Krishnamurti Subtitles home


BR83CPJ2 - Mengapa Kita Takut Menjadi Tiada?
Dialog 2
Brockwood Park, Inggris
25 Juni 1983



0:38 P: Sir, recently I read a short report in one of the newspapers that a spaceship had been released which would travel to the outer spaces of the universe, and that it would be part of the universe, there will be no ending to it because there'll be no friction, no time, that there would be no ending. Is there... Is the within of the self... of the human brain, the human mind - call it what you will - is there a within of things, whether of man, of the tree, of nature, which is a space without ending? Is it a mirror image of that vastness which exists? P: Pak, baru-baru ini saya membaca berita di sebuah surat kabar bahwa sebuah pesawat ruang angkasa telah diluncurkan. Pesawat itu akan melintasi luar angkasa dari jagad raya dan akan menjadi bagian dari jagad raya. Tiada akhir bagi pesawat itu karena tak akan ada friksi, tak ada waktu, sehingga tak ada akhir. Adakah... Adakah bagian-dalam-dari-diri..., dari otak manusia, benak manusia, -bagaimanapun Anda menyebutnya- adakah bagian-dalam-dari, entah dari manusia, dari pohon, alam, yang merupakan ruang tanpa akhir? Apakah itu sebuah cerminan dari keluasan yang ada?
2:07 K: Are you asking, if I may repeat what you have said, that, within the human brain - I'd like to distinguish between the brain and the mind, which we will discuss a little later - whether in the human brain there is, or there can be, a space without end, an eternity, out of time? We can speculate about it a great deal, as philosophers have done, but that speculation is not actuality. K: Apakah Anda menanyakan, jika saya boleh mengulangi perkataan Anda, bahwa dalam otak manusia -saya ingin membedakan antara otak dan pikiran, yang akan kita diskusikan sebentar lagi- apakah di dalam otak manusia ada, atau mungkin ada, suatu ruang tanpa akhir, suatu keabadian, di luar waktu? Kita bisa berspekulasi sangat banyak tentang itu seperti dilakukan para filsuf, namun spekulasi itu bukanlah aktualitas.
3:21 P: No. But it was an insight into outer space. P: Bukan. Namun, itu suatu wawasan tentang ruang angkasa.
3:31 K: The human brain has set a machine that has entered into the whole… K: Otak manusia telah menciptakan sebuah mesin yang mampu memasuki keseluruhan...
3:37 P: No, but it was an insight first into the possibility of that, which now made it possible for them to experiment and prove it. P: Tetapi, ada wawasan lebih dulu tentang kemungkinan itu, yang telah membuat mereka bisa menguji coba dan membuktikan hal tersebut.
3:49 K: To produce a machine that will go beyond the... it will enter into the universe.

P: If you do not posit a thing then you cannot even...
K: Yaitu menciptakan mesin yang mampu menembus... yang akan memasuki alam semesta.

P: Jika Anda tidak meyakini suatu hal, Anda bahkan tak dapat...
4:02 K: No, I question whether - I want to be clear on this point - whether we are now, in our conversation, we are speculating, or theorising, or we are really trying to find out in ourselves whether there is such immensity, whether there is, actually, a movement which is not of time, which is eternal. Right? K: Tidak, saya mempertanyakan apakah -saya ingin hal ini jelas- apakah kita kini, dalam percakapan ini, sedang berspekulasi atau berteori, atau kita sungguh-sungguh berupaya menemukan dalam diri kita apakah kebesaran semacam itu ada, apakah sesungguhnya ada suatu gerakan yang lepas dari waktu, yang abadi. Betul?
4:39 P: How do you start an enquiry like this? By examination, or posing the question. If you don't pose the question...

K: We have posed the question.
P: Bagaimana mengawali penyelidikan semacam ini? Dengan memeriksa atau mengajukan pertanyaan? Jika tidak mengajukan pertanyaan...

K: Kita sudah mengajukan pertanyaan.
4:50 P: We have to pose a question.

