihatnya dalam arti tahapan yang benar-benar biadab, Saya bisa tertawa ketika kaki Anda patah, saat ini saya tidak bisa tertawa lagi. Maksud saya dalam arti itu.
1:15:09 DB: I think we do actually – I think both of you are saying we do in some sense make progress, in the sense that we’re not as barbaric as before. Right? DB:Saya pikir kita benar-benar... - saya pikir Anda berdua mengatakan, kita dalam arti tertentu membuat kemajuan, dalam arti bahwa kita tidak sebiadab seperti sebelumnya. Benar?
1:15:22 IS: That is what I mean as the humanising factor. IS:Itulah yang saya maksud sebagai faktor memanusiakan.
1:15:24 DB: That’s what I think you both are saying. DB: Itulah yang saya pikir Anda berdua katakan.
1:15:26 K: I question whether it is humanising. K: Saya mempertanyakan apakah itu memanusiakan.
1:15:29 WR: I don’t like to go to extremes of the fact. WR: Saya tidak ingin pergi ke terlalu jauh, ekstrim, dari fakta.
1:15:34 K: No, this is not extremes, this is just facts. Facts are not extreme! K: Tidak, ini bukan ekstrem, ini hanya fakta. Fakta tidak ekstrim!
1:15:39 DB: Are you saying that this is not a genuine progress? You see, in the past people were far more barbaric generally than they are today, and therefore would you say that that really doesn’t mean very much? DB:Apakah Anda mengatakan bahwa ini bukan kemajuan asli? Anda lihat, di masa lalu orang jauh lebih biadab pada umumnya... daripada hari ini, dan karena itu akankah Anda mengatakan bahwa... itu benar-benar tidak berarti banyak?
1:15:53 K: I don’t quite follow.

DB: Well, some people would point to their past and say there was a great deal of barbarism then.
K:Saya tidak cukup mengikutinya.

DB: Ya, orang-orang tertentu akan menunjukkan masa lalu mereka... dan mengatakan ada banyak barbarisme saat itu.
1:16:00 K: We are still barbarous.

DB: Yes, we are, but some people say we are not as barbaric as...
K:Kita masih barbar.

DB: Ya, kita adalah barbar, tetapi orang-orang tertentu mengata- kan kita tidak sebiadab seperti...
1:16:04 K: Not ‘as’. K: Tidak ‘se’.
1:16:05 DB: Let’s see if we can get it straight. Now would you say that that is not important, that is not significant? DB:Mari kita lihat apakah kita bisa meluruskannya. Sekarang, akankah Anda mengatakan bahwa itu tidak penting, itu tidak berarti?
1:16:12 K: No. When I say I am better than I was – it has no meaning. K:Tidak. Ketika saya mengatakan saya lebih baik dari saya sebelumnya... - itu tidak ada artinya.
1:16:18 DB: You say that has no meaning to say that. DB:Anda mengatakan itu tidak ada artinya untuk mengatakan itu.
1:16:20 K: Absolutely, it has no meaning.

DB: I think we should clarify that.
K: Tentu saja, itu tidak ada artinya.

