Krishnamurti Subtitles home


BR7879CBS3 - Apakah ada kemauan bebas?
Diskusi ke-3 dengan para ahli Buddhis
Brockwood Park, UK
23 Juni 1978



0:17 Giddu Narayan: I am suggesting that Dr Rahula puts all the questions that he has noted down, so that in the course of the discussion we can cover most of the ground. And I have also got one or two things to say. I would like also to put it so that the discussion can centre round the questions. Giddu Narayan:Saya menyarankan agar Dr Rahula... mengajukan semua pertanyaannya, yang ia telah catat, sehingga dalam perjalanan diskusi, kita bisa meliput sebagian besar medan. Dan saya juga punya satu atau dua hal untuk dikatakan. Saya juga ingin mengutarakannya, sehingga diskusi dapat berpusat sekitar pertanyaan-pertanyaan.
0:45 Walpola Rahula: Why not put your question first? Walpola Rahula:Mengapa tidak mengutarakan pertanyaan Anda dahulu?
0:48 GN: My question is, in the Mahayana philosophy... Krishnamurti: Could you explain what Mahayana is in the Buddhist philosophy? GN: Pertanyaan saya adalah dalam filosofi Mahayana... Krishnamurti: Bisakah Anda menjelaskan Mahayana itu apa dalam filsafat Buddhis?
0:59 GN: As coming from Nagarjuna, probably the greatest thinker, second century: he talked a great deal about sunyata, void, and it has a very close association with insight. And I believe the whole of later Buddhist thought owes its strength to this Nagarjuna’s idea of sunyata as being something which is pure, pristine. And there is no insight without sunyata. I will put it that way. And then he also said that without understanding the outer there is no possibility of going to the inner. Then he also made a statement which seems to be fallacious: samsara is nirvana, and nirvana is samsara. David Bohm: What nirvana and samsara? GN:Seperti yang datang dari Nagarjuna, mungkin pemikir terhebat, abad kedua: dia banyak bicara tentang sunyata, kehampaan, dan itu memiliki hubungan yang sangat dekat dengan wawasan. Dan saya percaya keseluruhan pemikiran Buddhis yang belakangan... berkekuatan berkat gagasan sunyata Nagarjuna ini, sebagai sesuatu yang murni, asli. Dan tidak ada wawasan tanpa sunyata. Saya katakannya seperti itu. Dan kemudian dia juga mengatakan bahwa tanpa memahami bagian luar... tidak ada kemungkinan untuk masuk ke batin. Kemudian dia juga membuat pernyataan yang sepertinya keliru: samsara adalah nirwana, dan nirvana adalah samsara. David Bohm: Apakah nirwana dan samsara?
2:09 K: Sir, you are using Sanskrit words, perhaps some of us may understand, but you have to explain it very carefully. K: Tuan, Anda menggunakan kata-kata Sansekerta, mungkin sebagian dari kita bisa mengerti, tetapi Anda harus menjelaskannya dengan sangat hati-hati.
2:15 GN: Samsara is worldly life with all its travail, suffering and dukkha, with all its sorrow – samsara. Nirvana is a state of freedom, bliss, liberation. He said samsara is nirvana, and nirvana is samsara. And this is explained by the Buddhist scholars through Pratitysamutpada, the whole thing is interrelated, conditioned origination. So this has a very powerful influence over the Buddhist thought today, as I understand it. And I would like this to be examined in the context of what we have been talking about. GN: Samsara adalah kehidupan duniawi dengan semua... kesusahan, penderitaan dan dukkha, dengan semua kesedihannya - samsara. Nirvana adalah kondisi kebebasan, kebahagiaan, kebebasan. Dia mengatakan samsara adalah nirwana, dan nirvana adalah samsara. Dan ini dijelaskan oleh para ahli Buddhis... melalui Pratitysamutpada, semuanya saling terkait, asal-mula yang terkondisi. Jadi ini memiliki pengaruh yang sangat kuat... atas pemikiran Buddhis hari ini, seperti yang saya mengerti. Dan saya ingin ini diperiksa... dalam konteks apa yang telah kita bicarakan.
3:02 K: I haven’t understood the statement. K: Saya belum mengerti pernyataan itu.
3:05 GN: The first thing is the importance of sunyata. GN: Hal pertama adalah pentingnya sunyata.
3:13 K: What do you mean by that word ‘sunyata’? K: Apa yang Anda maksud dengan kata 'sunyata' itu?
3:17 WR: From the Buddhist point of view I will explain. Sunyata literally means voidness, void, emptiness. WR: Dari sudut pandang Buddhis akan saya jelaskan. Sunyata secara harfiah berarti kehampaan, hampa, kekosongan.
3:30 K: Nothingness. Sunyata. I know the meaning. K: Ketiadaan. Sunyata. Saya tahu artinya.
3:33 WR: That is the literal meaning. But the significance is that it is attributed by western Buddhist scholars mostly to Nagarjuna. That is incorrect. It is the Buddha who said this first, and Nagarjuna as a great thinker, philosopher, developed it into a system. Whereas Buddha said it in a very simple way. And Ananda who was Buddha’s nearest associate, companion, disciple, asked one day, ‘Sir, it is said the world is sunya, empty, what does it mean, to what extent is it sunya?’ He said, ‘Ananda, it is without self’ – he used the word ‘atta’, ‘atman’ – ‘without self and anything pertaining to self, therefore it is sunya’. It is very clearly explained. In many other places he told a man, ‘See the world as sunya and you are liberated’. And these are the original statements. Nagarjuna took these ideas and developed them by his Madhyamkiarika based on Pratityasamutpada that is dependent origination, I would rather call it conditioned genesis, and on that philosophy that is everything is interdependent, relative, nothing is absolute, everything is cause and effect, and cause cannot be separated from the result, except if it can dissipate, it’s a continuity. That is time also. And on this philosophy Nagarjuna developed very highly as a system, this teaching of sunyata as void, empty. And that is exactly what Krishnaji says also. There is no self, and you see it and every problem is solved. There is no complication, there is no problem. That is how I see it in relation to his explanation. Then the second thing you said – what was the second question? WR: Itu arti harfiahnya. Tetapi yang penting adalah, bahwa ini dikaitkan oleh para ahli Buddhis barat... terutama ke Nagarjuna. Itu tidak benar. Adalah Sang Buddha yang pertama mengatakan ini, dan Nagarjuna sebagai pemikir besar, filsuf, mengembangkannya menjadi suatu sistem. Sedangkan Buddha mengatakannya dengan cara yang sangat sederhana. Dan Ananda yang merupakan kolega, sahabat, murid terdekat Buddha, Suatu hari bertanya, ‘Tuan, konon dunia ini sunya, kosong, apa artinya, sampai sejauh mana sunya? ' Dia berkata, 'Ananda, itu adalah tanpa diri' - dia menggunakan kata ‘atta’, ‘atman’ - ‘Tanpa diri dan apa pun yang berkaitan dengan diri, oleh karenanya, itu sunya '. Sangat terang dijelaskannya. Di banyak tempat lain dia memberi tahu orang, ‘Lihatlah dunia sebagai sunya, dan Anda terbebaskan’. Dan ini adalah pernyataan-pernyataan aslinya. Nagarjuna mengambil ide-ide ini... dan mengembangkannya melalui Madhyamkiarika-nya, berdasarkan Pratityasamutpada, asal-mula yang saling bergantungan, Saya lebih suka menyebutnya asal-mula terkondisi, dan berdasarkan filosofi itu, yakni, segalanya saling tergantung, bertalian, tidak ada yang mutlak, semuanya adalah sebab dan akibat, dan penyebab tidak dapat dipisahkan dari hasilnya, kecuali jika itu bisa menghilang, itu adalah suatu kontinuitas. Itu waktu juga. Dan atas dasar filosofi ini... Nagarjuna mengembangkannya sangat tinggi sebagai suatu sistem, ajaran sunyata ini sebagai hampa, kosong. Dan itulah yang juga dikatakan oleh Krishnaji. Tidak ada diri, dan Anda melihatnya, dan setiap masalah terselesaikan. Tidak ada komplikasi, tidak ada masalah. Begitulah cara saya melihatnya sehubungan dengan penjelasannya. Lalu hal kedua yang Anda katakan - apa pertanyaan kedua?
6:01 GN: The relationship between the outer and the inner. GN: Hubungan antara bagian luar dan bagian dalam.
6:06 WR: That is exactly what Krishnaji and Dr Bohm discussed as ‘Actuality and Truth’ or ‘Reality and Truth’, and it is published in that new book, that is Samrhitisatya and Paramarthasatya, these are also accepted Buddhist philosophical propositions. Samrhitisatya is conventional, that is what we do, talk and eat and all these things, within duality, within relativity. You can’t say this is false, this table. But in another sense this is not so. But Samrhitisatya is that conventional truth. Paramarthasatya is the ultimate, absolute truth. These two also cannot be separated. WR: Itulah apa yang persis Krishnaji dan Dr Bohm... telah bahas sebagai 'Aktualitas dan Kebenaran', atau 'Realitas dan Kebenaran', dan diterbitkan dalam buku baru itu, yang adalah Samrhitisatya dan Paramarthasatya, ini juga merupakan dalil yang diterima dalam filosofi Buddhis. Samrhitisatya adalah konvensional, itulah yang kita lakukan, bicara dan makan dan semua ini, dalam ruang lingkup dualitas, dalam relativitas. Anda tidak bisa mengatakan ini salah, meja ini. Tetapi dalam arti lain tidak demikian. Tetapi Samrhitisatya adalah kebenaran konvensional itu. Paramarthasatya adalah kebenaran tertinggi, absolut. Keduanya juga tidak bisa dipisahkan.
7:01 GN: That’s right. GN: Itu benar.
7:03 WR: Now Nagarjuna clearly says in one place, in Madhyamika Karika, one who cannot see and does not see the conventional truth is incapable of arriving at the ultimate truth. The third question you raised was, I think, nirvana and samsara. That is also, Nagarjuna says – clearly, I remember the words even by heart. He says that nirvana has no difference whatsoever from samsara and samsara has no difference whatsoever from nirvana. To clarify the word ‘samsara’, in the strict definition samsara is the continuity of our existence. And I remember once I put this question to Krishnaji in Paris, personally, there was nobody except him and myself. WR:Nagarjuna dengan jelas mengatakan di satu tempat, di Madhyamika Karika, orang yang tidak bisa melihat dan tidak melihat kebenaran konvensional, tidaklah mampu mencapai kebenaran tertinggi. Pertanyaan ketiga yang Anda ajukan, saya pikir, nirwana dan samsara. Itu juga, kata Nagarjuna... - dengan jelas, saya ingat kata-kata itu bahkan di luar kepala. Dia mengatakan bahwa nirwana sama sekali tidak berbeda dengan samsara, dan samsara tidak memiliki perbedaan apa pun dengan nirwana. Untuk memperjelas kata 'samsara', dalam definisi ketat, samsara adalah kelanjutan dari keberadaan kita. Dan saya ingat, pernah saya ajukan pertanyaan ini ke Krishnaji di Paris, secara pribadi, tidak ada seorang pun selain dia dan saya sendiri.
8:08 K: Two wise people! K: Dua orang bijak!
8:12 WR: I don’t know. But I put it to Krishnaji, there is a great Nagarjuna statement like this, it is very interesting to say it today, I asked him what he thought. Then to my surprise he said, ‘Who is Nagarjuna?’ I said, ‘That is your compatriot’, because he was from Andhra, supposed to be from Andhra. WR: Saya tidak tahu. Tapi saya ajukan ke Krishnaji, ada pernyataan Nagarjuna yang hebat seperti ini, sangat menarik untuk mengatakannya hari ini, Saya bertanya pendapatnya bagaimana. Lalu saya terkejut, ketika dia berkata, 'Siapa Nagarjuna itu?' Saya berkata, 'Dia adalah orang senegara Anda', karena dia dari Andhra, seharusnya dari Andhra.
8:37 K: Oh! K: Oh!
8:41 WR: And then I explained to him who Nagarjuna was historically as a thinker and a philosopher. I said in Buddhist history he is perhaps the boldest thinker. Then he asked me, what were his attainments. I said we can’t say, that we don’t know, only we know his writings, through writings about him, but about his attainments, spiritual realisation we can’t say anything. Then Krishnaji paused for a minute and asked me, ‘What did Buddha say about all this?’ I said nothing. ‘That is correct’, then you said with the finger, this I remember very well, at Suarès, whose house?

K: Suarès.
WR:Dan kemudian saya jelaskan kepada- nya siapa Nagarjuna secara historis, sebagai pemikir dan filsuf. Saya katakan dalam sejarah Buddhis, dia mungkin pemikir paling berani. Lalu dia bertanya, apa pencapaiannya. Saya bilang kita tidak bisa katakan, kita tidak tahu, kita hanya tahu tulisannya, melalui tulisan tentang dia, tetapi tentang pencapaiannya, realisasi spiritual, kami tidak bisa mengatakan apa-apa. Kemudian Krishnaji berhenti sejenak... dan bertanya kepada saya, 'Apa yang Buddha katakan tentang semua ini?', Saya bilang, tidak ada. 'Itu betul', lalu Anda berkata dengan jari, ini saya ingat sekali, di Suarès, rumah siapa?

K: Suarès.
9:30 WR: ‘That is right’. Because I was always doubtful and I did not accept Nagarjuna’s statement so clearly, definitely saying nirvana and sunyama were the same. WR: 'Itu benar'. Karena saya selalu ragu... dan saya tidak menerima pernyataan Nagarjuna... yang begitu jelas, tegas mengatakan nirwana dan sunyama adalah sama.
9:44 K: I am not quite sure that we understand, all of us. K: Saya tidak yakin bahwa kita mengerti, kita semua.
9:48 WR: Yes, will you explain this position, sir? WR: Ya, apakah Anda akan menjelaskan posisi ini, Tuan?
9:50 K: No, may I ask this, to explain a little more? What does samskara mean actually?

WR: Samsara.
K:Tidak, bolehkah saya meminta ini, untuk menjelaskan sedikit lebih banyak? Apa sebenarnya arti samskara?

WR: Samsara.
9:58 K: Samskara in Sanskrit. K: Samskara dalam bahasa Sansekerta.
10:00 WR: Samsara, Sanskrit, Pali, both – Samsara. Samskara is another thing. WR: Samsara, Sanskerta, Pali, dua-duanya - Samsara. Samskara adalah hal lain.
10:07 GN: Samskara is a different word. GN: Samskara adalah kata yang berbeda.
10:15 WR: Samsara literally means wandering, going off, going round. WR: Samsara secara harfiah berarti mengembara, pergi, berkeliling.
10:21 K: And Samskara means?

WR: Samskara means construction, that is all our thinking.

K: The past.
K: Dan Samskara artinya?

WR:Samskara berarti konstruksi, itu adalah semua pemikiran kita.

K: Masa lalu.
10:30 WR: It belongs to the past.

K: That’s right.
WR: Itu adalah masa lalu.

K: Itu benar.
10:32 WR: It belongs to the past.

K: Yes, I understood that.
WR: Itu dari masa lalu.

K: Ya, saya mengerti itu.
10:35 WR: Yes, that belongs to the past. All our samskaras are work of the memory, knowledge, learning and all that. WR: Ya, itu dari masa lalu. Semua samskara kita... adalah karya dari memori, pengeta- huan, pembelajaran dan semua itu.
10:43 K: Like an old man going back and living in the past. That’s it. K: Seperti orang tua yang kembali dan hidup dalam masa lalu. Itu dia.
10:48 WR: But samsara is continuity.

K: Continuity, I understand.
WR:Tapi samsara adalah kontinuitas.

K: Kontinuitas, saya mengerti.
10:53 WR: Nirvana, we can’t define.

K: No, whatever it is.
WR:Nirvana, kita tidak bisa definisikan.

K:Tidak, apa pun itu adanya.
10:59 WR: Whatever it is, it is never defined in positive terms by the Buddha. Always whenever he was asked, he said, no, that is not nirvana. WR: Apa pun itu adanya, itu tidak pernah didefinisikan secara positif oleh Sang Buddha. Selalu setiap kali dia ditanya, dia berkata, tidak, itu bukan nirwana.
11:09 K: Quite, so you have asked your questions?

GN: Yes, I’ve asked.
K:Tepat sekali, jadi Anda telah mengajukan pertan- yaan?

GN:Ya, saya sudah bertanya.
11:12 K: Now, sir, you better ask your questions too in relation to what he has said. K:Sekarang, Tuan, Anda sebaiknya mengajukan pertanyaan Anda juga... sehubungan dengan apa yang dia telah katakan.
11:21 WR: The question is not from him, from you. My question I am asking from you.

K: What?
WR:Pertanyaannya bukan dari dia, dari Anda. Pertanyaan saya yang saya minta dari Anda.

K: Apa?
11:28 WR: There are many questions, but as we have not much time. WR:Ada banyak pertanyaan, tetapi karena kita tidak punya banyak waktu.
11:32 K: We have got plenty of time, sir. K:Kita punya banyak waktu, Tuan.
11:34 WR: One question is – both I will say at once, so you can take them – one question is, that in western philosophy, western thought, free will has played a very important part. WR: Satu pertanyaan adalah... - yang kedua akan saya segera susulkan, - satu pertanyaan adalah, bahwa dalam filsafat barat, pemikiran barat, keinginan bebas telah memainkan bagian yang sangat penting.
11:52 K: Free will.

WR: Free will – absolute free will.
K:Keinginan bebas.

WR:Keinginan bebas - keinginan bebas absolut.
11:54 K: Free will.

WR: Yes, free will. According to the same philosophy that Mr Narayan said, conditional relations, that is cause and effect, according to that philosophy, Buddhism, such a thing is impossible because all our thinking, all our construction, all our work, all our knowledge is conditioned.
K: Keinginan bebas.

WR: Ya, keinginan bebas. Menurut filosofi yang sama yang dikatakan Bp Narayan, hubungan yang bersyarat, yang adalah sebab dan akibat, menurut filosofi itu, Buddhisme, hal seperti itu tidak mungkin, karena semua pemikiran kita, semua konstruksi kita, semua pekerjaan kita, semua pengetahuan kita, terkondisi
12:21 K: Yes. K: Ya.
12:22 WR: Therefore if there is a free will, it is free only in a relative sense and it is not absolute freedom. That is the Buddhist position. That is one question I put.

K: Let’s talk it over, sir. What is will? What is will? How do you explain what will is?
WR: Karena itu, jika ada keinginan bebas, itu bebas hanya dalam arti relatif dan itu bukan kebebasan absolut. Itu adalah posisi Buddhis. Itu adalah satu pertanyaan yang saya ajukan.