K: We have put the question.
P: Harus ajukan pertanyaan.

K: Sudah.
4:52 P: Now, whether what comes out of it is speculation or examination depends on how you approach it. But the question has to be put. P: Sekarang, apakah hasilnya merupakan spekulasi atau penyelidikan, itu tergantung cara kita mendekatinya. Namun, pertanyaannya harus diajukan.
5:08 K: We have put the question. We have put the question whether the brain can understand - not understand - realise the truth that there is either eternity, or not eternity. That is a question, we have asked that question. Right? Now, you ask: how do we begin to enquire into it? How do you begin to feel gently, hesitantly, your way into this really fundamental question, a question that has been asked for thousands of years, whether man is bound to time forever, or there is, or there can be, not imaginatively, not romantically, but actually, can there be, within the brain... or the brain realises itself in a state of eternity. That's the question we are asking. K: Kita sudah mengajukannya. Kita sudah bertanya, apakah otak dapat memahami -bukan memahami- dapat menyadari kebenaran tentang adanya keabadian atau ketidakabadian? Ini sebuah pertanyaan, kita sudah mengajukannya. Betul? Kini Anda bertanya, bagaimana cara kita untuk mulai menyelidikinya? Bagaimana Anda mulai merasakannya secara perlahan, tak pasti, jalan Anda menuju pertanyaan yang sangat fundamental ini, suatu pertanyaan yang telah diajukan sejak beribu tahun silam, apakah manusia memang terjerat waktu untuk selamanya, ataukah ada, atau akan ada, bukan imajinasi, bukan romantika, namun nyata-nyata, adakah di dalam otak... atau bisakah otak menyadari keberadaannya dalam tataran keabadian? Itulah pertanyaan yang kita ajukan.
6:47 P: Even to proceed into this, you started by drawing a distinction between the brain and the mind. Would you elaborate? P: Bahkan untuk membahas hal ini, Anda mulai dengan menegaskan perbedaan antara otak dengan batin. Dapatkah Anda memperjelasnya?
7:04 K: We are saying that the brain is conditioned, at least some of it. That conditioning is brought about through experience. That conditioning is knowledge. And that conditioning is memory. And experience, knowledge, memory, are limited and so thought is limited. Now, we have been functioning within the area of thought. And to discover something new there has to be, at least temporarily, or for a period, when thought is not in movement, when thought is in abeyance. K: Kita berkata bahwa otak telah terkondisi, setidaknya sebagian dari otak. Pengkondisian ini timbul dari pengalaman. Pengkondisian ini merupakan pengetahuan. Dan pengkondisian ini merupakan ingatan. Dan pengalaman, pengetahuan, ingatan bersifat terbatas sehingga pikiran pun bersifat terbatas. Hingga saat ini, kita masih mempergunakan pikiran. Namun, untuk menemukan sesuatu yang baru, harus ada saat, paling tidak untuk sementara, atau untuk suatu periode, ketika pikiran tak bergerak, ketika pikiran ditangguhkan.
8:05 P: The brain is a material thing.

K: Yes.
P: Otak adalah benda berwujud.