DB:Saya pikir kita harus menjelaskan itu.
1:16:28 WR: In the relative, dualistic sense I don’t accept that. I can’t see that. But in the absolute, ultimate sense there is nothing like that. WR:Dalam arti relatif, dualistis, saya tidak menerima itu. Saya tidak bisa melihatnya. Tetapi dalam arti absolut, ter- akhir, tidak ada yang seperti itu.
1:16:44 K: No, not ultimately – I won’t even accept that word ‘ultimately’. I see how the opposite is born in everyday life, not ultimately. I am greedy, that’s a fact. I try to become non-greedy, which is non-fact, but if I remain with the fact I am greedy, then I can do something about it actually, now. Therefore there is no opposite. Sir, you know violence and non-violence. Non-violence is the opposite of violence, as an ideal. So non-violence is non-fact. Violence is the only fact. Right? So I can then deal with facts, not with non-facts. K: Tidak, tidak pada akhirnya - Saya bahkan tidak akan... menerima kata 'akhirnya' itu. Saya melihat bagaimana yang lawannya lahir... dalam kehidupan sehari-hari, bukan pada akhirnya. Saya tamak, itu fakta. Saya mencoba menjadi tidak-serakah, yang bukan fakta, tetapi jika saya tetap dengan fakta saya tamak, maka saya secara aktual dapat melaku- kan sesuatu terhadap itu, sekarang. Karenanya tidak ada lawannya. Tuan, Anda tahu kekerasan dan non-kekerasan. Non-kekerasan adalah lawan dari kekerasan, sebagai yang ideal. Jadi non-kekerasan adalah bukan-fakta. Kekerasan adalah satu-satunya fakta. Benar? Jadi saya bisa berurusan dengan fakta, tidak dengan bukan-fakta.
1:18:17 WR: So what is your point? WR: Jadi apa maksud Anda?
1:18:18 K: My point is: there is no duality even in daily life. It is the invention of all these philosophers, intellectuals, who say there is the opposite, work for that. The Utopians, the idealists. The fact is I am violent, that’s all. Let me deal with that. And to deal with it don’t invent non-violence. K:Maksud saya: tidak ada dualitas bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Itu adalah penemuan semua filsuf, para intelektual, yang mengatakan ada yang lawannya, usahakan ke situ. Kaum Utopis, kaum idealis. Faktanya adalah saya keras, itu saja. Biarkan saya hadapi itu. Dan untuk menghadapi itu, jangan menciptakan anti-kekerasan.
1:18:47 IS: The question therefore is: how am I now going to deal with it having accepted the fact that I am violent... IS:Karena itu pertanyaannya adalah: bagaimana sekarang saya menghadapinya, setelah menerima kenyataan bahwa saya kasar...
1:18:53 K: No, not accepted, it’s a fact.

IS:...having seen it.
K: Tidak, tidak menerima, itu fakta.

IS:...setelah melihatnya.
1:18:57 K: Then we can proceed, I’ll show you. K:Lalu kita dapat melanjutkan, saya akan tunjukkan kepada Anda.
1:18:59 IS: And the question is how to proceed. IS: Dan pertanyaannya adalah bagaimana melanjutkan.
1:19:02 K: We’ll proceed with that. But first I must see what I have done. I avoid the fact and run away to non-fact. That is what is happening in the world – all over. So don’t run but remain with the fact. Can you do it? K:Kita akan melanjutkan dengan itu. Tetapi pertama-tama saya harus me- lihat apa yang telah saya lakukan. Saya menghindari fakta dan melarikan diri ke bukan-fakta. Itulah yang terjadi di dunia - di seluruh dunia. Jadi jangan lari tetapi tetap dengan fakta. Dapatkah Anda melakukannya?
1:19:39 IS: It is part of our training. That is part of the training that I learnt. That is precisely the point. IS: Ini adalah bagian dari pelatihan kami. Itu adalah bagian dari pelatihan yang saya telah pelajari. Tepatnya, itulah intinya.
1:19:46 K: I am sorry, I won’t accept the word ‘training’. K:Saya minta maaf, saya tidak akan menerima kata 'pelatihan'.
1:19:48 IS: Well, it is precisely this ‘can you do it’... IS:Ya, inilah tepatnya 'bisakah Anda melakukannya'...
1:19:52 K: I said of course you can do it. K:Saya katakan tentu saja Anda bisa melakukannya.
1:19:54 IS:...and one does it though one very often does not like doing it. IS: ...dan orang melakukannya meski amat sering tidak suka melakukannya.
1:19:59 K: It is like seeing something dangerous and you say, ‘It’s dangerous, I won’t go near it’. Running away from the fact is dangerous. Finished. You don’t run. That doesn’t mean you train, you practise not to run, you don’t run. I think the gurus have invented this running, the philosophers. Sorry. K:Ini seperti melihat sesuatu yang berbahaya... dan Anda berkata, 'Ini berbahaya, saya tidak akan mendekatinya'. Melarikan diri dari fakta adalah berbahaya. Selesai. Anda tidak melarikan diri. Itu tidak berarti Anda berlatih, Anda praktek untuk tidak melarikan diri. Anda tidak melarikan diri. Saya pikir para guru telah menemu- kan pelarian diri ini, para filsuf. Maaf.
1:20:36 WR: There is no running away. That is entirely different. It is a wrong way of putting it.