K:Mari kita bicarakan, Tuan. Keinginan itu apa? Keinginan itu apa? Bagaimana Anda menjelaskan keinginan itu apa?
12:55 WR: Will is that you decide, you want. WR:Keinginan adalah yang Anda putuskan, Anda kehendaki.
13:02 K: No, what is the origin, the beginning of will? I will do this, I won’t do that. Now, what is the meaning of will? K: Tidak, apa asalnya, permulaan dari keinginan? Saya ingin melakukan ini, saya tidak mau melakukan itu. Sekarang, apa arti dari keinginan?
13:33 WR: The meaning of will is to want to do. WR:Arti dari keinginan adalah mau untuk melakukan.
13:36 K: No, no. All right, let me go on then. Is it not desire? K: Tidak, tidak. Baiklah, biarkan saya melanjutkan. Bukankah itu hasrat?
13:45 WR: It is a desire. WR: Itu adalah hasrat.
13:47 K: Desire accentuated, heightened, strengthened, which we call will. K:Hasrat yang ditonjolkan, yang dipuncakkan, yang diperkuat, yang kita sebut keinginaan.
13:55 DB: It seems to me that we make it determined. We determine the object of desire. We say, ‘I am determined’. DB: Sepertinya menurut saya, bahwa kita membuatnya menjadi ketentuan. Kita menentukan objek dari hasrat. Kita berkata, 'Saya bertekad'.
14:02 K: In that there is determination.

DB: It gets fixed there.
K:Di dalamnya ada tekad.

DB:Itu dispastikan di situ.
14:05 K: I desire that, and to achieve that I make an effort. That effort, the motive of that effort is desire. So will is desire. Right? K: Saya menginginkan itu, dan untuk mencapai itu saya berupaya. Upaya itu, motif dari upaya itu adalah hasrat. Jadi, keinginan adalah hasrat. Benar?
14:24 WR: It is a form of desire. WR: Itu adalah suatu bentuk dari hasrat.
14:28 K: It is a form of desire. Now, can desire ever be free?

WR: Absolutely. That is what I wanted to hear from you. No, you don’t like to say that but I want to say it.
K: Itu adalah suatu bentuk dari hasrat. Sekarang, pernahkah hasrat bisa bebas?

WR:Benar sekali. Itulah yang ingin saya dengar dari Anda. Tidak, Anda tidak ingin mengatakan itu, tetapi saya ingin mengatakannya.
14:50 K: Desire can never be free. It can change the objects of desire: I can desire one year to go to buy this, the next year that, change, but desire is constant, the objects vary. And the strengthening of desire: I will do that, the will is in operation. Will is desire. Now can desire ever be free? K:Hasrat tidak pernah bisa bebas. Itu dapat merubah objek kehasratannya: Saya dapat berhasrat pada satu tahun untuk membeli ini, tahun berikutnya beli itu, berubah, tetapi hasrat adalah tetap, objeknya beragam. Dan penguatan hasrat: saya akan melakukan itu, keinginan sedang beroperasi. Keinginan adalah hasrat. Sekarang, apakah hasrat bisa bebas?
15:27 WR: No. WR: Tidak.
15:29 K: But we say free will exists because I can choose between this and that, between this job and that job, I can go – except in totalitarian states – I can go from England to France freely. So the idea of free will is cultivated with a sense that human beings are free to choose. What does that mean – to choose? I can choose between blue jeans and something else, between this car and that car, between that house and so on, but why should I choose at all? Apart from material things, apart from certain books and so on, why is there choice? I am a Catholic, I give up Catholicism and become a Zen Buddhist. And if I am a Zen, I become something else, and I choose. Why? Why is there choice at all, which gives one the impression that I am free to choose? Right, sir? So I am asking why is there the necessity of choice at all? If I am a Catholic, and saw the whole significance of Catholicism, with its abstractions, with its rituals, dogmas, you know, the whole circus in it, and I abandon that, why should I join something else? Because when I have investigated this I have investigated all the religions. I wonder... So choice must exist only when the mind is confused. No? When it is clear, there is no choice. Is that right? K: Tapi kita katakan keinginan bebas ada, karena saya dapat memilih antara ini dan itu, antara pekerjaan ini dan pekerjaan itu, saya bisa pergi... - kecuali di negara totaliter - Saya bisa pergi dari Inggris ke Prancis dengan bebas. Jadi ide keinginan bebas dikembangkan... dengan perasaan bahwa manusia adalah bebas untuk memilih. Apa artinya itu - memilih? Saya dapat memilih antara jeans biru dan yang lainnya, antara mobil ini dan mobil itu, antara rumah itu dan seterusnya, tetapi mengapa saya harus memilih? Terlepas dari hal-hal materi, terlepas dari buku-buku tertentu dan sebagainya, mengapa ada pilihan? Saya seorang Katolik, saya tinggalkan agama Katolik... dan menjadi seorang Buddhis Zen. Dan jika saya seorang Zen, saya menjadi sesuatu yang lain, dan saya memilih. Mengapa? Mengapa harus ada pilihan, yang memberi kesan bahwa saya bebas untuk memilih? Benar, Tuan? Jadi saya bertanya mengapa, harus ada kebutuhan memilih? Jika saya seorang Katolik, dan melihat keseluruhan makna kepercayaan Katolik, dengan abstraksi nya, dengan ritual nya, dogma-dogma nya, Anda tahu, seluruh sirkus di dalamnya, dan saya tinggalkan itu, mengapa saya harus bergabung dengan yang lainnya? Karena ketika saya telah menyelidiki ini, saya sudah menyelidiki semua agama. saya penasaran... Jadi pilihan harus ada hanya ketika batin bingung. Tidak? Ketika sudah jelas, tidak ada pilihan. Apakah itu benar?
18:21 WR: Right, I think you have answered the question, to me you have answered the question. WR: Benar, saya pikir Anda telah menjawab pertanyaannya, bagi saya, Anda telah menjawab pertanyaan itu.
18:26 K: I haven’t fully answered it. K: Saya belum sepenuhnya menjawabnya.
18:28 DB: I think that the western philosophers might not agree with them, I am not sure. DB: Saya pikir bahwa para filsuf barat... mungkin tidak setuju dengan mereka, saya tidak yakin.
18:32 K: They won’t agree, of course. K: Mereka tidak akan setuju, tentu saja.
18:33 DB: They say that choice is not desire, that will is not desire but will is something else. I think that is my impression.

K: Yes, will is something else.
DB: Mereka mengatakan bahwa pilihan itu bukan hasrat, bahwa keinginan itu bukan hasrat, tetapi keinginan adalah sesuatu yang lain. Saya pikir itu kesan saya.

K:Ya, keinginan adalah sesuatu yang lain.
18:41 DB: Will is a free act, a sane act.

K: The will is something inherited or it is part of the genetic process, to will, to be.
DB:Keinginan adalah tindakan bebas, tindakan waras.

K:Keinginan adalah sesuatu yang diwariskan... atau itu bagian dari proses genetik, untuk menginginkan, untuk menjadi.
18:56 DB: But I think, for example, I can’t say I know much about it, but Catholic philosophers may say when Adam sinned he willed wrongly, let’s say, he made a wrong choice, and he set us off on this way. DB: Tapi saya pikir, misalnya, saya tidak bisa mengatakan saya tahu banyak tentang ini, tetapi para filsuf Katolik mungkin mengatakan, ketika Adam melakukan dosa, ia berkeinginan salah, katakanlah, dia membuat pilihan yang salah, dan dia melepaskan kita ke jalan seperti itu.
19:12 K: You see, that is a very convenient way of explaining away everything. K: Anda tahu, itu cara sangat nyaman... untuk menjelaskan semuanya.
19:17 DB: I understand that.

K: First invent Adam and Eve, the serpent, the apple, and god, then put everything as the primal crime.
DB:Saya mengerti itu.

K:Pertama- tama ciptakan Adam dan Hawa, ular, apel, dan tuhan, lalu letakkan semuanya sebagai kejahatan fundamental.
19:30 WR: Yes, a lot of creation in that, mental creation. WR: Ya, banyak ciptaan di dalamnya, ciptaan mental.-
19:36 DB: I think if one observes, one can see that will is the result of desire. But I think people have the impression that will is something entirely different. DB: Saya pikir jika seseorang mengamati, ia dapat melihat, bahwa keinginan adalah hasil dari hasrat. Tapi saya pikir orang-orang punya kesan, bahwa keinginan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda.
19:44 K: Yes, will is part of something sacred. K: Ya, keinginan adalah bagian dari sesuatu yang sakral.
19:51 DB: That’s what many people think. DB: Itulah yang dipikirkan oleh banyak orang.
19:52 K: Something derived from a divine being. K: Sesuatu berasal dari makhluk ilahi.
20:02 WR: According to the western philosophy. WR: Menurut filosofi barat.
20:04 K: More or less. I don’t know very much of western philosophy but from people with whom I have talked, and they may not be sufficiently informed, but they have given me the impression that will is something not quite human, not quite desire, not quite something that you cultivate. It is born out of the original sin, original god, and so on, so on. But if one puts all that aside, which is theoretical, problematical and rather superstitious, if you put all that aside, then what is will and what is choice, and what is action without choice and will? You follow? That is the problem. Is there any action which is not compounded with will? You understand? I don’t know what the Buddha... K: Lebih atau kurang. Saya tidak tahu banyak tentang filsafat barat... tetapi dari orang-orang yang berbicara dengan saya, dan mereka mungkin tidak mempunyai informasi yang cukup, tapi mereka memberi saya kesan, bahwa keinginan adalah sesuatu yang tidak terlalu manusiawi, bukan melulu hasrat, bukan melulu sesuatu yang Anda kembangkan. Itu lahir dari dosa asal, tuhan asli, dan sebagainya, dan seterusnya. Tetapi jika orang kesampingkan semua itu, yang adalah teoritis sifatnya, bermasalah dan agak takhayul, jika Anda kesampingkan semua itu, lalu apakah keinginan itu dan apakah pilihan itu, dan apakah tindakan tanpa pilihan dan keinginan? Anda ikuti? Itulah masalahnya. Apakah ada suatu tindakan... yang tidak diperkuat dengan keinginan? Anda paham? Saya tidak tahu apa yang Buddha...
21:35 GN: Would you say that insight is not the result of will, has nothing to do with will? GN:Apakah Anda mengatakan, wawasan bukan hasil dari keinginan, tidak ada hubungannya dengan keinginan?
21:43 K: Oh, nothing whatever to do with will, or desire, or memory. K:Oh, tiada hubungan apa pun dengan keinginan, atau hasrat, atau memori.
21:50 GN: So insight is something which is free from will, and also analysis. GN:Jadi wawasan adalah sesuatu yang bebas dari kemauan, dan juga analisa.
21:58 WR: Yes. Insight is seeing. And in that seeing there is no choice, there is no discrimination, there is no judgement, there are no moral or immoral values, value judgements. You see. WR:Ya. Wawasan adalah melihat. Dan dalam melihat itu tidak ada pilihan, tidak ada diskriminasi, tidak ada penilaian, tidak ada nilai moral atau tidak- bermoral, pertimbangan nilai. Anda melihat.
22:17 GN: So insight is not the result of will, nor is it the result of analysis. GN: Jadi wawasan bukan hasil dari keinginan, juga bukan hasil analisis.
22:23 K: No.

WR: No.
K: Bukan.

WR: Bukan.
22:25 K: You see, this is becoming theoretical. You are making it so theoretical. K: Anda lihat, ini sedang menjadi teoritis. Anda membuatnya menjadi begitu teoretis.
22:31 GN: Because through analysis...

K: Excuse me, sir. You are making it theoretical, you have defined it, it is not this, it is not that, it’s not that, and you think you have insight. Have you?
GN: Karena melalui analisis...

K: Maaf, Tuan. Anda membuatnya teoretis, Anda telah mendefinisikannya, bukan ini, bukan itu, bukan itu, dan Anda pikir Anda memiliki wawasan. Sudahkah Anda?
22:43 GN: No, I don’t think I have insight. GN: Tidak, saya tidak berpikir saya memiliki wawasan.
22:44 K: Then why do you discuss it? K: Lalu mengapa Anda mendiskusikannya?
22:46 GN: No, because we have been discussing insight so far, or we have been seeing. GN: Tidak, karena kita telah membahas wawasan sejauh ini, atau kita telah sedang melihat.
22:52 K: Now, Narayan, if I may point out, we are talking over together action in which there is no choice, in which there is no effort as will. Is there such action? I don’t know, sir, please. K: Sekarang, Narayan, kalau boleh saya tunjukkan, kita bersama-sama sedang berbincang tentang tindakan... di mana tidak ada pilihan, di mana tidak ada usaha sebagai keinginan. Apakah ada tindakan seperti itu? Saya tidak tahu, Tuan.
23:21 WR: There is such an action. WR: Ada tindakan seperti itu.
23:25 K: You know it? Or is it a theory? Forgive me, I must be clear. Forgive me, sir, I want to move away, if you will forgive me, and I am not being impudent, one should move away from theories, from ideas, from conclusions. But find out for oneself the truth of that matter: which is, is there an action in which there is no effort of will at all and therefore no choice? So what is correct action in which there is no will, no choice, no desire – because will is part of desire and so on? To find that out one must be very clear – mustn’t one? – of the nature of desire. And desire is part of sensation, and desire being part of sensation, and thought identifies itself with that sensation, and through identification the ‘I’ is built up, the ego, and the ego then says, ‘I must’, or ‘I will not’. So we are trying to find out if there is an action not based on the principle of ideals, on desire, on will, not spontaneous – that word is rather a dangerous word because nobody is spontaneous, one thinks one can be spontaneous, but there is no such thing because one must be totally free to be spontaneous. Do you follow? So is there such action? Because most of our action has a motive. Right? And motive means movement, I want to build a house, I want that woman or that man, I am hurt psychologically or biologically, and my motive is to hurt back – so there is always some kind of motive in action, which we do in daily life. So then action is conditioned by the motive. The motive is part of the identification process. So if I understand – not ‘understand’ – if there is a perception of the truth that identification builds the whole nature and the structure of the self, then is there an action which doesn’t spring from thought? I don’t know, am I right, sir? K: Anda tahu itu? Atau itu teori? Maafkan saya, saya harus jelas. Maafkan saya, Tuan, saya ingin menyingkir, jika Anda memaafkan saya, dan saya tidak kurang hormat, seseorang harus menyingkir dari teori, dari ide, dari kesimpulan. Tetapi temukan sendiri kebenaran hal itu:... yaitu, apakah ada tindakan... di mana sama sekali tidak ada upaya dari keinginan... dan karena itu tidak ada pilihan? Jadi apakah tindakan yang benar... di mana tidak ada keinginan, tidak ada pilihan, tidak ada hasrat... - karena keinginan adalah bagian dari hasrat dan sebagainya? Untuk mengetahuinya, seseorang harus sangat jelas... - bukankah begitu? - mengenai sifat dari hasrat. Dan hasrat adalah bagian dari sensasi, dan karena hasrat adalah bagian dari sensasi, dan pikiran mengidentifikasikan dirinya dengan sensasi itu, dan melalui identifikasi si 'aku' dibangun, ego, dan ego kemudian berkata, 'saya harus', atau 'saya tidak mau'. Jadi kita mencoba mencari tahu apakah ada tindakan, tidak didasarkan pada prinsip cita-cita, pada hasrat, pada keinginan, tidak spontan - kata itu adalah kata yang agak berbahaya, karena tidak ada orang yang spontan, seseorang berpikir, seseorang bisa spontan, tetapi tidak ada hal seperti itu, karena seseorang harus benar-benar bebas untuk menjadi spontan. Apakah Anda mengikuti? Jadi apakah ada tindakan seperti itu? Karena sebagian besar tindakan kita memiliki motif. Benar? Dan motif berarti gerakan, Saya ingin membangun rumah, saya ingin wanita itu atau pria itu, saya terluka secara psikologis atau biologis, dan motif saya adalah untuk menyakiti kembali... - jadi selalu ada semacam motif dalam tindakan, yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tindakan dikondisikan oleh motif. Motifnya adalah bagian dari proses identifikasi. Jadi jika saya mengerti - bukan 'mengerti' - jika ada persepsi dari kebenaran... bahwa identifikasi itu membangun seluruh sifat... dan struktur dari diri, lalu adakah tindakan yang tidak muncul dari pikiran? Saya tidak tahu, apakah saya benar, Tuan?
27:28 DB: Yes, could we ask why – before we go into that – why there is identification, why is it that this is so prevalent? DB:Ya, bisakah kita bertanya mengapa - sebelum kita membahas itu - mengapa ada identifikasi, mengapa ini begitu lazim?
27:34 K: Why does thought identify?

DB: With sensation and other things.
K:Mengapa pikiran mengidentifikasi?

DB:Dengan sensasi dan hal-hal lain.
27:42 K: Why is there identification with something? K: Mengapa ada identifikasi dengan sesuatu?
27:46 DB: Specially sensation.

K: Yes, sensation. Answer it, sirs. I don’t know. You are all experts.
DB:Terutama sensasi.

K: Ya, sensasi. Jawab itu, Tuan-Tuan. Saya tidak tahu. Anda semua ahli.
28:02 GN: Is it the very nature of thought to identify or are there forms of thought which don’t identify with sensation? GN:Apakah itu sifat pikiran untuk mengidentifikasi, atau adakah bentuk pikiran yang tidak mengidentifikasi dengan sensasi?
28:19 K: Narayan, why do you – if I may again most politely and respectfully, etc., etc. – why do you put that question? Is it a theoretical question or an actual question? Why do you, Narayan, identify? K:Narayan, mengapa Anda... - jika saya boleh sekali lagi dengan sangat sopan dan dengan hormat, mengapa Anda mengajukan pertanyaan itu? Apakah ini pertanyaan teoretis atau pertanyaan aktual? Mengapa Anda, Narayan, mengidentifikasi?
28:39 GN: Let me put it this way... GN:Biarkan saya mengajukannya begini...
28:42 K: No, I won’t put it differently. K:Tidak, saya tidak akan mengatakannya secara berbeda.
28:45 GN: The one thing I can identify with is sensation, I have nothing else to identify with. GN:Satu hal yang bisa saya identifikasi adalah dengan sensasi, Saya tidak memiliki hal lain untuk diidentifikasi dengannya.
28:53 K: So why do you give importance to sensation? Do you say, I am a sensate being and nothing else? K: Jadi mengapa Anda memberi arti penting pada sensasi? Apakah Anda berkata, saya adalah makhluk bersensasi dan tiada lainnya?
29:05 GN: No, no.