K: Ya.
8:10 P: It has its own activity. P: Dia punya aktivitasnya sendiri.
8:16 K: Yes. It has its own activity not imposed by thought. K: Ya. Dia punya aktivitasnya sendiri yang tidak diatur oleh pikiran.
8:26 P: But, for centuries, the operation of the brain has been the operation of thought. P: Tapi, selama berabad-abad, jalannya otak telah menjadi jalannya pikiran.
8:35 K: That's all. That's all we are saying. That's all we are saying, that the whole movement of the brain, at least that part of the brain which has now been used, is conditioned by thought. And thought is always limited, and therefore it is conditioned to conflict. That which is limited must create division. K: Tepat. Itulah yang kita bicarakan. Itulah yang kita bicarakan, bahwa seluruh pergerakan otak, setidaknya sebagian dari otak yang selama ini kita gunakan, telah terkondisi oleh pikiran. Dan sifat pikiran selalu terbatas sehingga ia selalu terkondisi untuk berkonflik. Apa pun yang terkondisi pasti akan menciptakan pemisahan.
9:08 P: What is mind then? P: Lalu apa itu batin?
9:10 K: Mind is a wholly different dimension which has no contact with thought. Let me explain. Brain, that part of the brain which has been functioning as an instrument of thought, that brain has been conditioned, that part of the brain. And as long as that part of the brain remains in that state there is no communication, entire communication, with the mind. So, when that conditioning is not, then there is communication between that mind, which is totally on a different dimension, that can communicate with the brain and act, using thought. K: Batin adalah dimensi yang sama sekali berbeda. yang tidak bersangkut-paut dengan pikiran. Saya akan jelaskan. Otak, atau sebagian dari otak yang selama ini bekerja sebagai alat bagi pikiran, otak tersebut telah terkondisi, bagian otak tersebut. Dan selama bagian dari otak tersebut tetap berada dalam tataran yang sama, tidak ada komunikasi, komunikasi menyeluruh, dengan batin. Maka, ketika pengkondisian tidak terjadi, terjadilah komunikasi antara batin itu, yang berada pada dimensi yang sama sekali berbeda, yang bisa berkomunikasi dengan otak dan bertindak, menggunakan pikiran.
10:21 P: But you have already posited...

K: Oh definitely.
P: Kalau begitu, Anda sudah membenarkan...

K: Oh, tentu.
10:26 P: ...a state which is outside the realm of thought. P: ... adanya suatu tataran di luar pikiran.
10:31 K: That's right. Therefore outside the realm of time. K: Itu benar. Jadi, di luar waktu.
10:40 P: As time seems to be the essential core of this problem... P: Waktu menjadi inti utama dari persoalan ini...
10:48 K: Time and thought. K: Waktu dan pikiran.
10:53 P: Thought is the product of time. I mean, thought is time. P: Pikiran timbul dari waktu. Maksud saya, pikiran adalah waktu.
10:57 K: That's the real point. Where do you start, you mean? K: Itu sangat benar. Mulai dari mana, maksud Anda?
11:06 P: No. Perhaps if we could go into this whole business of the flow of time, and at what instant is interception possible? P: Bukan. Mungkin bila kita bisa mendalami seluruh persoalan tentang arus waktu, kapan pencegatan bisa terjadi?
11:24 K: What do you mean, 'interception', because I don't quite understand the usage of that word. Nobody can... K: Apa maksud Anda, “pencegatan”, karena saya kurang mengerti pemakaian kata itu. Tak seorang pun bisa...
11:33 P: I am not talking of an interceptor… P: Maksud saya, bukan seorang pencegat...
11:36 K: That's it.

P: …but the...
K: Itu dia.

P: melainkan...
11:40 K: …ending of it.

P: I was going to use another word, but you can use the word 'ending'.
K: akhir dari itu.

P: Tadinya saya ingin gunakan kata lain, namun Anda bisa gunakan kata “akhir”.
11:45 K: Let's use simpler words. K: Mari gunakan kata-kata yang lebih sederhana.
11:49 P: Time is from a past immemorial. P: Waktu bermula sejak beribu- ribu tahun lalu.
11:52 K: Yes, which is thought! K: Ya, yang adalah pikiran!
11:54 P: Thought is also from a past immemorial, projecting into a future which is also eternal. P: Pikiran juga bermula sejak beribu-ribu tahun lalu, berproyeksi ke masa depan yang juga abadi.
12:01 K: The movement of thought.

P: Eternal.
K: Gerak pikiran.