K: No, sir.
WR: Tidak ada pelarian diri. Itu sama sekali berbeda. Ini adalah cara yang salah untuk mengatakannya.

K:Tidak, Tuan.
1:20:46 WR: You can’t run away.

K: No, I am saying, look.
WR:Anda tidak bisa melarikan diri.

K: Tidak, saya katakan, lihat.
1:20:51 WR: If you see, there is no running in it. WR:Jika Anda melihat, tidak ada pelarian diri di dalamnya.
1:20:55 K: I am saying, don’t run. Then you see. Ah, no, don’t run, then you see. But we say, ‘I can’t see because I am caught in that’. K:Saya katakan, jangan lari. Lalu Anda melihat. Ah, jangan, jangan lari, lalu Anda melihat. Tetapi kita mengatakan, 'Saya tidak bisa melihat karena... saya terjebak di dalamnya'.
1:21:22 WR: Now I quite see that, what you say, your point, I see very well. WR:Sekarang saya jelas melihat itu, apa yang Anda katakan, maksud Anda, saya melihat dengan sangat baik.
1:21:31 K: So, there is no duality. K: Jadi, tidak ada dualitas.
1:21:36 WR: Where? WR: Di mana?
1:21:37 K: Now, in daily life, not ultimately. K: Sekarang, dalam kehidupan sehari-hari, bukan nanti.
1:21:43 WR: What is duality? WR: Apakah dualitas itu?
1:21:44 K: Which is the opposite. Violence and non-violence. The whole of, you know, India has been practising non-violence which is nonsense. There is only violence, let me deal with that. Let human beings deal with violence, not with the ideal of non-violence. K: Yang adalah lawannya. Kekerasan dan non-kekerasan. Seluruh, Anda tahu, India telah mempraktikkan non-kekerasan, yang adalah omong kosong. Hanya ada kekerasan, biar saya urus itu. Biarkan manusia berurusan dengan kekerasan, bukan dengan cita-cita non-kekerasan.
1:22:13 WR: Yes, that is of course quite a different question, what you are talking.

K: No.
WR:Ya, itu tentu saja persoalan yang sangat berbeda, apa yang Anda bicarakan.

K: Tidak.
1:22:21 WR: I fully agree, if you see the fact, this is a fact, we must handle this. WR: Saya sepenuhnya setuju, jika Anda melihat fakta, ini adalah fakta, kita harus menangani ini.
1:22:27 K: Therefore there is no progress. K:Karena itu tidak ada kemajuan.
1:22:33 WR: That’s a word you can use anyway. WR:Itu suatu kata yang bagaimana pun bisa Anda gunakan.
1:22:35 K: No, not any way.

WR: It is simply a word.
K: Tidak, tidak juga.

WR:Itu hanya sebuah kata.
1:22:38 K: No, sir, no sir. When we have an ideal, to achieve that ideal I need time. Right? Therefore I will evolve to that. K: Tidak, Tuan, tidak Tuan. Ketika kita memiliki cita-cita, untuk mencapai ideal itu saya perlu waktu. Benar? Karena itu saya akan berevolusi ke arah itu.
1:23:10 WR: So?

K: So no ideals. Only facts.
WR: Jadi?

K: Jadi tidak ada cita-cita. Hanya fakta.
1:23:22 WR: It is perfectly so. What is the difference, the argument? We agree there are only facts. WR: Sangat sempurna demikian adanya. Apa bedanya, argumennya? Kami setuju hanya ada fakta.
1:23:30 K: Which means, sir, to look at facts time is not necessary. K: Artinya, Tuan, untuk melihat fakta, waktu tidak perlu.
1:23:37 WR: Absolutely not. WR: Sama sekali tidak.
1:23:40 K: Therefore if time is not necessary, I can see it now. K: Karena itu jika waktu tidak diperlukan, Saya bisa melihatnya sekarang.
1:23:46 WR: Yes, certainly.