K: Ah, that’s it.
GN: Tidak, tidak.

K: Ah, itu dia.
29:11 GN: If I have to identify with anything, it can only be with sensation. GN:Jika saya harus mengidentifikasi dengan apa pun, itu hanya bisa dengan sensasi.
29:14 DB: Is there a duality in identification? DB: Apakah ada dualitas dalam identifikasi?
29:17 K: Of course.

DB: Could we make it clear?
K: Tentu saja.

DB: Bisakah kita memperjelasnya?
29:20 K: In identification, as you point out, sir, there is duality, the identifier and the identified. K: Dalam identifikasi, seperti yang Anda tunjukkan, Tuan, ada dualitas, pengidentifikasi dan yang diidentifikasi.
29:27 DB: Is it possible that you are trying to overcome the duality by identifying, by saying, ‘I am not different’, when you are, or when you feel you aren’t. DB: Apakah mungkin Anda mencoba mengatasi dualitas... dengan mengidentifikasi, dengan mengatakan, 'saya tidak berbeda', ketika Anda beridentifikasi, atau ketika Anda merasa Anda tidak.
29:39 K: You see, I don’t want to enter into the field of ideologies, theories. To me, I have no interest in it. But I really, in investigating I want to find out, perhaps I have found out, but talking over together, is there an action in which the self is not? In daily life, not in nirvana, when I have reached freedom and all the rest of it, I want to do it in this life, as I live. Which means I have to find out, the mind has to find out an action which has no cause, which means no motive; an action which is not the result, or the effect, of a series of causes and effects. If that exists, action is always bound, chained. Am I making myself clear?

WR: Yes, go on.
K: Anda lihat, saya tidak ingin masuk ke bidang ideologi, teori. Bagi saya, saya tidak tertarik. Tapi saya benar-benar, dalam menyelidiki saya ingin mencari tahu, mungkin saya sudah tahu, tetapi membicarakan bersama, adakah tindakan di mana diri tidak ada? Dalam kehidupan sehari-hari, bukan dalam nirwana, ketika saya telah mencapai kebebasan dan semuanya itu, saya ingin melakukannya dalam kehidupan ini, selagi saya hidup. Yang berarti saya harus mencari tahu, batin harus mencari tahu suatu tin- dakan yang tidak memiliki penyebab, yang berarti tidak ada motif; suatu tindakan yang bukan hasil, atau efek, dari serangkaian sebab dan akibat. Jika itu ada, tindakan selalu diikat, dirantai. Apakah saya membuat diri saya jelas?

WR: Ya, lanjutkan.
31:03 K: So is there such an action? K: Jadi apakah ada tindakan seperti itu?
31:10 DB: Well, it seems to me we can’t find it as long as we are identifying.

K: That’s right. That’s why I said as long as identification exists I can’t find the answer.
DB: Sepertinya menurut saya, kita tidak bisa menemukannya... selama kita melakukan identifikasi.

K: Itu benar. Itu sebabnya saya katakan, selama identifikasi ada, saya tidak dapat menemukan jawabannya.
31:21 DB: But why does thought identify? DB: Tapi mengapa pikiran mengidentifikasi?
31:24 K: Why does thought identify with sensations? K: Mengapa pikiran mengidentifikasi dengan sensasi?
31:28 DB: Is that irresistible or is that just something you can put aside? DB: Apakah itu tidak dapat ditolak atau... hanya sesuatu yang dapat Anda sisihkan?
31:33 K: I don’t know if that is irresistible or if it is part of sensation. K: Saya tidak tahu apakah itu tidak dapat ditolak... atau jika itu adalah bagian dari sensasi.
31:41 DB: How is that?

K: Let’s investigate. I don’t like to...
DB: Bagaimanakah itu?

K: Mari kita selidiki. Saya tidak ingin...
31:45 DB: You think that sensation is behind that? DB: Anda pikir sensasi ada di balik itu?
31:48 K: Perhaps. When I say ‘perhaps’, that word is used for the purpose of investigation, not ‘I don’t know’, but let’s investigate. But it may be. So why have sensations become so important in life, sexual sensations, the sensation of power, whether occult power or political power, economic power, or power of a woman over a man or a man over a woman, power of environment, the influence of the environment, the pressures – why? Why has thought yielded to this pressure? Right, sir? K: Mungkin. Ketika saya mengatakan 'mungkin', kata itu digunakan untuk tujuan penyelidikan, bukan ‘saya tidak tahu’, tetapi mari kita selidiki. Tapi mungkin saja. Jadi mengapa sensasi menjadi begitu penting dalam kehidupan, sensasi seksual, sensasi kekuasaan, apakah kekuasaan gaib atau kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, atau kekuasaan seorang wanita atas seorang pria, atau seorang pria atas seorang wanita, kekuasaan lingkungan, pengaruh lingkungan, tekanan-tekanan - mengapa? Mengapa pikiran menyerah pada tekanan ini? Benar, Tuan?
32:41 DB: Does sensation necessarily produce a pressure? DB: Apakah sensasi perlu menghasilkan tekanan?
32:47 K: It does when it is identified. K: Itu terjadi ketika diidentifikasi.
32:49 DB: Yes, but then it is the two together. DB:Ya, tapi kemudian adalah keduanya bersama-sama.
32:51 K: I know, but let’s examine a little further. What do we mean by sensation? K: Saya tahu, tapi mari kita periksa sedikit lebih jauh. Apa yang kita maksud dengan sensasi?
33:10 DB: Well, it seems to me that we may have a remembered sensation of pleasure. DB: Menurut saya, bahwa kita mungkin memiliki sensasi kenikmatan yang diingat.
33:16 K: Senses, the operation of the senses – touching, tasting, seeing, smelling, hearing. K: Indera, kerja dari indra... - menyentuh, merasakan, melihat, mencium, mendengar.
33:23 DB: The experience that happens then; and also the memory of it. DB: Pengalaman yang terjadi kemudian; dan juga memori darinya.
33:30 K: No, the memory is only when there is an identification with it. K: Tidak, memori hanya ketika ada identifikasi dengannya.
33:37 DB: I agree, yes. DB: Saya setuju, ya.
33:38 K: When there is no identification the senses are senses. But why does thought identify itself with senses? K: Ketika tidak ada identifikasi, indera adalah indera. Tetapi mengapa pikiran mengidentifi- kasikan dirinya dengan indera?
33:52 DB: Yes, that is not yet clear. DB: Ya, itu belum jelas.
33:54 K: I know, we are going to make it clear. K: Saya tahu, kita akan membuatnya jelas.
33:58 DB: Are you saying that when the sensation is remembered, then we have identification?

K: Yes.
DB: Apakah Anda mengatakan bahwa ketika sensasi itu diingat, lalu kita punya identifikasi?

K: Ya.
34:09 DB: Can we make that more clear? DB: Bisakah kita membuatnya lebih jelas?
34:11 K: Let’s make it a little more clear. Let’s work at it. There is perceiving a pleasurable lake, seeing a beautiful lake, what takes place in that seeing? There is not only optical nerve, seeing by the eye, but also the senses are awakened, the smell of the water, the trees on the lake... K:Mari kita buat sedikit lebih jelas. Mari kita kerjakan itu. Ada persepsi suatu danau yang menyenangkan, melihat suatu danau yang indah, apa yang terjadi dalam tindakan melihat itu? Tidak hanya saraf optik, melihat oleh mata, tetapi juga indera dibangunkan, bau air, pohon-pohon di danau...
34:59 DB: Could we stop a moment? When you say seeing, of course you see through the visual sense. DB: Bisakah kita berhenti sebentar? Ketika Anda mengatakan melihat, tentu saja... Anda melihat melalui indera penglihatan.
35:05 K: I am using pure visual sense. K: Saya menggunakan indera visual murni.
35:07 DB: Now, therefore you already have the visual sense awakened merely to see. Is that what you mean? DB: Sekarang, karena itu Anda sudah memiliki... indera visual terbangun hanya untuk melihat. Apakah itu yang Anda maksud?
35:13 K: Yes. I am just seeing. K: Ya. Saya hanya melihat.
35:16 DB: Visually.

K: Visually, optically, I am just seeing, then what takes place?
DB: Secara visual.

K: Secara visual, secara optik, Saya hanya melihat, lalu apa yang terjadi?
35:22 DB: And the other senses start to operate. DB: Dan indera-indera lain mulai beroperasi.
35:24 K: And the other senses start operating. Why doesn’t it stop there? K: Dan indera-indera lain mulai beroperasi. Mengapa tidak berhenti di situ?
35:30 DB: What is the next step? DB: Apa langkah selanjutnya?
35:31 K: The next step is thought comes in – how beautiful that is, I wish I could remain here. K: Langkah selanjutnya adalah pikiran masuk... - betapa indahnya itu, saya berharap bisa tetap ada di sini.
35:39 DB: So thought identifies it?

K: Yes.
DB:Jadi pikiran mengidentifikasinya?

K: Ya.
35:41 DB: It says, ‘It is this’.

K: Yes, because in that there is pleasure.
DB:Itu berkata, 'Inilah dia'.

K: Ya, karena dalam itu ada kesenangan.
35:46 DB: In what? DB: Dalam apa?
35:48 K: Seeing and the delight of seeing, then thought coming into operation and saying ‘I must have more, I must build a house here, it is mine’. K: Melihat dan kesenangan dalam melihat, lalu pikiran mulai beroperasi dan berkata, 'A saya harus punya lebih banyak, saya harus... membangun rumah di sini, ini milik saya'.
35:57 DB: But why does thought do that? DB: Tapi mengapa pikiran melakukan itu?
36:00 K: Why does thought interfere with senses – is that it? Now wait a minute, sir. The moment the senses take pleasure, say, ‘How delightful’ and stop there, thought doesn’t enter. K: Mengapa pikiran masuk, mengganggu indera - betul demikian? Tunggu sebentar, Tuan. Saat indera menikmati, mengatakan, 'Betapa menyenangkannya' dan berhenti di sana, pikiran tidak masuk.
36:27 K: Right?

DB: That’s right.
K: Benar?

DB: Itu benar.
36:31 K: Now why does thought enter? If it is painful, thought avoids it. K: Sekarang, mengapa pikiran masuk? Jika menyakitkan, pikiran menghindarinya.
36:42 DB: Right. DB: Benar.
36:45 K: It doesn’t identify itself with that. K:Pikiran tidak mengidentifikasi dirinya dengan itu.
36:47 DB: It identifies against it, it says, ‘I don’t want it’. DB:Pikiran mengidentifikasi dengan menentangnya, katanya, 'Saya tidak menginginkannya',
36:50 K: No, leave it alone, go away from it, either deny it or move away from it. But if it is pleasurable, when the senses begin to enjoy, say, ‘How nice’, then thought begins to identify itself with it. K: Tidak, biarkan saja, pergilah dari itu, baik menyangkalnya atau menjauh darinya. Tetapi jika itu menyenangkan, ketika indera mulai menikmati, katakan, "Betapa baiknya", lalu pikiran mulai mengiden- tifikasikan dirinya dengan itu.
37:10 DB: But why, I mean? DB:Tapi karena apa, maksud saya?
37:12 K: Why, because of pleasure. K: Kenapa, karena kesenangan.
37:16 DB: But why doesn’t thought give it up when it sees how futile this is? DB:Tapi mengapa pikiran tidak menyerah... ketika melihat betapa sia-sianya ini?
37:22 K: Oh, that’s much later.

DB: That’s a long way off.
K: Oh, itu lama sekali kemudian.

DB: Jauh sekali.
37:24 K: When it becomes painful, when it is aware identification breeds both pleasure and fear, then it begins to question. K: Ketika itu menjadi menyakitkan, saat menyadari identifikasi melahir- kan baik kesenangan dan rasa takut, lalu mulai mempertanyakan.
37:35 DB: Well, are you saying thought has made a simple mistake in the beginning, a kind of innocent mistake? DB: Ya, apakah Anda mengatakan bahwa pikiran telah membuat... kesalahan sederhana di awal, semacam kesalahan polos?
37:40 K: Yes, that’s right. Thought has made a mistake in identifying with something, that brings to it pleasure, or there is pleasure in something. K: Ya, itu benar. Pikiran telah membuat kesalahan da- lam mengidentifikasi dengan sesuatu, yang membawa kesenangan padanya, atau ada kesenangan dalam sesuatu.
37:53 DB: And thought tries to take over.

K: To take over.
DB:Dan pikiran mencoba mengambil alih.

K:Untuk mengambil alih.
37:56 DB: To make it permanent, perhaps. DB:Untuk membuatnya permanen, barangkali.
38:00 K: Permanent, right, which means memory. A remembrance of the lake with the daffodils, and the trees, and the water and sunlight, and all the rest of it. K: Permanen, benar, yang berarti memori. Kenangan akan danau dengan bunga bakung, dan pohon-pohon, dan air dan sinar matahari, dan semua lainnya.
38:13 DB: I understand now thought has made a mistake and later it discovers this mistake, but it seems to be too late because it doesn’t know how to stop. DB:Saya mengerti sekarang, pikiran telah membuat kesalahan... dan belakangan ia menemukan kesalahan ini, tapi sepertinya sudah terlambat... karena tidak tahu, harus bagaimana untuk berhenti.
38:21 K: It is now conditioned. K: Sekarang terkondisi.
38:24 DB: So can we make it clear why it cannot give it up, you see. DB:Jadi bisakah kita perjelas kenapa pikiran tidak bisa melepaskannya.
38:27 K: Why it cannot give it up? That’s our whole problem.

DB: Do we try to make it more clear?
K: Mengapa pikiran tidak bisa melepaskannya? Itu seluruh masalah kita.

DB:Apakah kita coba membuatnya lebih jelas?
38:33 K: Why doesn’t thought give up something which it knows or is aware that it is painful? K: Mengapa pikiran tidak... melepaskan sesuatu, yang ia ketahui atau sadari bahwa itu menyakitkan?
38:40 DB: Yes.

K: It is destructive. Why? Go on, why, sir? Sir, let’s take a simple example: psychologically one is hurt.
DB: Ya.

K: Itu destruktif, menghancurkan. Mengapa? Teruskan, kenapa Tuan? Tuan, mari kita ambil contoh sederhana:... secara psikologis seseorang terluka.
39:07 DB: Well, that is later. DB: Ya, itu kemudian.
39:08 K: I am taking that as an example, doesn’t matter later or... One is hurt. Why can’t one immediately give up that hurt, because knowing that hurt is going to create a great deal of damage? That is, when I am hurt I build a wall round myself not to be hurt more; there is fear, and isolation, neurotic actions – all that follows. Thought has created the image about myself, and that image gets hurt. Why doesn’t thought say, ‘Yes, by Jove, I have seen this’, drop it immediately? Right? It is the same question.

DB: Yes.
K:Saya mengambil itu sebagai contoh, tidak masalah nanti atau... Seseorang terluka. Mengapa seseorang tidak bisa segera melepaskan rasa sakit itu, karena tahu bahwa rasa sakit itu akan menciptakan banyak kerusakan? Yaitu, ketika saya terluka saya bangun tembok di sekeliling saya, untuk tidak lebih disakiti; ada rasa takut, dan isolasi, tinda- kan neurotik - semua itu mengikuti. Pikiran telah menciptakan imaji tentang diri sendiri, dan imaji itu terluka. Mengapa pikiran tidak mengatakan, ‘Ya, astaga, saya telah lihat ini’, lepaskan segera? Benar? Itu pertanyaan yang sama.

DB: Ya.
40:01 K: Because when it drops the image there is nothing left. K: Karena ketika pikiran melepaskan gambar, tidak ada yang tersisa.
40:06 DB: Then you have another ingredient because thought wants to hold on to the memory of the image. DB: Lalu Anda punya bahan lain, karena pikiran ingin mempertahankan memori gambar.
40:12 K: Hold on to the memories which have created the image. K:Bertahan pada memori yang telah menciptakan gambar.
40:16 DB: And which may create it again, and thought feels they are very precious. DB: Dan yang dapat menciptakannya lagi, dan pikiran merasa mereka sangat berharga.
40:21 K: Yes, they are very precious, nostalgic and all the rest of it. K: Ya, mereka sangat berharga, bernostalgia dan lain-lainnya.
40:26 DB: So somehow it gives very high value to all that. How did it come to do that? DB:Jadi, entah bagaimana itu memberi nilai amat tinggi pada semua itu. Bagaimana itu bisa melakukannya?
40:34 K: Why has it made the image so valuable? K: Mengapa pikiran membuat imaji itu sangat berharga?
40:38 DB: Yeah. Why has the image become so important which thought has created? DB: Ya. Mengapa citra menjadi begitu penting... yang pikiran telah telah ciptakan?
40:47 DB: If I may say that in the beginning it was a simple mistake, and thought made an image of pleasure, and it seemed to become very important, precious, and was unable to give it up. DB: Kalau boleh saya katakan, bahwa pada awalnya itu adalah kesalahan sederhana, dan pikiran membuat imaji dari kesenangan, dan itu tampaknya menjadi sangat penting, berharga, dan tidak bisa melepaskannya.
41:02 K: Yes, why doesn’t it? Sir, if I give up pleasure, if thought gives up pleasure, what is there left? K:Ya, mengapa tidak dilakukannya? Tuan, jika saya lepaskan kesenangan, jika pikiran melepaskan kesenangan, apa yang tersisa?
41:13 DB: It can’t seem to return to the state in the beginning when there was nothing. DB:Tampaknya tidak bisa kembali ke keadaan semula... ketika tidak ada apa-apa.
41:17 K: Ah, that is the pristine state. That is the thing. K:Ah, itu adalah keadaan yang asli, murni. Itu masalahnya.
41:21 DB: It is unable to return to that state. DB:Itu tidak dapat kembali ke kondisi itu.
41:22 K: It can’t because thought – you know, all the rest of it. K: Itu tidak bisa karena pikiran - Anda tahu, semua itu.
41:25 DB: Well, I think what happens is that when thought thinks of giving up pleasure, which has become very precious, then the mere thought of that is painful. DB: Ya, saya pikir yang terjadi adalah... ketika pikiran berpikir untuk melepaskan kesenangan, yang telah menjadi sangat berharga, maka sekedar memikirkan itu adalah menyakitkan.
41:36 K: Yes, the giving up is painful. K: Ya, melepaskan adalah menyakitkan.
41:37 DB: And therefore thought runs away from that. DB: Dan karena itu, pikiran lari dari itu.
41:40 K: Yes, so it clings to pleasure. K: Ya, jadi pikiran berpegang erat pada kesenangan.
41:44 DB: It does not wish to face the pain. DB:Pikiran tidak ingin menghadapi rasa sakit.
41:46 K: Till there is a better reward for pleasure, which will be a better pleasure. K: Sampai ada imbalan yang lebih baik untuk kesenangan, yang akan menjadi kesenangan yang lebih baik.
41:50 DB: That’s no change, is it?