P: Abadi.
12:04 K: No. The future is conditioned by the past, as a human psyche. K: Masa depan dikondisikan oleh masa lalu, sebagai nurani manusia.
12:15 P: So unless the human being ends, unless he ceases to be... P: Jadi, kecuali manusia berakhir, kecuali dia berhenti ada...
12:22 K: Ceases to be conditioned. K: Berhenti terkondisi.
12:33 P: No, but you will still use thought. P: Tetapi, Anda akan tetap menggunakan pikiran.
12:37 K: No. K: Tidak.
12:38 P: The content will undergo a change, but the mechanism of thought will continue. P: Isinya akan mengalami perubahan, tetapi mekanisme pikiran akan berlanjut.
12:46 K: The mechanism of thought will continue... Let's put it round. Now thought is the chief instrument we have. Right? K: Mekanisme pikiran akan berlanjut... Coba kita lihat dari sisi lainnya. Begini, pikiran adalah instrumen utama yang kita punya. Betul?
13:00 P: Yes. P: Ya.
13:02 K: And that instrument, after thousands of years of various efforts, actions, has not only made that instrument dull, it has reached the end of its tether! Because thought is limited and time is limited. Right? Therefore it is conditioned, divided and in perpetual state of turmoil. Now, can that end? That is the question. K: Dan instrumen itu, setelah ribuan tahun melalui berbagai daya-upaya, berbagai tindakan, instrumen ini tak hanya telah menjadi tumpul, tetapi juga telah mencapai batas akhirnya! Karena pikiran ini terbatas dan waktu pun terbatas. Betul? Maka, ia terkondisi, terpecah-pecah, dan terus-menerus berada dalam kekacauan. Nah, dapatkah itu berhenti? Itulah pertanyaannya.
13:45 P: Now, I used the word 'interception'. This movement of the past, as thought, as the yesterday... P: Nah, tadi saya menyebutkan kata “pencegatan”. Gerak masa lalu sebagai pikiran, sebagai hari kemarin...
13:59 K: ...as today.

P: But what is the today?
K: ... sebagai hari ini.

P: Namun, apa itu hari ini?
14:07 K: Today is the movement of the past, modified. Memory. We are a bundle of memories!

P: That is true. But the contact with time...
K: Hari ini adalah gerak masa lalu, termodifikasi. Ingatan. Kita ini setumpuk ingatan.

P: Itu betul. Namun, kontak dengan waktu...
14:29 K: Now wait a minute, what do you mean contact with time? Time is thought! K: Tunggu sebentar, apa maksudnya kontak dengan waktu? Waktu adalah pikiran!
14:33 P: Time as a psychological process - I am not talking of contact...

K: Of course. Leave all that.
P: Waktu sebagai proses psikologis. -maksud saya, bukan kontak...

K: Tentu. Lewatkan itu semua.
14:39 P: But contact with time as a psychological process is in the present, isn't it? There can only be awareness… P: Namun, kontak dengan waktu sebagai proses psikologis terjadi di masa kini, bukan? Di situ hanya ada kesadaran...
14:53 K: Pupulji, let's be very clear. Time is thought. Right? Don't separate time as though something different from thought. K: Pupulji, kita perjelas dahulu. Waktu adalah pikiran. Betul? Jangan melihat waktu seolah-olah ia terpisah dari pikiran.
15:03 P: No, time is thought.

K: So it is time-thought.
P: Waktu adalah pikiran.

K: Jadi, itu adalah waktu-pikiran.
15:07 P: Yes. As the past, present and the future. P: Ya. Sebagaimana masa lalu, masa kini, dan masa depan.
15:12 K: Are you asking, what is the now? K: Apakah Anda menanyakan, apa itu masa kini?
15:16 P: Yes, because this interception I am talking about - let me use my word till you wipe it away... P: Ya, karena "pencegatan" yang saya sebutkan tadi - izinkan saya gunakan kata itu dulu sampai Anda nanti menggantinya...
15:24 K: All right. Interception, I don't quite understand. K: Baik. Pencegatan saya tak begitu paham.
15:26 P: Interception is contact with, contact with the fact. P: Pencegatan adalah kontak dengan, kontak dengan fakta.
15:32 K: Contact with the fact that the whole movement of thought... K: Kontak dengan fakta bahwa segala gerak pikiran...
15:39 P: Not even all that, just contact with 'what is'. P: Belum sampai ke situ, baru kontak dengan "yang-ada"
15:43 K: Which is what: now? K: Yaitu masa kini?
15:45 P: Whatever is. Your statement now, whatever you are saying now and my listening to you is the contact with 'what is'.