K: You can see it now. Why don’t you?
WR:Ya tentu saja.

K:Anda bisa melihatnya sekarang. Kenapa Anda tidak?
1:23:52 WR: Why don’t you? That is another question. WR: Kenapa Anda tidak? Itu pertanyaan lain.
1:23:54 K: No, no, no.

WR: Yes.
K: Tidak, tidak, tidak.

WR: Ya.
1:23:56 K: No, no, not another question.

DB: It’s the same. If you take it seriously that time is not necessary, then right now one could perhaps clear up the whole thing.
K: Tidak, tidak, bukan pertanyaan lain.

DB: Sama saja. Jika Anda serius menangkapnya bahwa waktu tidak perlu, maka saat ini juga, mungkin orang bisa menjernihkan semuanya.
1:24:10 WR: Yes, that does not mean all human beings can do it, there are people who can do it. WR: Ya, itu tidak berarti semua orang bisa melakukannya, ada orang yang bisa melakukannya.
1:24:16 K: No. If I can see it, you can see it. K: Tidak. Jika saya bisa melihatnya, Anda bisa melihatnya.
1:24:22 WR: I don’t think so. I don’t agree with you frankly. WR: Saya kira tidak. Saya terus terang tidak setuju dengan Anda.
1:24:28 K: It is not a question of agreement, sir, I am not trying to argue about this matter, so there is no agreement or disagreement. But when we have ideals away from facts time is necessary to get there, progress is necessary. I must have knowledge to progress. All that comes in. Right? So can you abandon ideals? K: Ini bukan masalah kesepakatan, Tuan, Saya tidak mencoba berdebat tentang masalah ini, jadi tidak ada kesepakatan atau ketidaksepakatan. Tetapi ketika kita memiliki cita-cita yang menjauh dari fakta, waktu diperlukan untuk sampai ke sana, kemajuan diperlukan. Saya harus memiliki pengetahuan untuk maju. Semua itu masuk. Benar? Jadi bisakah Anda meninggalkan cita-cita?
1:25:17 WR: It is possible.

K: Ah, not ‘possible’! The moment you use the word ‘possible’ you say time is necessary.
WR: Itu mungkin.