K: Of course.
DB:Itu bukan perubahan, bukan?

K: Tentu saja.
41:54 DB: But thought seems to have fallen into a trap which it has made, because it has innocently remembered pleasure, and then gradually made it important, and then it has become too painful to give it up.

K: Give it up.
DB: Tetapi pikiran tampaknya telah jatuh ke dalam jebakan... yang ia telah buat, karena ia telah dengan polosnya mengingat kesenangan, dan kemudian secara bertahap membuatnya penting, dan kemudian itu menjadi terlalu menyakitkan... untuk melepaskannya.

K: Melepaskan.
42:10 DB: Because any change from the immediate removal of pleasure is very painful. DB:Karena perubahan apa pun dari seketika penghapusan kesenangan... adalah sangat menyakitkan.
42:14 K: Because it has nothing else than afterwards, then it is frightened. K:Sebab setelah itu tidak ada yang lain yang dimilikinya, maka ia ketakutan.
42:18 DB: But you see, in the beginning it was not frightened to have nothing else. DB: Tapi Anda lihat, pada awalnya tidak ada rasa takut untuk tidak memiliki apa-apa.
42:22 K: Yes.

DB: Now it is.
K: Ya.

DB: Sekarang ia takut.
42:24 K: Yes. In the beginning, that means the beginning being the beginning of man. K: Ya. Pada awalnya, itu berarti pada awalnya, awal dari keberadaan manusia.
42:31 DB: Yes. DB: Ya.
42:32 K: In the beginning of man – can we question even that? K: Di awal manusia - dapatkah kita mempertanyakan bahkan hal itu?
42:37 DB: Perhaps not. DB: Mungkin tidak.
42:38 K: Beginning of the ape. K: Awal mula kera.
42:41 DB: If you go far enough back. You want to say it has been going a long time, but thought has built this trap which has gradually got worse. DB:Jika Anda mundur cukup jauh. Anda ingin mengatakan bahwa itu sudah lama berlangsungnya, tetapi pikiran telah membangun jebakan ini... yang secara bertahap menjadi makin buruk.
42:53 K: Sir, could we say, as the brain is very old – all our brains are very old – merely tracing it back further and further, you can never find out. But I can say my brain is now as it is, which is very old, conditioned, in terms of pleasure and pain. K:Tuan, dapatkah kita katakan, karena otak sudah sangat tua... - semua otak kita sudah sangat tua - hanya sekedar melacaknya kembali semakin jauh, Anda tidak pernah bisa mengetahuinya. Tetapi saya dapat mengatakan, bahwa otak saya sekarang adalah seperti begini adanya, yang adalah sangat tua, terkondisi, dalam kaitan dengan kesenangan dan kesakitan.
43:23 DB: Yes. They say that the old brain is also the emotional part of the brain. DB: Ya. Mereka mengatakan bahwa otak tua itu... juga bagian emosional dari otak.
43:27 K: Of course, emotional and all the rest of it, sensory. So where are we now? K: Tentu saja, emosional dan semua lainnya, indrawi. Jadi sekarang di mana kita?
43:36 DB: Well, we say that this brain has conditioned itself by continual memory of the image of pleasure, the unpleasantness of giving it up and the fear. DB:Ya, kita katakan bahwa otak ini telah mengkondisikan dirinya sendiri, oleh memori yang terus-menerus dari imaji kesenangan, ketidaknyamanan dari melepaskannya dan rasa takut.
43:46 K: So it clings to something which it knows. K: Jadi ia melekat pada sesuatu yang dikenalnya.
43:48 DB: Which it knows and which is very precious to it. DB: Yang diketahui dan yang sangat berharga untuknya.
43:51 K: But it doesn’t know that it is going to breed fear. K: Tetapi tidak tahu bahwa itu akan membiakkan rasa takut.
43:55 DB: Even when it knows it still clings. DB: Bahkan ketika tahu, itu masih melekat.
43:56 K: But it would much rather run away from fear hoping the pleasure will continue. K: Tapi ia jauh lebih baik melarikan diri dari rasa takut, berharap kesenangan akan berlanjut.
44:01 DB: But I think eventually it starts to become irrational because it creates pressures which make the brain irrational and unable to get this straight. DB: Tapi saya pikir pada akhirnya ia mulai menjadi tidak rasional, karena itu menciptakan tekanan, yang membuat otak irasional dan tidak dapat meluruskan ini.
44:12 K: Yes. Where are we now at the end of this? We started off, sir, didn’t we, Dr Bohm, with – is there an action in which there is no motive, no cause, the self doesn’t enter into it at all? Of course there is. There is when the self is not, which means no identifying process takes place. There is the perceiving of a beautiful lake with all the colour and the glory and the beauty of it, and that’s enough. Not the cultivating of memory which is developed through the identification process. Right? K: Ya. Di mana kita sekarang di akhir dari ini? Kita memulai, Tuan, bukankah, Dr Bohm, dengan - apakah ada tindakan di mana tidak ada motif, tidak ada sebab, si diri sama sekali tidak masuk ke dalamnya? Tentu saja ada. Ada, saat diri tiada, yang berarti, tidak ada proses identifikasi terjadi. Ada persepsi akan suatu danau yang indah... dengan semua warna dan kemuliaan dan keindahannya, dan itu sudah cukup. Bukan memupuk memori, yang dikembangkan melalui proses identifikasi. Benar?
45:25 DB: This always raises the question: how are we going to stop this identification? DB: Ini selalu menimbulkan pertanyaan:... bagaimana kita menghentikan identifikasi ini?
45:30 K: I don’t think there is a ‘how’. K: Saya rasa tidak ada 'bagaimana'.
45:32 DB: Right, but then what do we do? DB: Benar, tapi lalu apa yang kita lakukan?
45:34 K: Which means meditation, control, practice, practice, practice. And that way makes the mind mechanical, dull – forgive me – and literally incapable of receiving anything new. K: Yang berarti meditasi, peng- endalian, latihan, latihan, latihan. Dan cara itu membuat pikiran menjadi mekanis, kuyu... - maafkan aku - dan benar-benar tidak mampu menerima sesuatu yang baru.
46:00 Irmgard Schloegl: If it imitates, if it just imitates it, this is precisely what happens. If these practices are done with imitation, imitation, imitation. Irmgard Schloegl: Jika itu meniru, jika itu hanya meniru itu, inilah tepatnya apa yang terjadi. Jika praktik ini dilakukan dengan imitasi, imitasi, imitasi.
46:14 WR: That means if that practice becomes an imitation... WR: Itu berarti jika praktik itu menjadi tiruan...
46:18 IS: Then this is a terrible condition. IS: Maka ini adalah kondisi yang mengerikan.
46:20 WR:...then the mind is mechanical. WR:...maka batin itu adalah mekanis.
46:22 K: What do you mean ‘imitation’? K:Apa maksud Anda dengan 'imitasi'?
46:25 IS: If you tell me – if I make it very simple – just three times a day put your hand on the floor and something will happen.

K: And I do it.
IS:Jika Anda memberi tahu saya, ji- ka saya membuatnya sangat sederhana, hanya tiga kali sehari letakkan tangan Anda di lantai... dan sesuatu akan terjadi.

K: Dan saya melakukannya.
46:35 IS: And I do it, I do not think about it, I do not enquire about it, I do not say, ‘Why? Now, what happens, why should I?’, if I do not question it, if I just mechanically do it, nothing will happen, I will get only more and more fuzzy. But if I enquire into it, why, what for, what is my reaction... IS: Dan saya melakukannya, saya tidak memikirkannya, Saya tidak menanyakannya, saya tidak mengatakan,, Mengapa? Sekarang, apa yang terjadi, mengapa saya harus? ’, jika saya tidak mempertanyakannya, jika saya secara mekanis melakukan- nya, tidak ada yang akan terjadi, saya hanya akan menjadi semakin kabur. Tetapi jika saya menanyakannya, meng- apa, untuk apa, apa reaksi saya...
46:56 K: My question is: I have listened to somebody who says, put your hand there, and then I begin to enquire, but I don’t accept anybody telling me that I must put my hand there, then I don’t have to enquire. Do you remember that famous story of a guru – he had a favourite cat, and he had many disciples. Every morning, before they all started meditation, he caught hold of the cat, put it on his lap, and meditated. And when he died, the disciples had to search around for a cat. K: Pertanyaan saya adalah:... saya telah mendengarkan seseorang yang mengatakan, letakkan tangan Anda di sana, dan kemudian saya mulai menyelidiki, tapi saya tidak menerima siapa pun yang memberi tahu saya, bahwa saya harus meletakkan tangan saya di sana, maka saya tidak perlu menyelidiki. Apakah Anda ingat kisah seorang guru yang terkenal itu? - dia punya kucing kesayangan, dan dia punya banyak murid. Setiap pagi, sebelum mereka semua memulai meditasi, dia pegang kucing itu, meletakkannya di pangkuannya, dan bermeditasi. Dan ketika dia meninggal, para murid harus mencari seekor kucing.
47:43 WR: I have heard it differently. The cat was tied up so he could not come and listen. WR: Saya sudah mendengarnya secara berbeda. Kucing itu diikat sehingga dia tidak bisa datang dan mendengarkan.
47:48 K: Same thing. You see, our minds are mechanical anyhow, have been made mechanical. Can’t we investigate why we have become mechanical, rather than practise that which is non-mechanical, which may be mechanical. K: Hal yang sama. Anda lihat, bagaimanapun batin kita mekanis adanya, telah dibuat mekanis. Bisakah kita selidiki... mengapa kita menjadi mekanis, alih-alih berlatih apa yang non-mekanis, yang boleh jadi mekanis adanya.
48:27 IS: We can, since there have been people who have become whole before us... IS: Kita bisa, karena ada orang yang telah menjadi utuh sebelum kita...
48:42 K: I don’t know.

IS: Or it seems. If I stand out of my quest.

K: I don’t know anybody.
K: Saya tidak tahu.

IS: Atau sepertinya. Jika saya ke luar dari penyelidikan saya.

K:Saya tidak kenal siapa pun.
48:48 IS: It seems likely.

K: You see, you accept it.
IS: Sepertinya mungkin.

K: Anda lihat, Anda menerimanya.
48:52 IS: I am looking at it as a possible proposition. IS: Saya melihatnya sebagai suatu dalil kemungkinan.
48:56 K: I don’t know. I start with myself. I don’t look to somebody who is enlightened. I don’t know. They may deceive themselves. K: Saya tidak tahu. Saya mulai dengan diri saya sendiri. Saya tidak mencari seseorang yang tercerahkan. Saya tidak tahu. Mereka mungkin menipu diri mereka sendiri.
49:07 IS: This is why I am trying to find... IS: Ini sebabnya saya mencoba mencari...
49:11 K: So one must start with oneself. Oneself is already second-hand, living in the shadow of others, so why look to others? So here I am. From there I begin. It’s so simple, whereas the other leads to so many complications. K: Jadi seseorang harus mulai dengan diri sendiri. Diri sendiri adalah sudah barang be- kas, hidup dalam bayangan orang lain, jadi mengapa melihat ke orang lain? Jadi, inilah saya. Dari situlah saya mulai. Ini sedemikian sederhananya, sedangkan yang lain menyebabkan begitu banyak kerumitan.
49:38 IS: I do not necessarily see it as a complication. If I have an idea that there is something that is more than my illusion, my suffering, my general state of dissatisfaction in which I am and which I have to face, if I do not think that there is any possibility, then I might not even try. If I see that there might be a possibility, I do not need to take it for truth, but it gives me the sense that it is worthwhile trying to work with myself as my own subject of experiment, to work it out. IS: Saya tidak perlu melihatnya sebagai kerumitan. Jika saya punya ide, bahwa ada sesuatu yang ebih dari ilusi saya, penderitaan saya, keadaan secara umum dari ketidakpuasan saya, dalam mana saya berada dan yang harus saya hadapi, jika saya tidak berpikir bahwa ada suatu kemungkinan, maka saya mungkin bahkan tidak mencoba. Jika saya melihat bahwa boleh jadi ada kemungkinan, saya tidak perlu menerimanya sebagai kebenaran, tapi itu memberi saya suatu perasaan, bahwa ada baiknya mencoba bekerja dengan diri saya sendiri... sebagai subjek percobaan saya sendiri, untuk menyelesaikannya.
50:17 K: Why do you want a motive? K: Mengapa Anda menginginkan motif?
50:22 IS: I think it is almost impossible not to start with that motive, because that starts from self. IS: Saya pikir hampir mustahil untuk tidak memulai dengan motif itu, karena itu dimulai dari diri.
50:28 K: No, madam, we are talking about the same thing, aren’t we? I just want to know myself, not because I suffer, I go through, you know, I just want to know what I am, not according to anybody, but just know about myself. So I begin to enquire, I begin to look in the mirror, which is myself. The mirror says, your reactions are these, and as long as you have these reactions, you are going to pay heavily, you are going to suffer. So that is all. So now how am I, an ordinary human being, knowing all my reactions, ugly, pleasant, hateful, all the reactions one has, to bring about an observation in which there is no motive to restrain or to expand reactions? I wonder if I am making myself clear. K: Tidak, Nyonya, kita berbicara tentang hal yang sama, bukan? Saya hanya ingin tahu sendiri, bukan karena saya menderita, yang saya alami, Anda tahu, saya hanya ingin tahu saya ini apa, tidak menurut siapa pun, tetapi hanya tahu tentang diri saya sendiri. Jadi saya mulai menyelidiki, saya mulai melihat ke cermin, yaitu diri saya sendiri. Cermin berkata, reaksi-reaksi Anda adalah ini, dan selama Anda memiliki reaksi-reaksi ini, Anda akan membayar mahal sekali, Anda akan menderita. Jadi itu saja. Jadi sekarang bagaimana saya, manusia biasa, mengetahui semua reaksi-reaksi saya, jelek, menyenangkan, penuh kebencian, semua reaksi yang seseorang miliki, untuk menghasilkan pengamatan di mana tidak ada motif... untuk menahan atau memperluas reaksi? Saya bertanya-tanya apakah saya membuat diri saya jelas.
51:45 IS: Yes. IS: Ya.
51:46 K: How am I to observe myself without a cause? The cause generally is punishment and reward. Which is obviously too absurd, like a dog being trained. So can I look at myself without any motive? Go on, sirs. K:Bagaimana saya bisa mengamati diri sendiri tanpa alasan? Penyebabnya umumnya adalah hukuman dan ganjaran. Yang jelas terlalu mustahil, seperti anjing yang dilatih. Jadi bisakah saya melihat diri sendiri tanpa motif? Teruskan, Tuan-Tuan.
52:19 IS: At this stage of enquiry, where I am beginning to try to do it, to start with, I cannot do it, I am too conditioned. IS:Pada tahap penyelidikan ini, di mana saya mulai mencoba melakukannya, untuk memulainya, saya tidak bisa melakukannya, saya terlalu terkondisikan.
52:32 K: No, I wouldn’t admit that. You are always asking for help. K: Tidak, saya tidak akan mengakuinya. Anda selalu meminta bantuan.
52:39 IS: No, but I can in the same way as I can do a physical training, I can be able slowly, but not immediately, to look, to bear the proximity of those things that I do normally not like to see in myself. IS: Tidak, tapi saya bisa dengan cara yang sama... seperti saya bisa melakukan latihan fisik, Saya bisa dengan perlahan, tetapi tidak segera, untuk melihat, untuk memikul kedekatan hal-hal itu, yang biasanya saya lakukan, bukan seperti melihat dalam diri saya.
52:59 K: I understand that, madam. Which is like: I have no muscles to do certain exercises, in a week’s time I have those muscles by doing exercises. That same mentality is carried over, I don’t know myself, but I will gradually learn about myself. K: Saya mengerti itu, Nyonya. Itu seperti: saya tidak punya otot untuk melakukan latihan tertentu, dalam waktu seminggu saya memiliki... otot-otot itu dengan melakukan latihan-latihan. Mentalitas yang sama itu terbawa, saya tidak mengenal diri saya sendiri, tetapi secara bertahap saya akan belajar tentang diri saya.
53:21 IS: I’s not that I need to gradually learn – we have to be very careful here – it is not that I need to gradually learn about myself, it is only that I have to develop the courage, the strength to bear myself. IS:'Saya' bukan sesuatu yang per- lu saya pelajari secara bertahap... - kita harus sangat berhati-hati di sini - bukan sesuatu yang perlu secara bertahap saya... pelajari tentang diri saya, hanya saja saya harus mengembangkan keberanian, kekuatan untuk membawa diri.
53:37 K: It is the same thing, it is the same thing. I haven’t the strength, physical strength to do certain exercises: the same mental operation goes psychologically – I am weak, but I must get strong. K: Itu adalah hal yang sama, itu adalah hal yang sama. Saya tidak memiliki kekuatan, kekuatan fisik untuk melakukan latihan tertentu:... operasi mental yang sama berjalan secara psikologis... - Saya lemah, tetapi saya harus menjadi kuat.
53:54 IS: It is not that I must get strong. I think this is where one gets oneself into a... IS: Bukannya saya harus menjadi kuat. Saya pikir ini adalah di mana seseorang masuk ke...
54:00 K: Cul-de-sac.

IS: Yes, it is not for the motive, it is the very real suffering and looking, and suffering and looking, suffering and looking, and there is a changing factor in it which in the end makes it possible.
K:jalan buntu.