K: Ah, I understand. That is - may I put it the way I understand it? The past, the present and the future is a movement of time-thought. How do you realise it?
P: Apa pun. Pernyataan Anda sekarang, semua yang tengah Anda ucapkan dan saya yang mendengarkan Anda adalah kontak dengan "apa adanya".

K: Saya paham. Yakni -boleh saya ulangi sesuai pemahaman saya? Masa lalu, masa kini, dan masa depan ialah gerak waktu-pikiran. Bagaimana Anda dapat menyadarinya?
16:13 P: Yes, how... P: Ya, bagaimana...
16:15 K: How do you come to see the truth of it, the fact of it? K: Bagaimana Anda melihat kebenaran di dalamnya, faktanya?
16:25 P: You know, sir, there is such a thing as tactile touch. P: Anda tahu, Pak, ada sesuatu yang kita sebut sentuhan taktil.
16:30 K: I can touch, yes, textile touch.

P: Now...
K: Bisa saya sentuh, ya, sentuhan tekstil.

P: Nah...
16:35 K: Not textile, tactile. How do you touch this thing?

P: How do you touch this thing.
K: Bukan tekstil, taktil. Bagaimana Anda menyentuh hal ini?

P: Bagaimana menyentuh hal ini.
16:47 K: How do you - to use your word - come into contact with it. With the fact? With the fact that I am a whole series of memories, which is time-thought. K: Bagaimana Anda -memakai istilah Anda- melalukan kontak dengan ini. Dengan fakta... Dengan fakta bahwa saya adalah sekumpulan ingatan, yang adalah waktu-pikiran.
17:02 P: No. Let us be more concrete. The thought that I am going away this afternoon, and that I will be leaving you. It is a thought.

K: It is a thought. It is an actuality.

P: An actuality. But out of that there is a certain pain of leaving you, which is the emotional, psychological element which come to cover up the fact.
P: Mari kita bicara lebih konkret. Pikiran bahwa saya akan pergi nanti sore dan bahwa saya akan meninggalkan Anda, itu adalah pikiran.

K: Itu adalah pikiran. Itu adalah sesuatu yang aktual.

P: Sesuatu yang aktual. Tapi di dalamnya, ada suatu kepedihan karena akan meninggalkan Anda, yang adalah elemen emosional, psikologis yang menyelimuti fakta tadi.
17:50 K: Yes, which is what? You know the french: 'Partir, un peu mourir'.

P: Yes. So how does one… What is to be contacted? Not the fact that I am going away.
K: Ya, artinya? Anda tahu syair Prancis, "Partir, un peu mourir."

P: Ya. Jadi, bagaimana seseorang... Kontak dengan apa? Bukan dengan fakta, saya akan pergi.
18:06 K: But, what?

P: But this pain.
K: Namun, apa?

P: Namun, kepedihan itu.
18:10 K: The pain. I understand. Are you asking... The pain of going, the pain of a thousand aches, of years and centuries of pain, of loneliness and sorrow and all that, grief, the agony, the anxiety and all that, is that separate from me who is to feel it? K: Kepedihan. Saya paham. Apakah Anda menanyakan... Kepedihan karena pergi, kepedihan dari ribuan sakit, kepedihan bertahun-tahun, berabad-abad, kesepian, duka, dan sebagainya, nestapa, penderitaan, kemasygulan, dan sebagainya, apakah semua itu terpisah dari saya yang merasakannya?
18:47 P: It may not be separate.

K: It is me!
P: Tak bisa dipisahkan.