K: Ah, bukan ‘mungkin’! Saat Anda menggunakan kata 'mungkin', Anda menyatakan waktu adalah perlu.
1:25:26 WR: I mean seeing the facts... WR:Maksud saya melihat fakta...
1:25:29 K: Do it now, do it, sir, not – forgive me, I am not being authoritarian – when you say it is possible you have already moved away. K:Lakukan sekarang, lakukan, Tuan, tidak - maafkan saya, saya tidak bersikap otoriter... ketika Anda mengatakan itu adalah mungkin, Anda sudah pergi.
1:25:41 WR: I mean to say, that I must say that everybody can’t do it. WR: Maksud saya, bahwa saya harus mengatakan, bahwa semua orang tidak dapat melakukannya.
1:25:48 K: How do you know? K: Bagaimana Anda tahu?
1:25:50 WR: That is a fact. That is a fact. WR: Itu fakta. Itu fakta.
1:25:53 K: No, I won’t accept that. K: Tidak, saya tidak akan menerimanya.
1:25:55 IS: May I perhaps come in with a concrete example. I think we can possibly come together on that. If I stand on a high – a concrete fact – on a high springboard over a swimming pool and I cannot swim and I am told just jump in and relax completely, the water will carry you. This is perfectly true, I can do it. There is nothing that prevents me except that I am frightened of doing it. That is I think the point in question. And therefore this is I think the question. Of course we can all see, there’s no difficulty but there is this basic fear which does not stand to reason that makes us shy away. IS: Boleh saya masuk dengan contoh konkret. Saya pikir kita mungkin bisa bertemu dalam hal itu. Jika saya berdiri di ketinggian - fakta nyata - di papan loncat yang tinggi... di atas kolam renang dan saya tidak bisa berenang... dan saya diberitahu agar melompat saja dan bersantai sepenuhnya, air akan mengangkat Anda. Ini sepe- nuhnya benar, saya bisa melakukannya. Tidak ada yang menghalangi saya, kecuali bahwa saya takut melakukannya. Itulah menurut saya inti yang dimaksud. Dan karena itu inilah saya pikir persoalannya. Tentu saja kita semua bisa melihatnya, tidak ada kesulitan, tetapi ada rasa takut mendasar ini... yang tidak masuk akal yang membuat kita menghindar.
1:26:47 K: Please forgive me, I am not talking of that, we are not saying that. If one realises that one is greedy, why do we invent non-greed? K:Maafkan saya, saya tidak berbicara tentang itu, kami tidak mengatakan itu. Jika orang menyadari bahwa ia tamak, mengapa kita menciptakan ketidak-serakahan?
1:27:13 IS: I wouldn’t know because it seems to me so obvious that if I am greedy, then I am greedy. IS:Saya tidak akan tahu karena menurut saya begitu jelas bahwa... jika saya tamak, maka saya tamak.
1:27:18 K: Now why do we have the opposite? Why? All religions say we mustn’t be greedy, all philosophers if they are worth their salt, they say don’t be greedy, or something else. Or if you are greedy, you will not reach heaven. So they have always cultivated through tradition, through saints, the whole gamut of it, cultivated this idea – the opposite. Right? So I don’t accept that. I say that is an escape from this. K:Sekarang mengapa kita memiliki lawannya? Mengapa? Semua agama mengatakan kita harus tidak tamak, semua filsuf jika mereka layak disebut demikian, mereka mengatakan jangan tamak, atau sesuatu lainnya. Atau jika Anda tamak, Anda tidak akan mencapai surga. Jadi mereka selalu membudayakan... melalui tradisi, melalui orang- orang kudus, keseluruhannya itu, mengolah ide ini - lawannya. Benar? Jadi saya tidak menerima itu. Saya mengatakan bahwa itu adalah jalan pelarian dari ini.
1:28:06 IS: Which it is. It is a half way stage at best. IS:Memang begitu. Ini paling-paling adalah tahap setengah jalan terbaik.
1:28:11 K: It is an escape from this. Right? And it won’t solve this problem. K:Itu adalah pelarian dari ini. Betul? Dan itu tidak akan menyelesaikan masalah ini.
1:28:16 IS: It hasn’t solved.

K: It hasn’t. So to deal with the problem, remove that. I can’t have one foot there and one foot here. I must have both my feet here.
IS:Itu tidak menyelesaikan masalah.

K: Tidak. Jadi untuk mengatasi masalah tersebut, hapus itu. Saya tidak dapat menaruh satu kaki di sana dan satu kaki di sini. Saya harus menaruh kedua kaki saya di sini.
1:28:34 IS: And if both my feet are here?

K: Wait, no. A simile, a simile. So I have no opposite, which implies time, progress, practice, trying, becoming, the whole gamut of it.
IS: Dan jika kedua kaki saya ada di sini?

K: Tunggu, tidak. Perumpamaan, perumpamaan.

K:Tunggu, bukan. Suatu kiasan, kiasan. Jadi saya tidak punya lawan, yang menyiratkan waktu, kemajuan, latihan, mencoba, menjadi, keseluruhannya itu.
1:28:52 IS: So I see I am greedy, or I am violent. IS:Jadi saya melihat saya rakus, atau saya keras.
1:28:59 K: So that requires now we have to go into something entirely different.

IS: And then what?
K:Jadi itu sekarang mengharuskan kita melakukan... mendalami sesuatu yang sama sekali berbeda.