IS: Ya, bukan karena motif, itu adalah penderitaan dan penglihatan yang sangat nyata, dan menderita dan mencari, menderita dan mencari, dan ada unsur perubahan di dalamnya, yang pada akhirnya membuatnya mungkin.
54:18 K: Which is again gradual, evolution. I say that is totally – if I may point out, I am not correcting you – that will lead nowhere, that is an illusion. K: Yang lagi-lagi adalah bertahap, evolusi. Saya katakan itu sepenuhnya... - jika boleh saya tunjukkan, saya tidak mengoreksi Anda - bahwa itu tidak akan membawa ke mana pun, itu hanya ilusi.
54:34 IS: It need not lead to anywhere, but if it is continued in that spirit, with that attitude, not I get something out of it, then there is a sudden change possible and it does occur. Whether we have done it, and I would like to make another point on that: whether we have done it starting with that motive and changed and began slowly the other way, or whether we have done it unbeknownst to ourselves, so that it can suddenly happen on the basis of the life that we have lived, does really not make any difference. IS: Tidak perlu membawa ke mana pun, tetapi itu dilanjutkan dalam semangat itu, dengan sikap itu, bukan saya mendapatkan sesuatu dari itu, lalu suatu perubahan mendadak mungkin terjadi dan itu memang terjadi. Apakah kita yang sudah melakukannya, dan saya ingin menyampaikan poin lain tentang itu: apakah kita telah melakukannya dimulai dengan motif itu... dan berubah dan mulai secara perlahan ke arah lain, atau apakah kita telah melakukannya tanpa sepengetahuan kita, sehingga bisa tiba-tiba terjadi... atas dasar kehidupan yang kita jalani, benar-benar tidak ada bedanya.
55:11 K: Madam, either you have insight immediately, or you don’t have it. K: Nyonya, atau Anda memiliki wawasan seketika, atau Anda tidak memilikinya.
55:15 IS: Yes, that is true but what led up to it, that is the point. IS: Ya, itu benar, tetapi apa yang mengarah ke sana, itulah intinya.
55:19 K: Ah, there is no preparation, which means time, which means cultivating, identification, the ‘me’. K: Ah, tidak ada persiapan, yang berarti waktu, yang berarti membina, mengidentifikasi, si 'aku'.
55:28 IS: No.

K: Of course. The moment you allow time it is the cultivation of the self.
IS: Tidak.

K: Tentu saja. Saat Anda memberikan waktu, itu adalah kultivasi diri.
55:35 IS: Not necessarily. IS: Belum tentu.
55:38 K: Why do you say, not necessarily? K: Mengapa Anda mengatakan, belum tentu?
55:43 IS: If I do it for something that I want to gain out of it, then it is certainly a cultivation of the self. IS:Jika saya melakukannya untuk sesuatu, yang dari mana saya ingin dapatkan imbalan, maka itu tentunya merupakan suatu kultivasi diri.
55:54 K: Madam, when you say, as we said just now, insight is devoid of time and memory. Insight is timeless, it must happen. You can’t gradually come to it, it is not a thing cultivated by thought. So to have an insight into oneself instantly, not by degrees. Is that possible?

IS: Yes.
K: Nyonya, ketika Anda mengatakan, seperti yang kita katakan tadi, wawasan adalah tanpa waktu dan memori. Wawasan adalah tanpa-waktu, itu harus terjadi. Anda tidak bisa secara bertahap datang ke itu, itu bukan sesuatu yang dipupuk oleh pikiran. Jadi untuk memiliki wawasan ke dalam diri sendiri secara seketika, bukan bertahap. Apakah itu mungkin?

IS: Ya.
56:30 K: No, don’t say, yes, we are enquiring. K: Tidak, jangan katakan, ya, kita sedang bertanya.
56:32 IS: Then I would say with my own conviction and experience, I would say yes. IS: Lalu saya akan katakan dengan ke- yakinan dan pengalaman saya sendiri, Saya akan mengatakan ya.
56:40 K: Say yes to what?

IS: It is possible.
K: Mengatakan ya untuk apa?

IS: Itu adalah mungkin.
56:46 K: That means, if you have an insight, that insight wipes away the self, not momentarily, not momentarily. So would you say, action then is without motive? Do you know such action; not occasionally, but living an everyday life? I don’t want to be occasionally fed, but I want to be fed every day. I don’t want to be occasionally happy, I want to have – you know, all the rest of it. As insight is devoid of time and divorced from memory, thought, therefore is there an action born of insight? You understand? K: Itu berarti, jika Anda memiliki wawasan, wawasan itu menghapus si diri, tidak sementara, tidak sementara. Jadi, apakah Anda akan berkata, tindakan lalu tanpa motif? Apakah Anda tahu tindakan seperti itu; tidak kadang-kadang, tetapi menjalani kehidupan sehari-hari? Saya tidak ingin diberi makan sesekali, tetapi saya ingin diberi makan setiap hari. Saya tidak ingin sesekali bahagia, Saya ingin memiliki - Anda tahu, seterusnya. Karena wawasan adalah tanpa waktu dan tercerai dari memori, pikiran, oleh karena itu adakah tindakan yang lahir dari wawasan? Anda paham?
58:24 WR: If you have insight – I don’t say ‘had’ because that means memory again, the past. WR:Jika Anda memiliki wawasan... - Saya tidak mengatakan 'sudah', sebab itu berarti memori lagi, masa lalu.
58:30 K: Have insight.

WR: If you have insight, there is no exception, all your actions are without motive.
K: Punya wawasan.

WR: Jika Anda memiliki wawasan, tidak ada kekecualian, semua tindakan Anda tanpa motif.
58:43 K: Again, forgive me – are we talking theoretically or actually? K: Sekali lagi, maafkan saya... - apakah kita berbicara secara teoritis atau secara aktual?
58:48 WR: Actually. WR: Secara aktual.
58:51 K: That means action is correct, accurate, right through life. K: Itu berarti, tindakan adalah benar, akurat, sepanjang hidup.
59:03 WR: Yes. You may make mistakes, sir, technically. WR: Ya. Anda mungkin membuat kesalahan, Tuan, secara teknis.
59:11 K: No, I am not talking of technically. K: Tidak, saya tidak berbicara mengenai teknis.
59:13 WR: But there is no self, there is no motive if you have that insight. Every action... WR:Tapi tidak ada diri, tidak ada mo- tif, jika Anda memiliki wawasan itu. Setiap tindakan...
59:21 K: Have you got that insight? Not you, sir, has one insight, that insight into the whole nature of the self, not arguments, not inductions, not deductions, not conclusions, but have an insight into the nature of the self? And therefore the self, if there is an insight into the self, then action will inevitably follow from that insight. K:Apakah Anda punya wawasan itu? Bukan Anda, Tuan, apakah seseorang memiliki wawasan, wawasan ke dalam seluruh sifat diri, bukan argumen, bukan induksi, bukan deduksi, bukan kesimpulan, tetapi memiliki wawasan ke dalam sifat diri? Dan karena itu si diri, jika ada wawasan ke dalam diri, maka tindakan pasti akan mengikuti dari wawasan itu.
59:59 IS: May I make one point clear that I feel strongly about, it is not that I have the insight, that is not possible. There is that insight. IS:Boleh saya jelaskan satu poin yang sangat saya rasakan, itu bukan karena saya memiliki wawasan, itu tidak mungkin. Ada wawasan itu.
1:00:12 K: What? Is there such insight?

IS: There is the insight. It is not as if I have it.
K:Apa? Apakah ada wawasan seperti itu?

IS: Ada wawasan. Bukan saya seperti memilikinya.
1:00:19 GN: It is not that I have insight, there is insight. GN: Bukannya saya memiliki wawasan, ada wawasan.
1:00:24 K: I have no insight, I am only blind. If I say, ‘I have an insight into that’, I am a little bit mentally deranged. So what are we talking about? You asked a question, sir. K: Saya tidak memiliki wawasan, saya hanya buta. Jika saya mengatakan, 'Saya memiliki wawasan ke dalam itu', Saya sedikit gila mental. Jadi apa yang kita bicarakan? Anda mengajukan pertanyaan, Tuan.
1:00:44 WR: Of course, we have gone very far away from my question. WR:Tentu saja, kita sudah sangat jauh menyimpang dari pertanyaan saya.
1:00:47 K: I know. K: Saya tahu.
1:00:49 WR: Now let us forget that question altogether, that was answered. WR: Sekarang mari kita lupakan saja pertanyaan itu, itu sudah dijawab.
1:00:52 K: Let’s go back to it. K:Mari kita kembali ke situ.
1:00:55 WR: No, that question you have answered. Then there is another question, also related. You see, there is – perhaps you are aware of this theory – many people... that we think in a language, there is a belief. Many people say that.

K: What?
WR: Tidak, pertanyaan itu sudah Anda jawab. Lalu ada pertanyaan lain, juga terkait. Anda lihat, ada... - mungkin Anda mengetahui teori ini - banyak orang... bahwa kita berpikir dalam suatu bahasa, ada suatu kepercayaan. Banyak orang mengatakan itu.

K: Apa?
1:01:17 WR: You think in a language. Very often they ask me: in which language do you think. I say, I don’t know. There is no language in thinking. Thought has no language, and the thought is immediately interpreted into the nearest language. WR: Anda berpikir dalam suatu bahasa. Sangat sering mereka bertanya kepada saya:... dalam bahasa apa Anda berpikir. Saya katakan, saya tidak tahu. Tidak ada bahasa dalam berpikir. Pikiran tidak memiliki bahasa, dan pikiran itu segera ditafsirkan... ke dalam bahasa terdekat.
1:01:41 K: Sir, could you convey your thought to me without the word? K:Tuan, bisakah Anda menyampaikan pikiran Anda kepada saya tanpa kata?
1:01:45 WR: That is the thing. When you convey thought, it is indefinite. WR: Itu masalahnya. Ketika Anda menyampaikan pikiran, itu kabur.
1:01:49 K: No, sir. Can you convey your thought to me without the word? K: Tidak, Tuan. Bisakah Anda menyampaikan pikiran Anda ke saya tanpa kata?
1:01:58 WR: That depends on the level.

K: Which means what?
WR: Itu tergantung pada tataran.

K: Yang artinya apa?
1:02:04 WR: I don’t know whether you accept it, or whether you have that experience: without talking, without words, there is communication. WR: Saya tidak tahu apakah Anda menerimanya, atau apakah Anda memiliki pengalaman itu:... tanpa berbicara, tanpa kata-kata, ada komunikasi.
1:02:16 K: That is, sir, there can only be communication, communion when you and I are on the same level and with the same intensity, at the same time. Right? Which is what? When you and I are on the same level, with the same intensity, at the same time, what is that thing? Then words are not necessary. K: Yaitu, Tuan, hanya bisa ada komunikasi, komuni, ketika Anda dan saya berada pada tataran yang sama... dan dengan intensitas yang sama, pada saat bersamaan. Benar? Yang artinya? Ketika Anda dan saya berada pada tataran yang sama, dengan intensitas yang sama, pada saat bersamaan, keadaan bagaimana itu? Maka kata-kata tidak perlu.
1:03:04 WR: No.

K: What is that thing?
WR: Tidak.

K: Keadaan bagaimana itu?
1:03:10 WR: You can say if you like, that it is thought. WR: Anda dapat katakan, jika Anda suka, bahwa itu pikiran.
1:03:17 K: No, no. Sir, when both of us are like that, what is the quality of that state? Not the absence of thought, but the quality, the perfume, the thing. Wouldn’t you call that love? K: Tidak, tidak. Tuan, ketika kita berdua seperti itu, apa kualitas keadaan itu? Bukan tidak adanya pikiran, tetapi kualitas, aroma, keadaan itu. Apakah Anda tidak menyebut itu cinta?
1:03:53 WR: Yes.

K: No, don’t, don’t.
WR: Ya.

K: Tidak, jangan, jangan.
1:03:56 WR: But you asked me, or just you are going to answer it. I get confused when you put it to me and people are expecting me to answer it. WR:Tapi Anda bertanya kepada saya, a- tau hanya Anda yang akan menjawabnya. Saya bingung ketika Anda menanyakannya kepada saya... dan orang-orang mengharapkan saya untuk menjawabnya.
1:04:08 K: Sir, when two people have this extraordinary quality of this state, words are not necessary. There is that quality of love which exists, therefore the words become unnecessary. There is instant communication. Now, for most of us, language drives us. Right? Right, sir? Language drives us, pushes us, shapes us. Our minds are conditioned by language, which is language, words, drive us, force us. I am an Englishman – the language, and the contents of that language. Right? And if we use words without the language directing us, words then have an entirely different meaning. K: Tuan, ketika dua orang... memiliki kualitas luar biasa dari keadaan ini, kata-kata tidak perlu. Ada kualitas cinta yang ada, oleh karena itu kata-kata menjadi tidak perlu. Ada komunikasi instan. Sekarang, bagi kebanyakan dari kita, bahasa menguasai kita. Benar? Benar, Tuan? Bahasa menguasai kita, mendorong kita, membentuk kita. Pikiran kita dikondisikan oleh bahasa, yang merupakan bahasa, kata-kata, menguasai kita, memaksa kita. Saya orang Inggris... - bahasa, dan konten bahasa itu. Benar? Dan jika kita menggunakan kata-kata tanpa bahasa mengarahkan kita, kata-kata kemudian memiliki arti yang sama sekali berbeda.
1:05:52 GN: The language doesn’t drive you, but you drive the language. GN: Bahasa tidak menguasai Anda, tetapi Anda menguasai bahasa.
1:05:55 K: That’s right. K: Itu benar.
1:05:57 DB: I think that ordinarily we are identified with our language, and therefore it is driving us, but if we are free of identification... DB: Saya pikir biasanya kita diidentifikasi dengan bahasa kita, dan karenanya, itu menguasai kita, tetapi jika kita bebas dari identifikasi...
1:06:07 K: That’s why, sir, it is extraordinary how language has made us. I am a communist. K: Itu sebabnya, Tuan, sungguh luar biasa bagaimana bahasa membentuk kita. Saya seorang komunis.
1:06:14 DB: That’s an identification.

K: That’s it, that’s it.
DB: Itu suatu identifikasi.

K: Itu dia, itu dia.
1:06:17 DB: But do you think that language is the major source of identification? DB: Tapi menurut Anda, bahwa bahasa adalah sumber utama identifikasi?
1:06:21 K: One of them. K: Salah satunya.
1:06:22 DB: One of the big ones.

K: Yes.
DB: Salah satu dari yang besar.

K: Ya.
1:06:27 WR: I don’t know whether it would be useful, I would like to remind here of a very important Mahayana Buddhist philosophical attitude. That is, it is said that the world is caught up in language. Naamkaya, Padakaya Vyanjana... WR: Saya tidak tahu apakah ini akan berguna, Saya ingin mengingatkan di sini... dari suatu sikap filosofis Buddhis Mahayana yang sangat penting, yakni, dikatakan bahwa dunia terperangkap dalam bahasa. Naamkaya, Padakaya Vyanjana...
1:06:44 K: In Sanskrit too.

WR: Yes, these are Sanskrit words. And it is said the ordinary man is stuck in words just like an elephant in the mud, and so one must go beyond words – Nam, Pada, Vyanjana, to see them. Because as long as you are, as you say, driven by language...
K: Dalam bahasa Sanskerta juga.

WR: Ya, ini kata-kata Sanskerta. Dan dikatakan manusia biasa terjebak dalam kata-kata, seperti gajah di dalam lumpur, dan karenanya seseorang harus melam- paui kata-kata - Nam, Pada, Vyanjana, untuk melihat mereka. Karena selama Anda, seperti yang Anda katakan, dikuasai oleh bahasa...
1:07:18 K: Are you? K: Apakah Anda?
1:07:23 WR: Are you asking personally? WR: Apakah Anda bertanya secara pribadi?
1:07:25 K: Yes, are you? Am I? Dr Bohm, is he driven by language? K: Ya, apakah Anda? Apakah saya? Dr Bohm, apakah dia dikuasai oleh bahasa?
1:07:41 WR: That I can’t see. You answer that. WR: Itu tidak bisa saya lihat. Anda jawab itu.
1:07:46 K: I can answer for myself, but I am asking you. K:Saya bisa jawab untuk diri sendiri, tetapi saya bertanya kepada Anda.
1:07:52 WR: Yes, you answer for yourself.

K: Oh, absolutely.
WR:Ya, Anda jawab untuk Anda sendiri.

K: Oh, tentu saja.
1:07:56 WR: That’s enough. WR: Sudah cukup.
1:07:59 K: That’s not enough. K: Itu tidak cukup.
1:08:03 GN: But I think the more skilful, or scholarly one becomes in language, I suppose there is a greater possibility of being caught in language. GN: Tapi saya pikir semakin terampil, atau secara ilmiah orang menjadi ahli dalam bahasa, saya kira ada kemungkinan yang lebih besar... untuk tertangkap dalam bahasa.
1:08:15 WR: Yes. Certainly. WR: Ya. Pasti.
1:08:20 GN: Whereas the rustic might just use it for simple communication. GN:Sedangkan orang pedesaan mungkin hanya menggunakannya... untuk komunikasi sederhana.
1:08:26 K: Sir, that was your question whether thought has words, whether thought is part of words. Does the word create the thought, or thought create the word? Egg? K: Tuan, itu pertanyaan Anda, apakah pikiran memiliki kata-kata, apakah pikiran adalah bagian dari kata-kata. Apakah kata itu menciptakan pikiran, atau pikiran menciptakan kata? Telur?
1:08:57 DB: You once asked the question, is there a thought without the word? DB:Anda pernah mengajukan pertanyaan, apakah ada pikiran tanpa kata?
1:09:01 K: That’s what I want to... That is very interesting, sir, shall we go into it a little bit? Do you want to go into it, sir? K: Itulah yang ingin saya... Itu sangat menarik, Tuan, apakah kita akan membahasnya sedikit? Apakah Anda ingin mendalaminya, Tuan?
1:09:10 WR: Is there a thought without the word. WR: Apakah ada pikiran tanpa kata.
1:09:11 DB: That is the question. DB: Itu pertanyaannya.
1:09:17 WR: I think thought has no word. Thought has no word. Thought is an image. WR: Saya pikir, pikiran tidak memiliki kata. Pikiran tidak memiliki kata. Pikiran adalah sebuah imaji.
1:09:25 K: No, we are using the word in the sense to include the symbol, the image, the picture, the word – all that. K: Tidak, kami menggunakan kata dalam arti... termasuk simbol, imaji, gambar, kata... - semua itu.
1:09:38 DB: You see, the word can easily be turned into an image, for example, by an artist, a description can be turned by an artist into an image, or vice versa, the image could be described and turned into words. So they have an equivalent content. DB: Soalnya, kata bisa dengan mudah diubah menjadi imaji, misalnya, oleh seorang seniman, suatu deskripsi dapat diubah oleh artis menjadi imaji, atau sebaliknya, imaji bisa dideskripsikan dan diubah menjadi kata-kata. Jadi mereka memiliki konten yang setara.
1:09:58 K: Sir, what is the origin of thought? If you had to find out, not what the Buddha said, if you, as a human being, had to find out something, you must find out otherwise your head will be chopped off; it is something tremendously important that you must find out, what will you do: what is the origin of thought? God made the world and the word was incarnate... What is it? At the beginning of the Bible, Genesis. I’ve forgotten it.