K: Itulah saya!
18:53 P: At what point, how do I touch it? P: Pada titik manakah, bagaimana saya bersentuhan dengan itu?
18:57 K: I don't quite understand your usage of 'how do I touch it'. K: Saya tak begitu paham "bagaimana bersentuhan dengan itu".
19:09 P: It is only in the present…

K: I see what you mean.
P: Hanyalah pada masa kini...

K: Saya paham maksud Anda.
19:15 P: The whole of this edifice rests on that. P: Keseluruhan gagasan ini dibangun di atas itu.
19:19 K: Ya, that's what I said. That's what I said. The now contains the past, the future and the present. Right?

P: Yes.
K: Ya. Itu yang saya katakan. Sekarang mengandung masa lalu, masa depan, dan masa kini. Betul?

P: Ya.
19:28 K: Let's understand this. The present is the whole past and the future. This is the present. The present is me, with all the memories of thousand years, and that thousand years being modified all the time, and the future - all that is now, the present. Right? K: Mari kita pahami ini. Masa kini merupakan keseluruhan masa lalu dan masa depan. Inilah masa kini. Masa kini adalah saya, dengan ingatan dari ribuan tahun lalu. dan ribuan tahun itu termodifikasi setiap waktu. dan masa depan - semua itu sekarang, masa kini. Betul?
20:05 P: But the present also is not a static thing. It's over… P: Masa kini pun bukanlah benda statis. Dia berlalu...
20:15 K: Of course, of course, of course. The moment you have said, it's gone.

P: It's gone. So what is it that you actually see? What is it you actually observe?
K: Tentu, tentu, tentu. Begitu Anda mengatakannya, dia berlalu.

P: Dia berlalu. Jadi apa yang sesungguhnya Anda lihat? Apa yang sesungguhnya Anda amati?
20:27 K: Actually observe the fact…

P: What fact?
K: Sesungguhnya, amati fakta...

P: Fakta apa?
20:31 K: The fact - just a minute - the fact that the present is the whole movement of time and thought. To see the truth of that - let's not use the word 'see' - have an insight, perception into that, that the now is all time and thought. K: Fakta itu -tunggu sebentar- fakta bahwa masa kini adalah seluruh gerak waktu dan pikiran. Untuk melihat kebenaran di dalamnya -mari gunakan kata selain "melihat"- mendapatkan wawasan, pencerapan tentang itu, bahwa sekarang adalah waktu dan pikiran.
21:13 P: Does that perception emanate from the brain? P: Apakah pencerapan itu timbul dari dalam otak?
21:20 K: Either it emanates, comes from perceiving with the eyes, nerves and so on, or that perception is an insight which has nothing to do with time and thought. K: Antara timbul dari otak, datang seiring mencerap lewat mata, saraf dan sebagainya, atau pencerapan itu adalah wawasan yang tak berkaitan sama sekali dengan waktu dan pikiran.
21:39 P: But it arises within the brain? P: Namun, dia muncul dari dalam otak?
21:42 K: Yes. Or outside the brain, you are asking? K: Ya. Atau dari luar otak, maksud Anda?
21:47 P: It's very important. P: Ini sangat penting.
21:48 K: I know, that's why I want to be clear. Is it within the sphere of the brain, or it is that insight which comes when there is the freedom from its conditioning, which is the operation of the mind, which is supreme intelligence. You follow? K: Saya tahu, maka saya ingin ini jelas. Apakah ia terdapat dalam belahan otak atau ia adalah wawasan itu yang timbul saat ada kebebasan dari pengondisian, yang adalah cara kerja batin, yang adalah kecerdasan tertinggi. Mengertikah Anda?
22:17 P: I don't follow.

K: Aha. Let's be clear. The brain, whatever part it is, is conditioned by time and thought, time-thought. As long as that conditioning remains, insight is not possible. You may have occasional insight into something, but pure insight, which means comprehension of the totality of things - yes, I'll use the word 'totality', not 'wholeness' because that word is now being used so much - it is the perception of completeness. Right? That insight is not of time-thought. Therefore that insight is part of that brain which is in a different dimension.
P: Saya tak mengerti.