IS: Lalu apa?
1:29:08 K: How is one, a human being – not ‘how’ – can a human being be free of greed now? That’s the question. Not eventually. You see, I am not interested in being greedy next life – who cares! – or the day after tomorrow, I am not interested in it, I want to be free of sorrow, pain, now. So I have no ideals at all. Right, sir? Then I have only this fact, I am greedy. Now, do we go into that? What is greed? The very word is condemnatory. Right, sir? The word has been in my mind for centuries, and that word ‘greed’ immediately condemns the fact. By saying ‘I am greedy’ I have already condemned it. Right? Now can I look at that fact without the word with all its intimations, all its content, with its tradition? Look at it. You cannot understand the depth and the feeling of greed or be free of it if you are caught in words. So as my whole being is concerned with greed, it says, ‘All right, I won’t be caught in it, I won’t use the word 'greed'’. Right? Now, is that feeling devoid of the word, divorced from the word ‘greed’? K: Bagaimana seseorang, seorang manusia - bukan ‘bagaimana’ - bisakah manusia bebas dari ketamakan sekarang? Itu pertanyaannya. Tidak pada akhirnya. Nah, saya tidak tertarik menjadi serakah dalam kehidupan berikutnya... - siapa peduli! - atau lusa, saya tidak tertarik, saya ingin bebas dari kesedihan, rasa sakit, sekarang. Jadi saya tidak punya cita-cita sama sekali. Benar, Tuan? Maka saya hanya memiliki fakta ini, saya tamak. Sekarang, apakah kita akan mendalaminya? Apa ketamakanitu? Kata itu sangat menghakimi. Benar, Tuan? Kata itu telah ada di pikiran saya selama berabad-abad, dan kata 'serakah' langsung mengutuk fakta itu. Dengan mengatakan 'saya tamak' saya sudah mengutuknya. Betul? Sekarang dapatkah saya melihat fakta itu... tanpa kata-kata dengan segala isyaratnya, semua isinya, dengan tradisinya? Lihat padanya. Anda tidak bisa memahami kedalaman dan rasa ketamakan ... atau bebas dari itu, jika Anda terjebak dalam kata-kata. Jadi selagi seluruh keberadaan saya peduli dengan ketamakan, itu berkata, ‘Baiklah, saya tidak akan terjebak di dalamnya, saya tidak akan menggunakan kata 'tamak'. Benar? Sekarang, apakah perasaan itu tanpa kata, terceraikan dari kata 'ketamakan'?
1:31:30 IS: No, it isn’t. IS: Tidak, tidak.
1:31:35 WR: It has no word.

K: No, no.
WR: Tidak ada kata.

K: Tidak, tidak.
1:31:45 IS: Please go on. IS: Silahkan lanjutkan.
1:31:51 K: So, as my mind is full of words and caught in words, can it look at something, greed, without the word? K:Jadi, karena pikiran saya penuh dengan kata-kata... dan terperangkap dalam kata-kata, dapatkah ia melihat sesuatu, tamak, tanpa kata?
1:32:11 WR: That is really seeing the fact.

K: Then only I see the fact. Then only I see the fact.

WR: Yes, without the word.
WR: Itu benar-benar melihat fakta.

K: Maka baru, saya melihat fakta. Maka baru saya melihat fakta.

WR: Ya, tanpa kata.
1:32:21 K: Therefore it has no value. Finished! This is where the difficulty lies, sir. I want to be free of greed because it is in my blood, my tradition, my upbringing, education, everything says be free of that ugly thing. So I am all the time making an effort to be free of that. Right? I am not educated, thank god, on those lines. So I say, all right, I have only fact, the fact is I am greedy. Right? I want to understand the nature and the structure of that word, of that feeling. What is it? What is the nature of that feeling? Is it a remembrance? You understand, sir? If it is a remembrance, I am looking at it, the present greed, with past remembrances. The past remembrances have said condemn it. Can I look at it without past remembrances? K:Karenanya, itu tidak mempunyai nilai. Selesai! Di sinilah letak kesulitannya, Tuan. Saya ingin bebas dari ketamakan, karena itu ada dalam darah saya, tradisi saya, asuhan, pendidikan saya, semuanya mengatakan bebaslah dari hal buruk itu. Jadi saya selalu berusaha untuk bebas dari itu. Benar? Saya tidak dididik, beruntunglah saya, di jalur itu. Jadi saya katakan, baiklah, Saya hanya punya fakta, faktanya adalah saya tamak. Benar? Saya ingin memahami sifat dan struktur kata itu, dari perasaan itu. Apakah itu? Apa sifat perasaan itu? Apakah itu suatu kenangan? Anda paham, Tuan? Jika itu adalah kenangan, Saya sedang melihat ke itu, ketamakan saat ini, dengan kenangan-kenangan masa lalu. Kenangan-kenangan masa lalu mengatakan, kutuk itu. Bisakah saya melihatnya tanpa kenangan masa lalu?
1:34:05 WR: Exactly.