DB: I’ve forgotten it, I can’t remember the Genesis.
K:Tuan, apa asal usul pikiran? Jika Anda harus mencari tahu, bukan apa yang dikatakan Sang Buddha, jika Anda, sebagai manusia, harus mencari tahu sesuatu, Anda harus mencari tahu, jika tidak, kepala Anda akan dipenggal; itu adalah sesuatu yang sangat penting yang harus Anda cari tahu, apa yang akan Anda lakukan:... apa asal mula pikiran? Tuhan menciptakan dunia dan kata menjelma... Apa itu? Di awal Alkitab, Kejadian. Saya sudah lupa itu.

DB: Saya sudah lupa, Saya tidak bisa mengingat Kejadian.
1:10:55 K: I’m sorry, this is common, you hear it on... K: Maaf, ini umum, Anda dengar di...
1:11:02 K: Please sir, answer that question. K: Tolong Tuan, jawab pertanyaan itu.
1:11:08 WR: Is there an origin? WR: Apakah ada asal mulanya?
1:11:11 K: Is there?

WR: Is there an origin?
K:Adakah?

WR:Apakah ada asal mulanya?
1:11:13 K: Must be.

WR: Why must?
K:Harusnya ada.

WR: Kenapa harus?
1:11:16 K: Otherwise – in you, sir, what is the origin? K: Kalau tidak - di dalam Anda, Tuan, apa asalnya?
1:11:24 WR: No origin. WR: Tidak ada asal mula.
1:11:26 K: Of course, sir, there must be a beginning of thought. K: Tentu saja, Tuan, harus ada awal dari pikiran.
1:11:33 WR: That is again a fallacy, a wrong way of looking at it. WR: Itu lagi-lagi salah, suatu cara memandang yang salah.
1:11:39 K: No, no, no. K: Tidak, tidak, tidak.
1:11:41 WR: By asking everything must have a beginning. WR: Dengan bertanya, semuanya harus memiliki permulaan.
1:11:44 K: No, I am not asking everything has a beginning. I am just asking in order to find out, what is the beginning of thought. How did thought begin? With the dog – you follow, sir? – with the animals, everything that is living, they all think in various ways, or feel, and so on, there must be a beginning of that. What is that in human beings? K: Tidak, saya tidak bertanya semuanya memiliki permulaan. Saya hanya bertanya untuk mencari tahu, apa awal dari pikiran. Bagaimana pikiran dimulai? Dengan anjing - Anda ikuti, Tuan? - dengan binatang, semua yang hidup, mereka semua berpikir dalam berbagai cara, atau merasakan, dan sebagainya, pasti ada permulaan dari itu. Itu apa dalam diri manusia?
1:12:38 IS: If we had no desire at all, we would have no thought. IS: Jika kita sama sekali tidak memiliki hasrat, kita tidak akan punya pikiran.
1:12:42 K: No, it is not a question of that. K: Tidak, itu bukan pertanyaan tentang itu.
1:12:45 DB: Are you discussing thought without identification or with identification? DB: Apakah Anda mendiskusikan pikiran... tanpa identifikasi atau dengan identifikasi?
1:12:48 K: No, sir. How did thought begin in myself? Was it handed down by my father, by my parents, by education, by environment, by the past? I want to know. What made me think? Go on, sir. What made you think? K: Tidak, Tuan. Bagaimana pikiran dimulai dalam diri saya? Apakah itu diturunkan oleh ayah saya, oleh orang tua saya, oleh pendidikan, oleh lingkungan, oleh masa lalu? Saya ingin tahu. Apa yang membuat saya berpikir? Teruskan, Tuan. Apa yang membuat Anda berpikir?
1:13:28 WR: The question is this, you are putting some cause behind this, but I would say, nothing made me think, it is in the nature of yourself thinking. WR: Pertanyaannya adalah ini, Anda menaruh beberapa alasan di balik ini, tetapi saya akan mengatakan, tidak ada yang membuat saya berpikir, itu adalah sifat alami dari Anda sendiri berpikir.
1:13:40 K: No. K: Tidak.
1:13:41 WR: There is no other origin, cause.

K: Oh yes, there is. I’ll show you.

WR: What is that?
WR:Tiada asal mula lain, penyebab.

K: Oh ya, ada. Saya akan tunjukkan pada Anda.

WR: Apa itu?
1:13:46 K: I’ll tell you in a minute. K: Saya akan memberi tahu Anda sebentar lagi.
1:13:49 K: No, I am not the final authority, sir. I’d like to talk it over. If I had no memory, would there be thinking? K: Tidak, saya bukan otoritas final, Tuan. Saya ingin membicarakannya. Jika saya tidak memiliki memori, akankah ada pikiran?
1:14:04 WR: I ask you again, what is the origin of memory? WR: Saya bertanya pada Anda lagi, apa asal mula memori?
1:14:07 K: That’s fairly simple to answer. I remember seeing you in Paris – which I don’t – but suppose I remember seeing you in Paris – that is recorded, isn’t it? Right, sir? K: Itu cukup sederhana untuk dijawab. Saya ingat melihat Anda di Paris - yang tidak saya lakukan - tapi seandainya saya ingat melihat Anda di Paris, - itu direkam, bukan?- Benar, Tuan?
1:14:30 WR: That is generally accepted that it is recorded in the brain. WR: Secara umum itu diterima, bahwa itu direkam di otak.
1:14:35 K: No, it is an ordinary fact.

WR: No, that I do not accept. It is an old 19th-century, 20th-century theory that everything is recorded in the brain somewhere.
K: Tidak, itu fakta biasa.

WR: Tidak, itu saya tidak setuju. Itu adalah teori tua abad ke-19, abad ke-20... bahwa semuanya direkam di suatu tempat dalam otak.
1:14:48 K: No, sir. Look, I met you this week, you come back a year later – I hope you will – and then I say, yes, sir, I recognise you. Right? How does that recognition take place? K: Tidak, Tuan. Lihat, saya bertemu Anda minggu ini, Anda kembali setahun kemudian - saya harap Anda akan - dan kemudian saya berkata, ya, Tuan, saya mengenali Anda. Benar? Bagaimana pengenalan itu terjadi?
1:15:09 WR: Very good you carried on because this is a question that I want to ask you. How does memory arise? I didn’t ask it, but this is the question that I very much wanted to ask you. WR: Bagus sekali Anda telah melanjutkan, karena ini adalah pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada Anda. Bagaimana ingatan muncul? Saya tidak menanyakannya, tapi ini pertanyaan yang sangat ingin saya tanyakan pada Anda.
1:15:23 K: I am doing that, sir. I meet you now, and in a year’s time you come back – I hope you will – for a discussion. Then I say, yes, sir, Mr Rahula, we met last year. How does that take place? Very simple. Memory. The brain has recorded that memory of meeting you, learning your name. So that is memory, and when I meet you next time I recognise you. Right? There is nothing... K: Saya sedang melakukan itu, Tuan. Saya bertemu Anda sekarang, dan dalam waktu satu tahun Anda kembali, - saya harap Anda akan - untuk suatu diskusi. Lalu saya berkata, ya, Tuan Rahula, kita bertemu tahun lalu. Bagaimana itu terjadi? Sangat sederhana. Memori. Otak telah merekam memori itu, dari bertemu dengan Anda, mengetahui nama Anda. Jadi itu adalah memori, dan ketika lain kali saya bertemu Anda, saya mengenali Anda. Benar? Tidak ada...
1:16:06 WR: How does it happen? That is the question.

K: It is very simple. You have been introduced to me, we have sat down here for two afternoons and a morning, and that is remembered, when you come back next year, I say, yes. If I didn’t remember, I wouldn’t recognise you. Right? So recording goes on – it is not the 19th, or 1st century or the 20th century – recording must go on. The elaborate educating process of learning a technique, how to drive a car, or go to the moon, whatever it is, it is careful accumulation of memory, which then acts. There is nothing wrong in that, is there?
WR: Bagaimana itu terjadi? Itu pertanyaannya.

K: Ini sangat sederhana. Anda telah diperkenalkan kepada saya, kita telah duduk di sini selama dua sore dan satu pagi hari, dan itu diingat, ketika Anda kembali tahun depan, saya katakan, ya. Jika saya tidak ingat, saya tidak akan mengenali Anda. Benar? Jadi rekaman berlanjut - ini bukan abad ke-19, atau abad ke-1 atau ke-20-, - rekaman harus berlanjut. Proses mendidik yang rumit dalam mempelajari suatu teknik, cara mengendarai mobil, atau pergi ke bulan, apa pun itu, itu adalah akumulasi memori yang cermat, yang kemudian bertindak. Tidak ada yang salah dalam hal itu, bukan?
1:17:18 WR: How does it happen? WR: Bagaimana itu terjadi?
1:17:20 K: Sir, I don’t know how to drive a car, so I go to the man who teaches me how to drive a car. I take twenty four lessons, at the end of it I am inspected and the man says, ‘You are pretty good’. And you say I have learnt it by driving with him, he is telling me, be careful, turn to the left, he is guiding me all the time. So at the end of twenty four lessons I am a good driver. I hope. And that’s all. There is nothing right or wrong about it. In the same way I meet you today, next year I will remember, which is, there is remembrance, which is the recording process. No? It is so simple. K: Tuan, saya tidak tahu cara mengendarai mobil, jadi saya pergi ke orang yang meng- ajari saya cara mengendarai mobil. Saya mengambil dua puluh empat pelajaran, pada ujung akhirnya saya diperiksa... dan orang itu berkata, 'Anda cukup bagus'. Dan Anda katakan saya telah mempela- jarinya dengan mengemudi bersama dia, dia memberitahu saya, hati-hati, belok ke kiri, dia membimbing saya sepanjang waktu. Jadi pada akhir pelajaran ke dua puluh empat, saya seorang pengemudi yang baik. Saya harap. Dan itu saja. Tidak ada yang benar atau salah tentang hal itu. Dengan cara yang sama saya bertemu Anda hari ini, tahun depan saya akan ingat, yaitu, ada proses mengingat, yang merupakan proses perekaman. Tidak? Ini sangat sederhana.
1:18:15 WR: Still it is not completely clear to me. Let us admit it is recorded, how does that record come up when we meet next year? WR: Masih tidak sepenuhnya jelas bagi saya. Mari kita akui itu direkam, bagaimana catatan itu muncul ketika kita bertemu tahun depan?
1:18:28 K: Oh, when I see you. That memory springs up and says, oh, he is Mr Rahula. And the recording is the image, pleasurable or not pleasurable. K:Oh, ketika saya melihat Anda. Memori itu muncul dan berkata, oh, dia adalah Tuan Rahula. Dan rekamannya adalah imaji, menyenangkan atau tidak menyenangkan.
1:18:44 WR: I hope it will be pleasurable! WR: Saya harap itu adalah menyenangkan!
1:18:51 K: And that is recorded, and when I meet you next time, I meet you. But if it is not pleasurable I say, ‘Well, what a bore’. And I turn away and talk about something else. So this whole process is recorded – how I’ve learnt to drive a car, how I’ve learnt to speak English, French, German, whatever it is, there must be recording. No? K: Dan itu direkam, dan ketika saya bertemu Anda lain kali, saya menyambut Anda. Tetapi jika itu tidak menyenangkan, saya mengatakan, 'Yah, sungguh membosankan'. Dan saya berbalik dan berbicara tentang sesuatu yang lain. Jadi seluruh proses ini direkam -... bagaimana saya belajar mengendarai mobil, bagaimana saya belajar berbicara bahasa Inggris, Perancis, Jerman, apa pun itu, harus ada rekaman. Tidak?
1:19:24 WR: Certainly it is so.

K: But you said 19th century...
WR: Tentu saja begitu.

K: Tapi Anda bilang abad ke-19...
1:19:29 WR: What I want to say is, it is not in the brain. That is the thing. WR: Yang ingin saya katakan adalah, itu tidak ada di dalam otak. Itu masalahnya.
1:19:36 K: Where is it? K: Di mana itu?
1:19:37 WR: It is in the nature of what we call generally the mental faculty. Just as eye, ear, nose, etc., the mind faculty, the mental faculty also is a faculty. WR: Ini ada di dalam sifat yang biasa kita sebut kemampuan mental. Sama seperti mata, telinga, hidung, dll., kemampuan batin, kemampuan mental juga adalah suatu kemampuan.
1:19:51 K: Yes. K: Ya.
1:19:52 WR: That is one of the potentialities. WR: Itu adalah salah satu dari potensi.
1:19:58 K: It is the faculty of the brain to record. K: Adalah kemampuan otak untuk merekam.
1:20:05 WR: It is not the physical brain. That is my point. WR: Ini bukanlah otak fisik. Itu adalah poin saya.
1:20:12 K: Ah, you have gone off into something else. K: Ah, Anda telah pergi ke sesuatu yang lain.
1:20:14 WR: Yes, that is what I say. WR: Ya, itulah yang saya katakan.
1:20:15 GN: You are saying that the mental faculty is spread all over the body, not necessarily in the head? Is that... when you say it is not in the brain. GN: Yang Anda katakan itu adalah bahwa kemampuan mental... tersebar di seluruh tubuh, tidak perlu di kepala? Apakah itu... ketika Anda mengatakan itu tidak ada di otak?
1:20:23 WR: Our mental faculty is one of the sense organs, there are five physical sense organs. You see, the eye has the power to see and to examine, the ear can’t do it, it can hear only. And there is the mental faculty just like eye, ear, nose, tongue – all the physical faculties – there is the mental faculty, which eye, ear, nose, tongue and body deals with the external world, material world. But the world is not finished by that, the bigger part of the world is not touched by that. WR: Kemampuan mental kita adalah salah satu organ indera, ada lima organ indera fisik. Anda lihat, mata memiliki kemampuan untuk melihat dan memeriksa, telinga tidak bisa melakukannya, hanya bisa mendengar. Dan ada kemampuan mental, sama halnya dengan mata, telinga, hi- dung, lidah - semua kemampuan fisik, - ada kemampuan mental, yang mana mata, telinga, hidung, lidah dan tubuh... berurusan dengan dunia luar, dunia material. Tapi dunia belum selesai dengan itu, bagian dunia yang lebih besar tidak tersentuh oleh itu.
1:21:05 K: What is the bigger part of the world? K: Apa bagian yang lebih besar dari dunia?
1:21:07 WR: The bigger part of the world? That is what we were talking about, these sensations, and all these things are not touched by the body, or anything like that. Then the mind faculty, the mental faculty is the thing that has many, many aspects, many potentialities; one is this memory. And what I want to clarify from you is how does it happen, and of course you begin with the idea of the brain... WR: Bagian dunia yang lebih besar? Itulah yang kita sedang bicarakan, sensasi ini, dan semua hal ini tidak disentuh oleh tubuh, atau semacamnya. Kemudian kemampuan batin, kemampuan mental... adalah hal yang memiliki banyak, banyak aspek, banyak potensi; satu adalah memori ini. Dan apa yang ingin saya dapatkan penjelasan dari Anda... adalah, bagaimana hal itu terjadi, dan tentu saja Anda mulai dengan gagasan otak...
1:21:42 K: No. K: Tidak.
1:21:43 WR:...the recording in the brain, and with which I disagree. WR:...rekaman dalam otak, dan dengan mana saya tidak setujui.
1:21:47 K: Sir, let’s cut out the brain, for the moment. I meet you today and I see you a week later. There is the process of recognition. All right. That’s one part of the faculty. The other part of the faculty is to think logically, or not logically. So there are several aspects, faculties which are made up in the mind. You cannot have mind without the brain. K: Tuan, mari kita tinggalkan otak, untuk saat ini. Saya bertemu Anda hari ini dan saya melihat Anda seminggu kemudian. Ada proses pengenalan. Baiklah. Itu salah satu bagian dari kemampuan. Bagian lain dari kemampuan adalah berpikir secara logis, atau tidak secara logis. Jadi ada beberapa aspek, kemampuan-kemampuan yang dibuat dalam batin. Anda tidak dapat memiliki batin tanpa otak.
1:22:32 WR: Yes. Certainly not only the brain, but without the body, without the stomach, without the heart.

K: What?
WR: Ya. Tentu bukan hanya otak, tapi tanpa tubuh, tanpa perut, tanpa jantung.

K: Apa?
1:22:40 GN: He includes all the physical. GN: Dia memasukkan semua unsur fisik.
1:22:43 WR: Without the physical existence you can’t have the mind. WR: Tanpa keberadaan fisik, Anda tidak dapat memiliki batin.
1:22:46 K: That’s all.

WR: Why only brain?
K: Itu saja.

WR: Kenapa hanya otak?
1:22:49 K: Therefore the mind is part of the senses, the mind is part of the thought, emotions, certain faculties, to think and so on, so on. Is that outside, or the whole structure of the organism, the whole brain, body, eyes, ears, all that is part of this mind which is the process of thinking. No? K: Karena itu batin adalah bagian dari indera, batin adalah bagian dari pikiran, emosi, kemampuan-kemampuan tertentu, untuk berpikir dan seterusnya. Apakah itu di luar, atau seluruh struktur dari organisme, seluruh otak, tubuh, mata, telinga, semua itu adalah bagian dari batin ini yang merupakan proses berpikir. Tidak?
1:23:34 DB: Are you saying mind is thought, or is it more than thought as well? DB:Apakah Anda mengatakan batin ada- lah pikiran, atau lebih dari pikiran?
1:23:41 K: I don’t know but...

DB: That includes thought.
K: Saya tidak tahu tapi...

DB: Itu termasuk pikiran.
1:23:43 K: I don’t want to say that.

DB: Just say thought. I only want to say the mind as long as it is functioning within the field of thought, is limited.
K: Saya tidak ingin mengatakan itu.

DB: Katakan saja pikiran.

K: Saya hanya ingin mengatakan batin... selama itu berfungsi dalam bidang pikiran, adalah terbatas.
1:23:56 DB: You mean consciousness, the mind is that. DB: Maksud Anda kesadaran, batin adalah itu.
1:23:58 K: Yes, consciousness is limited. K: Ya, kesadaran adalah terbatas.
1:24:03 DB: We say it is limited by these faculties, wherever they are. DB: Kita katakan itu dibatasi oleh kemampuan-kemampuan ini, di mana pun mereka berada.
1:24:06 K: Yes, that’s right, whatever they are. K: Ya, itu benar, apa pun mereka itu.
1:24:14 DB: But as far as recognition goes, people are even making machines that can imitate the process of recognition. DB: Tapi mengenai pengenalan, orang bahkan membuat mesin... yang bisa meniru proses pengenalan.
1:24:20 K: Of course. K: Tentu saja.
1:24:22 DB: You know you can recognise simple things already by means of a computer. DB: Anda tahu, Anda sudah bisa mengenali hal-hal sederhana... dengan menggunakan komputer.
1:24:26 IS: And yet, if I have met you just for a moment and there was not a sufficient impact of you of that meeting image, I will next week pass you by and not recognise you. IS: Namun, jika saya bertemu Anda hanya sebentar... dan tidak ada dampak yang cukup dari Anda terhadap imaji pertemuan itu, minggu depan saya akan melewati Anda dan tidak mengenali Anda.
1:24:44 K: Of course.