K: I am going to show you. Right, sir?
WR:Tepat.

K:Saya akan tunjukkan kepada Anda. Benar, Tuan?
1:34:15 WR: Yes, if you can see without – yes. WR:Ya, jika Anda bisa melihat tanpa - ya.
1:34:18 K: I’ll show you, go into it a little more because the past remembrance condemns this and therefore strengthens this. Right? If it is something new, I won’t condemn it. But because it is new but made old by remembrances, by memories, by experience, I condemn it. So can I look at it without the word, without the association of words? That doesn’t need discipline, that doesn’t need practice, that doesn’t need some guide, just to say, look, can I look at it without the word? Can I look at that tree, woman, man, sky, heaven, bird, without the word and find out? But someone comes along and tells me, ‘I’ll show you how to do it’, then I’m lost. I don’t know... And ‘how to do it’ is the whole sacred books. Sorry. All the gurus, all the bishops, the popes, the whole gang, the whole cahoot of it. So, do we stop now?

GN: Yes, sir, I think we stop now.
K:Saya akan tunjukkan kepada Anda, masuk ke dalamnya sedikit lagi, karena kenangan masa lalu mengutuk ini... dan karenanya memperkuat ini. Betul? Jika itu adalah sesuatu yang baru, saya tidak akan mengutuknya. Tetapi karena itu baru, tetapi dibuat menjadi tua oleh ke- nangan, oleh memori, oleh pengalaman, saya mengutuknya. Jadi bisakah saya melihatnya tanpa kata, tanpa asosiasi dari kata-kata? Itu tidak memerlukan disiplin, itu tidak memerlukan latihan, itu tidak membutuhkan panduan, sekedar mengatakan, lihat, dapatkah saya melihatnya tanpa kata? Dapatkah saya melihat pohon, wanita, pria, langit, angkasa, burung, tanpa kata dan mencari tahu? Tetapi seseorang datang dan memberi tahu saya, 'Saya akan menunjukkan kepada Anda bagaimana melakukannya', maka saya tersesat. Saya tidak tahu... Dan 'bagaimana melakukannya' adalah di dalam seluruh kitab suci. Maaf. Semua guru, semua uskup, para paus, seluruh komplotan, seluruh kolusi itu. Jadi, apakah kita berhenti sekarang?

GN:Ya, Tuan, saya pikir kita berhenti sekarang.
1:36:14 K: By Jove, we have been talking an hour and a half. K:Astaga, kita sudah bicara satu setengah jam.
1:36:19 WR: It depends on you. I am very much interested, I am not tired at all. WR: Tergantung Anda . Saya sangat tertarik, saya sama sekali tidak lelah.
1:36:25 K: We had better keep it for tomorrow morning and tomorrow afternoon. Don’t let’s overeat! K: Sebaiknya kita lanjutkan besok pagi... dan besok siang. Jangan sampai makan berlebihan!
1:36:34 WR: There are several other things that I would like to ask you tomorrow morning and afternoon.

K: Yes, sir. We’ll go into it.
WR: Ada beberapa hal lain yang ingin saya tanyakan pada Anda, besok pagi dan sore.

K:Ya, Tuan. Kita akan dalaminya.