DB: That’s the point, it has to be recorded with some energy, you see.
K: Tentu saja.

DB: Itu intinya, itu harus direkam dengan sejumlah energi,
1:24:48 IS: That is what I mean, there must be sufficient energy. IS: Itu yang saya maksud, harus ada energi yang cukup.
1:24:51 K: Of course, all recording must have energy. K: Tentu saja, semua perekaman harus memiliki energi.
1:24:54 DB: If you don’t turn on the microphone, nothing is recorded. DB: Jika Anda tidak menyalakan mikrofon, tidak ada yang direkam.
1:25:00 WR: And many things that we see and hear we don’t remember, only things that leave a certain impression. WR: Dan banyak hal yang kita lihat dan dengar kita tidak ingat, hanya hal-hal yang meninggalkan kesan tertentu.
1:25:08 DB: You see, I think it is fairly clear how the record could give rise to a recognition and the next experience. The next time you see the person the record is compared with. DB: Anda lihat, saya pikir ini cukup jelas, bagaimana catatan itu bisa menimbulkan pengenalan... dan pengalaman berikutnya. Lain kali Anda melihat orang itu, catatan dibandingkan dengannya.
1:25:22 WR: It comes back.

DB: It comes back, yes.
WR: Itu kembali.

DB: Ya, kembali.
1:25:25 WR: It is exactly like the computer. WR: Persis seperti komputer.
1:25:29 K: So our brains are computers. K: Jadi otak kita adalah komputer.
1:25:33 WR: I should say, no, not the brain. WR: Saya harus mengatakan, tidak, bukan otak.
1:25:36 K: What is the brain?

WR: The brain may be the basis. Why do you only say brain, why not the whole body, whole heart, without heart can you think?

K: No. Therefore, sir, we said that. The brain, the mind, the mind contains the brain, the feelings, the heart, the whole structure.

DB: All the nerve centres.
K:Otak itu apa?

WR: Otak mungkin adalah dasarnya. Mengapa Anda hanya mengatakan otak, mengapa tidak seluruh badan, seluruh jantung. tanpa jantung, bisakah Anda berpikir?

K: Tidak. Karena itu, Tuan, kami telah katakan itu. Otak, batin, batin mengandung otak, perasaan, hati, seluruh struktur.

DB: Semua pusat saraf.
1:25:57 K: We are using the word ‘mind’ as consciousness, which is I cannot have consciousness if the heart doesn’t function. K: Kami menggunakan kata 'batin' sebagai kesadaran, yang mana, saya tidak dapat memiliki kesadaran jika hati tidak berfungsi.
1:26:09 WR: That is why I used the word mental faculty instead of the mind or consciousness, the word faculty embracing, involving all that department. WR: Itu sebabnya saya menggunakan kata kemampuan mental... alih-alih kata batin atau kesadaran, kata kemampuan merangkul, melibatkan semua departemen itu.
1:26:23 K: What do you mean by the word faculty? What does the word mean, sir? K: Apa yang Anda maksud dengan kata kemampuan? Apa arti kata itu, Tuan?
1:26:29 DB: To have some capacity and ability – capacity to do something. DB: Memiliki kapasitas dan ketrampilan tertentu... - kapasitas untuk melakukan sesuatu.
1:26:36 WR: The ability to do, like when you say a visual faculty. WR:Ketrampilan untuk melakukan, seperti ketika Anda katakan, suatu kemampuan visual.
1:26:41 K: No, sir, ability to do depends on knowledge. If I didn’t know how to play the piano, that is, I learnt it. K:Tidak, Tuan, ketrampilan untuk me- lakukan tergantung pada pengetahuan. Jika saya tidak tahu cara memainkan piano, yaitu, saya mempelajarinya.
1:26:56 WR: No, excuse me, sir, you are going away from the point. I said the mind faculty, mind has the power, the capacity, the potentiality to do all that. And those are different aspects of the thing. WR: Tidak, maafkan saya, Tuan, Anda sedang menjauh dari intinya. Saya mengatakan kemampuan batin, Batin memiliki kodrat, kapasitas, potensi untuk melakukan semua itu. Dan itu adalah aspek-aspek yang berbeda dari hal itu.
1:27:09 K: Oh, I see. K: Oh, saya paham.
1:27:10 DB: The faculty is inborn, are you saying? DB:Kemampuan itu bawaan sejak lahir, demikian yang Anda maksudkan?
1:27:12 WR: Inborn, innate, in itself it has the power. And you can’t ask why and from where. WR:Bawaan sejak lahir, bawaan asli, dalam dirinya sendiri ada kodratnya. Dan Anda tidak bisa bertanya mengapa dan dari mana.
1:27:18 K: No, I want to ask that. I won’t accept the mind has the inborn faculty. K: Tidak, saya ingin menanyakan itu. Saya tidak akan menerima batin memiliki kemampuan bawaan.
1:27:26 DB: To think. DB: Untuk berpikir.
1:27:30 K: Inborn which means it is not genetic, it is not heredity. K: Bawaan yang berarti itu bukan genetik, itu bukan keturunan.
1:27:34 DB: No, inborn means genetic. DB: Tidak, bawaan berarti genetik.
1:27:36 WR: No, no, that is not right. Say the mind just like our eyes has the power to see. WR: Tidak, tidak, itu tidak benar. Katakanlah, batin seperti halnya... mata kita, memiliki ketrampilan untuk melihat.
1:27:47 K: So the mind has the power...

WR:...to do all those tricks, all those things that we are taught – the memory, reaction and sensation, and all that.
K:Jadi batin memiliki ketrampilan...

WR:...untuk melakukan semua trik itu, semua hal yang diajarkan kepada kita... - memori, reaksi dan sensasi, dan semua itu.
1:27:58 K: The mind is the active energy to do all this. K:Batin adalah energi aktif untuk melakukan semua ini.
1:28:04 DB: Also the physical structure is all over the body. I think that it is a good analogy to say that the eye has certain possibilities, and in this whole body already the infant has the ability to think, already built into him because of the heredity. DB: Juga struktur fisik ada di seluruh tubuh. Saya pikir itu adalah analogi yang bagus... untuk mengatakan bahwa mata memiliki kemungkinan-kemungkinan tertentu, dan di seluruh tubuh ini, bayi sudah memiliki kemampuan untuk berpikir, sudah dibangun ke dalam dirinya karena faktor keturunan.
1:28:23 K: How has this ‘built in’ come into being? K:Bagaimana 'terbangun di dalam' ini terwujud?
1:28:28 DB: By growing in the same way that the eye grew. You see, the eye has a tremendous...

K: Which means evolution.
DB: Dengan cara tumbuh yang sama seperti mata tumbuh. Mata mempunyai yang luar biasa...

K:Yang artinya evolusi.
1:28:33 DB: Evolution, yes.

K: Wait, wait, go slowly. Which means, right from the beginning, it has evolved till we are now monkeys, greater monkeys. Sorry!
DB: Evolusi, ya.

K: Tunggu, tunggu, perlahan. Yang berarti, sejak awal, itu telah berevolusi... sampai kita sekarang menjadi kera, kera yang besar. Maaf!
1:28:48 WR: Again, sir, I question that. You took for granted Darwin’s theory. WR: Sekali lagi, Tuan, saya mempertanyakan itu. Anda menerima begitu saja teori Darwin.
1:28:55 K: I don’t take Darwin, I see this happening in the world. K: Saya tidak membawa Darwin, saya melihat ini terjadi di dunia.
1:28:59 WR: When you say we are evolved from the monkey. WR: Ketika Anda mengatakan kita berevolusi dari kera.
1:29:05 K: We have evolved from imperfect man; or not evolved from perfect man. We are going down the hill instead of up the hill, or we are going uphill, therefore we are imperfect man. K:Kita telah berevolusi dari manusia yang tidak sempurna; atau tidak berevolusi dari manusia sempurna. Kita sedang menuruni bukit, bukannya mendaki bukit, atau kita sedang mendaki , oleh karena itu, kita adalah manusia yang tidak sempurna.
1:29:23 DB: I wonder if we want to discuss all these things, they are really details that are not certain. DB:Saya bertanya-tanya, apakah kita ingin membahas semua hal ini, mereka adalah detail yang benar-benar tidak pasti.
1:29:34 WR: That is why I object to that statement about the monkey evolving. We don’t know about it. WR: Itu sebabnya saya keberatan dengan... pernyataan tentang kera yang berevolusi. Kita tidak tahu tentang itu.
1:29:43 K: I don’t know, sir, I don’t know how we have evolved, but I do know the very simple thing which is, without recording there is no thought. K:Saya tidak tahu, Tuan, saya tidak tahu bagaimana kita telah berkembang, tapi saya tahu hal yang sangat sederhana, yaitu, tanpa perekaman tidak ada pikiran.
1:30:02 WR: That means that thought is memory. WR:Itu artinya, bahwa pikiran adalah memori.
1:30:05 K: Of course. Thought is memory, which is experience, which is knowledge, stored up – it doesn’t matter where, in my big toe, stored up – and when it is challenged, it operates. K: Tentu saja. Pikiran adalah memori, yang merupakan pengalaman, yang merupakan pengetahuan, disimpan... - tidak masalah di mana, di jempol kaki saya, disimpan - dan ketika ditantang, ia beroperasi.
1:30:26 DB: Well, we have also said thought is the ability... to reason logically and along with the memory, all that together. DB:Ya, kita juga mengatakan, pikiran adalah ketrampilan... untuk berpikir logis dan bersama dengan memori, semua itu bersama.
1:30:35 K: Think logically, or illogically, and so on. K:Berpikir logis, atau tidak logis, dan sebagainya.
1:30:39 DB: All that is what you have called faculties. DB:Semua itu adalah yang Anda sebut kemampuan.
1:30:41 WR: Yes, I used that word because it uses a bigger field than reason. WR:Ya, saya gunakan kata itu karena mencakup... bidang yang lebih besar daripada berpikir.
1:30:48 DB: But you are saying it still depends on memory. DB:Tapi Anda mengatakan itu masih tergantung pada memori.
1:30:52 K: Of course, a sense of recording is memory. K: Tentu saja, arti merekam adalah memori.
1:30:55 DB: Without memory none of the other faculties could operate. DB: Tanpa memori, tidak ada kemampuan lain yang bisa beroperasi.
1:30:58 K: Of course. I see that thing, it has been called a tree, I call it a tree. That’s all. It is recorded all the time. Without that recording there is no beginning of thought, there is no thought. Sir, if you were born in the Catholic world and conditioned by the Catholic world, you would be thinking along the Catholic world, Christ, you know, the whole business of it. So you are conditioned by propaganda, by books, by priests, by all the circus that goes on, as you are conditioned in India, or Ceylon and so on. So what is the origin, the beginning of this conditioning? Why does man condition himself? For security, to avoid danger? Obviously. I believe in Christ, because I have been brought up in the Christian world, that’s my conditioning, and this life is a miserable life, unhappy life, but I believe in Christ which gives me a certain sense of comfort, strength to face this appalling thing, the world, so it gives me great comfort. That’s all. It gives me security in an insecure world, psychologically, the Father is looking after me. That’s all. And the Hindus, the Buddhists, the Islams, they are all in the same category. So the instinctual response of a human being is to feel secure, like a child, sir, obviously. No? K: Tentu saja. Saya melihat hal itu, itu pernah dinamakan suatu pohon, saya menyebutnya pohon. Itu saja. Itu direkam sepanjang waktu. Tanpa perekaman itu, tidak ada awal dari pikiran, tidak ada pikiran. Tuan, jika Anda dilahirkan di dunia Katolik... dan dikondisikan oleh dunia Katolik, Anda akan berpikir sejalan dunia Katolik, Kristus, Anda tahu, seluruhnya itu. Jadi Anda dikondisikan oleh propaganda, oleh buku-buku, oleh para pendeta, oleh semua sirkus yang berlangsung, seperti halnya Anda dikondisikan di India, atau Sri Langka, dsb. Jadi apa asal mula, awal dari pengondisian ini? Mengapa manusia mengondisikan dirinya sendiri? Demi keamanan, untuk menghindari bahaya? Jelas sekali. Saya percaya pada Kristus, karena saya dibesarkan di dunia Kristen, itu pengondisian saya, dan kehidupan ini adalah yang menyedihkan, yang tidak bahagia, tapi saya percaya pada Kristus, yang memberi saya rasa nyaman tertentu, kekuatan... untuk menghadapi hal yang mengerikan ini, dunia, jadi itu memberi saya rasa kenyamanan luar biasa. Demikianlah. Itu memberi saya keamanan dalam dunia yang tidak aman, secara psikologis, Bapak menjaga saya. Demikianlah. Dan orang-orang Hindu, Budhis, Islam, mereka semua berada dalam kategori yang sama. Jadi respons naluriah manusia adalah untuk merasa aman, seperti seorang anak kecil, Tuan, jelas. Tidak?
1:33:54 WR: How does it come about, that sense of security, the feeling of security, what is the origin of that? WR: Bagaimana itu terjadi, rasa aman itu, perasaan aman, apa asal mula itu?
1:34:02 K: The mother and the child, the baby, they must have a little security, the baby must have security, physical security, it must have food at the right time, the right hour, and all the rest of it. K: Ibu dan anak, bayi, mereka harus memiliki keamanan sedikit, bayi harus memiliki keamanan, keamanan fisik, ia harus mendapatkan makanan pada waktu yang tepat, jam yang tepat, dan seterusnya.
1:34:22 DB: Does the baby have a feeling of security at the same time? DB:Apakah si bayi memiliki perasaan aman pada saat yang sama?
1:34:26 K: Probably, I don’t know, not being a baby, I don’t remember it, but I am sure it feels safe. K: Mungkin, saya tidak tahu, karena bukan bayi, saya tidak mengingatnya, tetapi saya yakin ia merasa aman.
1:34:32 DB: It feels safe. DB:Ia merasa aman.
1:34:33 K: Safe, looked after, quiet, the moment it cries the mother is there to change the diapers, to feed it and all the rest of it. What’s wrong with that? From that physical security we turn to psychological security which Christ gives me. It may be nonsense, unreasonable and all kinds of things, but I like that, at least I have comfort in some illusion. But I don’t call it illusion. If you call it illusion, I will kick you. So we go on that way. You have your security in something, I have my security and another has his security in Islam, and so on. So each one of us clings to our own particular form of security, whether it is reasonable, sane, rational, that doesn’t matter. K: Aman, diurus, tenang, saat ia menangis, si ibu ada di situ... untuk mengganti popok, untuk memberi makan dan seterusnya. Apa yang salah dengan itu? Dari keamanan fisik itu kita beralih ke keamanan psikologis, yang diberikan Kristus kepada saya. Mungkin itu omong kosong, tidak masuk akal dan segala macam hal, tapi saya suka itu, setidaknya saya punya kenyamanan dalam ilusi. Tapi saya tidak menyebutnya ilusi. Jika Anda menyebutnya ilusi, saya akan tendang Anda. Jadi kita terus ke jalan itu. Anda memiliki keamanan Anda dalam sesuatu, Saya memiliki keamanan saya dan yang lain memiliki keamanannya... dalam Islam, dan seterusnya. Jadi masing-masing dari kita berpegang teguh pada... bentuk keamanan kita masing-masing, apakah itu masuk akal, waras, rasional, itu tidak masalah.
1:35:54 DB: It seems to me that it is similar to the pleasure question that is you register the feeling of pleasure and then try to build it up. DB:Bagi saya sepertinya itu mirip dengan persoalan kesenangan, yaitu, Anda mencatat rasa senang... dan kemudian mencoba membangunnya.
1:36:01 K: But I can’t give up, I can’t say, well, I’ll let go of Christ, I say, my God, I can’t. K: Tapi saya tidak bisa melepaskan, saya tidak bisa mengatakan, baik, saya akan melepaskan Kristus, saya berkata, ya Tuhan, saya tidak bisa.
1:36:06 DB: It is the same with pleasure, you can’t give up pleasure. DB:Sama halnya dengan kesenangan, An- da tidak bisa melepaskan kesenangan.
1:36:09 K: Of course, of course, the same problem. K: Tentu saja, tentu saja, masalah yang sama.
1:36:13 IS: I think it is harder with pleasure because people nowadays do seem as though they give up or change their religions without too much difficulty, but we are all much more against giving up our pleasure when it really comes to it. IS: Saya pikir, adalah lebih sulit dengan kesenangan, karena orang-orang sekarang ini, tampak seolah-olah mereka melepaskan atau mengubah agama mereka... tanpa terlalu banyak kesulitan, tetapi kita semua lebih menentang untuk melepaskan kesenangan kita, ketika itu benar-benar dihadapi.
1:36:28 K: Ah, well, that’s a different matter altogether. Physical pleasure... K: Ah, itu masalah yang sama sekali berbeda. Kesenangan fisik...
1:36:35 IS: Or pleasures of the mind.

K: Of course.
IS: Atau kesenangan batin.

K: Tentu saja.
1:36:40 WR: But where are we going? WR:Tapi kemana kita sedang tuju?
1:36:44 K: Where are we going – I haven’t finished yet. We haven’t discussed the central issue of life: what is action without this enormous complex of motives, reactions, regrets, pain, sorrow. Can a human being live in action without all this dreadful confusion? That’s all. And you say, yes, you can live. And you tell me, if you are a Christian, believe in god, believe in Christ, he will save you from all this. And I am so unhappy, I say, for god’s sake, and I cling to it. And if you are X, you say, I believe in all the things that the Buddha has said, that to me is good enough. I will take comfort in that: Buddham Sharanam gachchami. So my actions are based on reward and punishment. Right, sir? If I do this, I will reach nirvana, if I don’t, I’ll go to hell, which is the Christian idea and all the rest of it. One has thrown all that overboard, being fairly intelligent and educated, one says, that is all nonsense. I want to find out if there is an action without any shadow of effort and regret. You understand, sir? It is important to find out, not theoretically or casually – it is a burning question for me, a passionate thing I must find out? because I don’t want to enter into the cage, in the rat race. So what shall we do? What is right action under all circumstances which doesn’t depend on circumstances – my wife says, do this, I love you, but you must do this, or something else. I put away all those influences or pressures, but I want to find out if there is an action which is complete in itself. So I must understand: is there an action which is total, which is complete, whole, not partial. Which means can I observe myself wholly, not in fragments? Or through the fragment instantly see the whole? So is there an action which is whole? I say, yes, there is, definitely. Don’t you ask me, what is that? K: Kemana kita sedang tuju - saya masih belum selesai. Kita belum membahas masalah utama kehidupan:... apakah tindakan tanpa kerumitan besar ini... dari motif, reaksi, penyesalan, rasa sakit, kesedihan. Bisakah manusia hidup bertindak... tanpa semua kebingungan yang mengerikan ini? Itu saja. Dan Anda berkata, ya, Anda bisa hidup. Dan Anda memberi tahu saya, jika Anda seorang Kristen, percayalah pada Tuhan, percayalah pada Kristus, dia akan menyelamatkan Anda dari semua ini. Dan saya sangat tidak bahagia, saya katakan, demi Tuhan, dan saya berpegang teguh pada itu. Dan jika Anda X, Anda berkata, saya percaya pada semua hal yang telah dikatakan Sang Buddha, bagi saya itu cukup baik. Saya akan terhibur dengan itu: Buddham Sharanam gachchami. Jadi tindakan saya didasarkan pada imbalan dan hukuman. Benar, Tuan? Jika saya melakukan ini, saya akan mencapai nirwana, jika saya tidak, saya akan masuk ke neraka, yang merupakan ide Kristen dan seterusnya. Seseorang telah membuang semua itu, karena cukup cerdas dan berpendidikan, dia bilang, itu semua omong kosong. saya ingin mencari tahu apakah ada tindakan... tanpa bayangan apa pun dari usaha dan penyesalan. Anda paham, Tuan? Penting untuk mencari tahu, tidak se- cara teoritis atau secara santai... - ini adalah pertanyaan yang membara bagi saya, bergairah, yang harus saya cari tahu? karena saya tidak ingin masuk ke da- lam sangkar, dalam persaingan keras. Jadi apa yang harus kita lakukan? Apa tindakan yang benar dalam semua situasi, yang tidak tergantung pada keadaan... - istri saya berkata, lakukan ini, saya mencintai Anda, tetapi Anda harus melakukan ini, atau sesuatu yang lain. Saya singkirkan semua pengaruh atau tekanan itu, tapi saya ingin mencari tahu, jika ada tindakan yang lengkap dalam dirinya sendiri. Jadi saya harus mengerti:... apakah ada tindakan yang total, yang adalah lengkap, utuh, tidak parsial. Yang berarti dapatkah saya mengamati diri saya... sepenuhnya, bukan dalam fragmen-fragmen? Atau melalui fragmen seketika melihat keseluruhan? Jadi adakah tindakan yang utuh? Saya katakan, ya, pasti ada. Tidakkah Anda bertanya kepada saya, apa itu?
1:41:02 WR: I wanted to ask, but I was waiting for the reply. WR: Saya ingin bertanya, tetapi saya menunggu jawabannya.
1:41:05 K: Ask it! K: Tanyakan itu!
1:41:07 WR: I want to ask, what is that? WR: Saya ingin bertanya, apa itu?
1:41:15 K: First of all, can you see with your eyes the tree as a whole? Can you see your wife, or your husband, or your girlfriend, or boyfriend, as a whole entity? Do you understand my question? Can you see anything totally, or you are always seeing partially? K: Pertama-tama, dapatkah Anda melihat... dengan mata Anda, pohon itu sebagai suatu keutuhan? Bisakah Anda melihat istri Anda, atau suami Anda, atau pacar perempuan Anda, atau pacar pria Anda, sebagai entitas utuh? Apakah Anda paham pertanyaan saya? Bisakah Anda melihat sesuatu secara total, atau Anda selalu melihat secara parsial?
1:42:03 WR: When you use the word ‘totally’, what is the meaning? WR: Ketika Anda menggunakan kata 'sepenuhnya', apa artinya?
1:42:07 K: Holistic, whole. Don’t go into something else. Can I see you as a whole being? You understand? Can I see humanity as myself, which is the whole? That’s good enough. Can I see humanity as myself? Because humanity is like me, suffering, miserable, confused, agony, terrified, insecure, sorrow-ridden – like another. Right? So in seeing man, humanity, I see myself. K:Menyeluruh, utuh. Jangan masuk ke hal lain. Bisakah saya melihat Anda sebagai suatu keberadaan yang utuh? Anda paham? Dapatkah saya melihat umat manusia sebagai diri saya sendiri, yang adalah keseluruhan? Itu cukup bagus. Bisakah saya melihat umat manusia sebagai diri saya sendiri? Karena umat manusia adalah seperti saya, menderita, sengsara, bingung, kesakitan, ketakutan, merasa tidak aman, penuh kesedihan - seperti orang lainnya. Betul? Jadi dalam melihat manusia, umat ma- nusia, saya melihat diri saya.
1:43:22 WR: Or rather the other way: by seeing yourself you see humanity. WR: Atau lebih tepat sebaliknya:... dengan melihat diri sendiri, Anda melihat kemanusiaan.
1:43:28 K: Which is me. It doesn’t matter whether you say, I see myself as humanity, then humanity is me. I am not separate from humanity. I don’t say, I’m an elite, I’m this; I am like the rest of the gang. Not the mafiosa but the ordinary gang. So I see the world as myself, which is the whole. That’s simple, sir – no, not simple, it is – would that be right, sir? K: Yang adalah saya. Tidak masalah apakah Anda berkata, saya melihat diri saya sebagai umat manusia, maka umat manusia adalah saya. Saya tidak terpisah dari umat manusia. Saya tidak mengatakan, saya seorang elit, saya ini; saya sama seperti anggota geng lainnya. Bukan mafiosa, anggota Mafia, melainkan geng biasa. Jadi saya melihat dunia sebagai diri saya, yang merupakan keseluruhan. Itu sederhana, Tuan - tidak, tidak sederhana, itu adalah... - apakah itu benar,Tuan?
1:44:18 DB: I was wondering if, what you said, we could consider the tree for a moment. DB:Saya bertanya-tanya apakah, apa yang Anda katakan, kita bisa mempertimbangkan pohon itu sejenak.
1:44:23 K: The tree is too petty. I don’t want to... K:Pohon itu terlalu kecil. Saya tidak ingin...
1:44:26 DB: It is not clear when you say you see the tree as a whole. DB:Tidak jelas ketika Anda katakan, Anda... Anda melihat pohon itu sebagai suatu keutuhan.
1:44:30 K: The whole thing – to see something wholly, sir. K: Seluruhnya - untuk melihat sesuatu seluruhnya, Tuan.
1:44:33 DB: Just see it all, right? DB: Lihat saja semuanya, benar?
1:44:36 IS: I think we are in a slight language difficulty because we have no other possibilities. This, ‘I see as a whole’, really it means that the self or the fallacy of the self, has clearly been seen into and has broken down, because otherwise however much I see the tree as a whole, it is still my thought. IS: Saya pikir kita sedikit dalam kesulitan bahasa, karena kita tidak punya kemungkinan lain. Ini, 'Saya melihat secara keseluruhan', sungguh itu berarti bahwa si diri atau kekeliruan diri, telah jelas terlihat dan telah runtuh, karena jika tidak, betapa pun... saya melihat pohon itu sebagai suatu keseluruhan, itu masih pikiran saya.
1:45:02 K: That is the ultimate thing.

IS: Yes.
K: Itu adalah hal utama.

IS: Ya.
1:45:05 K: But can you see your husband, your wife, or your girlfriend, as a whole being? Totally, you know. You can, can’t you? How does that happen when you can see somebody wholly? K: Tapi bisakah Anda melihat suami Anda, istri Anda, atau pacar Anda, sebagai manusia utuh? Secara total. Anda bisa, bukan? Bagaimana itu terjadi ketika Anda dapat melihat seseorang seutuhnya?
1:45:33 IS: The tremendous – but not my – warmth. IS: Kehangatan yang luar biasa - tapi bukan kehangatan milik saya.
1:45:37 K: No, no...

IS: Warmth comes in.
K: Tidak, tidak...

IS: Kehangatan masuk.
1:45:47 K: If you love that tree, you will see it wholly. K: Jika Anda mencintai pohon itu, Anda akan melihatnya seutuhnya.
1:45:54 IS: But we have also to be careful what we mean by love. IS:Tapi kita juga harus hati-hati dengan yang kita maksud dengan cinta.
1:45:57 K: Keep it very simple, don’t intellectualise it for the moment, we’ll do it later. If I love somebody, love, not possessive, acquisitive, all the rest of that nonsense, if I love, the whole thing is there, the totality of that man or woman is there. So can I see myself wholly – myself being humanity? I am not different from humanity. I am not an individual. That’s all phoney. I am the rest of the world, I am the world. Can I see that as a whole? I am not a communist, sir, because the communists say that too, but I am not that stupid communists. K:Buatlah sangat sederhana, jangan intelektualisasikan untuk saat ini, kita akan melakukannya nanti. Jika saya mencintai seseorang, cinta, tidak menguasai, serakah, semua omong kosong itu, jika saya mencintai, semuanya ada di situ, totalitas pria atau wanita itu ada di situ. Jadi bisakah saya melihat diri saya seutuhnya... - diri saya adalah umat manusia? Saya tidak berbeda dengan umat manusia. Saya bukan seorang individu. Semua itu palsu. Saya adalah seluruhnya dari dunia, saya adalah dunia. Bisakah saya melihat itu secara utuh? Saya bukan komunis, Tuan, karena para komunis mengatakan itu juga, tapi saya bukan komunis bodoh itu.
1:46:58 WR: Why do you want to deny communism like that? WR: Mengapa Anda ingin menyangkal komunisme seperti itu?
1:47:01 K: No, no, no. K: Tidak, tidak, tidak.
1:47:04 WR: What is wrong if you are a communist? WR: Apa yang salah jika Anda seorang komunis?
1:47:06 K: No, you have misunderstood. Communists are full of theories and putting those theories into practice and shaping man according to a theory. I am not talking about that, leave that for the moment. I am sorry I brought it in. To look at myself – I can only see myself as a whole when I am actually the rest of mankind. K: Tidak, Anda salah paham. Komunis penuh dengan teori... dan mempraktikkan teori-teori itu... dan membentuk manusia menurut suatu teori. Saya tidak berbicara tentang itu, tinggalkan itu untuk saat ini. Maaf saya membawanya ke sini. Untuk melihat diri sendiri... - saya hanya bisa melihat diri saya secara utuh... ketika saya secara aktual adalah umat manusia.
1:47:33 DB: You mean in essence, you mean that essentially I am the same as the whole. DB: Maksud Anda pada dasarnya, maksud Anda bahwa pada dasarnya saya adalah sama dengan keseluruhannya.
1:47:39 K: Essentially, basically.

DB: The basic qualities.
K: Intinya, pada dasarnya.

DB: Kualitas dasar.
1:47:43 K: I may have a long nose, or short nose, and crooked eyes, or blue eyes – I am not talking about that.

IS: A basic human being.
K: Saya mungkin memiliki hidung panjang, atau hidung pendek, dan mata bengkok, atau mata biru... - saya tidak berbicara tentang itu.

IS:Seorang manusia secara mendasar.
1:47:49 K: As a human being. Then there is no individual effort, nor collective effort. Right? K: Sebagai manusia. Maka tidak ada upaya individual, maupun upaya kolektif. Benar?
1:48:19 K: When one sees oneself as a whole, the parts disappear. But we think by collecting the parts we make the whole. So when I see myself as a whole, then the parts disappear, therefore the self is not. Sir, when I see that thing, that tree, completely... I can only see it completely if I don’t condemn, if I don’t say, ‘It’s my tree, it’s my garden’. Right? You understand what I am saying?

WR: Yes, yes.
K: Ketika seseorang melihat diri sebagai suatu keseluruhan, bagian-bagian menghilang. Tetapi kita berpikir, dengan mengumpulkan bagian-bagian, kita membuat keseluruhan. Jadi ketika saya melihat diri saya sebagai suatu keutuhan, maka bagian-bagiannya hilang, karena itu si diri tiada. Tuan, ketika saya melihat benda itu, pohon itu, sepenuhnya... Saya hanya bisa melihat sepenuhnya jika saya tidak mengutuk, jika saya tidak mengatakan, 'Ini pohon saya, ini adalah kebun saya'. Betul? Anda paham apa yang saya katakan?

WR: Ya, ya.
1:49:16 K: So when I love that tree, I see it as a whole. K: Jadi ketika saya menyayangi pohon itu, saya melihatnya sebagai suatu keutuhan.
1:49:35 DB: Would you say then that it is similar to all trees? Like saying, if I see myself as a whole, I am the same as all mankind. DB: Apakah Anda mau mengatakan bahwa itu sama dengan semua pohon? Seperti mengatakan, jika saya melihat diri saya sebagai suatu keutuhan, Saya sama dengan semua umat manusia.
1:49:48 K: So all trees I love. K: Jadi semua pohon saya sayangi.
1:49:50 DB: Is that the same?

K: Of course, obviously.
DB: Apakah itu sama?

K: Tentu saja, jelas.
1:49:53 DB: It doesn’t depend on that single tree. It is not just this tree that you love. DB: Itu tidak bergantung pada satu pohon itu. Bukan hanya pohon ini yang Anda sayangi.
1:49:56 K: It isn’t that elm that I love. K:Itu bukan pohon elm itu yang saya sayangi.
1:49:58 DB: That is right here in this place. DB: Itu yang ada di sini, di tempat ini.
1:49:59 K: Trees I love, whether they are in your garden, or my garden, or somewhere else. K: Pohon-pohon saya sayangi, apakah mereka di kebun Anda, atau di kebun saya, atau di tempat lain.
1:50:03 DB: Wherever it is.

K: On the field.
DB: Dimanapun itu.

K: Di lapangan.
1:50:05 DB: So it doesn’t matter, the particulars. DB: Jadi tidak masalah, detail-detail khasnya.
1:50:07 K: That’s it. K: Tepat.
1:50:09 IS: And it doesn’t matter which side it is because they are the same. I love the tree and see it whole because I love it, that doesn’t matter, the one and the other is the same. This is the same. IS: Dan tidak masalah di sisi mana itu, karena mereka sama. Saya sayang pohon dan melihatnya utuh karena saya menyayanginya, itu tidak masalah, yang satu dan yang lain adalah sama. Ini sama saja.
1:50:26 K: Look, I raised the question of seeing wholly because what is action which is not fragmented, not broken up as a business man, as the artist, as a lecturer, as a professor, as a priest – an action which is total. Don’t say, if the self is not, then you will have it. But I have a self, one is caught in the self; or rather the self is there. K:Lihat, saya mengajukan pertanyaan untuk melihat seutuhnya, karena, tindakan apakah yang tidak terfragmentasi, tidak terbagi-bagi sebagai pengusaha, sebagai artis, sebagai dosen, sebagai profesor, sebagai pendeta... - suatu tindakan yang total. Jangan katakan, jika diri tiada, maka Anda akan memilikinya. Tapi saya punya diri, seseorang terperangkap dalam diri; atau lebih tepatnya diri itu ada.
1:51:11 DB: But you are suggesting, see the self whole and then it won't be there. DB: Tapi Anda mengacukan, lihat diri secara utuh, dan kemudian itu tidak akan ada.
1:51:16 K: Yes, sir. K: Ya, Tuan.
1:51:21 DB: Therefore would you also say that you have to love the self? DB: Karena itu apakah Anda juga mau mengatakan, bahwa Anda harus mencintai si diri?
1:51:26 K: That is a dangerous statement. I was going to make it and I stopped myself in time because that is what... K: Itu pernyataan yang berbahaya. Saya sedang akan membuatnya, dan saya hentikan diri saya tepat pada waktunya karena itu yang...
1:51:33 DB: Some people have said. DB:Orang-orang tertentu telah katakan.
1:51:35 K: Advertising – people say, love, reward yourself, love your hair, use this shampoo.

DB: Could you say instead you are mankind, you love mankind?
K: Iklan - orang mengatakan, cintai, hadiahi dirimu sendiri, cintai rambut Anda, gunakan sampo ini.

DB:Dapatkah sebagai gantinya Anda katakan... Anda adalah umat manusia, Anda mencintai umat manusia?
1:51:47 K: Ah, no.

DB: That’s not true.
K: Ah, tidak.

DB: Itu tidak benar.
1:51:48 K: Now, be careful. K: Sekarang, berhati-hatilah.
1:51:49 DB: Because the analogy seems to be limited. DB: Karena analoginya sepertinya terbatas.
1:51:53 K: Analogies are limited. K: Analogi-analogi terbatas.
1:51:56 IS: So are words in themselves. IS: Begitu juga kata-kata dalam dirinya.
1:51:58 K: Any more questions, sir? We will stop unless you have any more questions. K: Ada pertanyaan lagi, Tuan? Kita akan berhenti kecuali Anda memiliki pertanyaan lain.
1:52:07 WR: There is no end to these questions, therefore let us finish today like that, unless the other people, Mr Narayan, other people... But you have answered all my questions, and thank you very much for all your very enlightening explanations. And also I must thank Mr Narayan for arranging this. WR: Tidak ada akhir untuk pertanyaan-pertanyaan ini, oleh karena itu mari kita akhiri hari ini seperti itu, kecuali orang lain, Tn. Narayan, orang lain... Tetapi Anda telah menjawab semua pertanyaan saya, terima kasih banyak atas semua pen- jelasan Anda yang amat mencerahkan. Dan juga saya harus berterima kasih kepada Tn. Narayan yang mengatur ini.
1:52:33 K: And all these people. K: Dan semua orang ini.
1:52:36 WR: Of course, they are all one. WR: Tentu saja, mereka semua adalah tunggal.
1:52:38 K: No, no. K: Tidak, tidak.
1:52:41 WR: When I thank you or Narayan, or everybody else, I have thanked all the people. WR: Ketika saya mengucapkan terima kasih kepada Anda atau Narayan, atau semua orang, Saya telah berterima kasih kepada semua orang.
1:52:46 K: No, you don’t thank me and therefore thank everybody, we are all thankful. K: Tidak, Anda tidak berterima kasih kepada saya... dan karena itu berterima kasih kepada semua orang, kita semua bersyukur.
1:52:51 WR: Yes, thankful to everybody.

IS: We all thank each other.
WR: Ya, terima kasih untuk semuanya.

IS: Kita semua saling berterima kasih.