K: Aha. Mari kita perjelas. Otak, bagian mana pun, terkondisi oleh waktu dan pikiran, waktu-pikiran. Selama pengkondisian masih ada, wawasan tak bisa muncul. Anda bisa mendapat wawasan sesekali. Tetapi, wawasan murni, yang berarti pemahaman tentang totalitas segala hal -ya, saya gunakan kata "totalitas", bukan "keutuhan" karena kini kata itu sering sekali digunakan- wawasan murni adalah pencerapan seluruhnya. Betul? Wawasan itu tak berkaitan dengan waktu-pikiran. Maka, wawasan itu adalah bagian dari otak yang berada di dimensi berbeda.
23:34 P: Without sight there cannot be insight. P: Tanpa pengelihatan, tak akan ada wawasan.
23:38 K: That's all I am saying. K: Itulah yang saya katakan.
23:43 P: So seeing, perceiving… Perceiving, I am using this word.

K: Yes, perceiving.
P: Jadi, melihat, mencerap... Saya pakai "mencerap".

K: Ya, mencerap.
23:49 P: Perceiving - listening is contained in perceiving - seems to be the essential essence of insight. P: Mencerap -mendengarkan terkandung di dalamnya- tampaknya adalah inti penting dari wawasan.
24:05 K: Would you repeat that again, slowly? K: Bisa Anda ulangi pelan-pelan?
24:12 P: Let us take the word 'insight' - it is: seeing into. P: Mari kita ambil kata "wawasan" -artinya 'melihat ke dalam'.
24:16 K: Into, seeing into.

P: Seeing into. Seeing into seeing?
K: Ke dalam, melihat ke dalam.

P: Melihat ke dalam. Melihat ke dalam melihat?
24:27 K: No. Seeing into - just a minute, let's look at that word. Seeing, comprehending the totality of something, the vastness of something. Right? Insight is possible only when there is cessation of thought and time. Thought and time are limited, therefore such limitation cannot have insight. K: Bukan. Melihat ke dalam -sebentar, mari kita cermati, Melihat, memahami totalitas suatu hal, keluasan dalam suatu hal. Betul? Wawasan hanya mungkin di saat berhentinya pikiran dan waktu. Pikiran dan waktu bersifat terbatas. Keterbatasan itu tak bisa mendatangkan wawasan.
25:20 P: To understand what you are saying I have to have an open ear and eyes that see. Out of that sound, out of that form, out of that whole... P: Untuk memahami perkataan Anda, saya harus punya telinga yang mendengar dan mata yang melihat. Dari suara, dari wujud, dari keseluruhan itu...
25:39 K: The meaning of the words and so on and so on, yes. K: Makna kata-kata itu dan sebagainya. Ya.
25:41 P: ...arises a seeing which goes beyond. I am trying to get at something. P: ... timbullah pengelihatan yang melampaui. Saya berusaha mencapai sesuatu.
25:52 K: What are you trying to get at? I don't… K: Mencapai apa? Saya tak...
25:54 P: I am trying to get at... You talk of insight. Now, insight cannot arise without attention. P: Saya berusaha mencapai... Anda bicara wawasan. Nah, wawasan tak bisa muncul tanpa perhatian.
26:10 K: No. Don't introduce the word 'attention'. K: Jangan dulu masukkan kata "perhatian".
26:13 P: Or sight, seeing. P: Atau pengelihatan, melihat.
26:14 K: If we can stick to the same thing, that is, insight cannot exist as long as time-thought play a part. K: Bila kita bisa tetap pada hal yang sama, wawasan tidak ada selama waktu-pikiran berperan.
26:27 P: You see, it's like which comes first. Which comes first? P: Ini seperti mana yang lebih dulu. Mana yang lebih dulu?
26:36 K: What do you mean? K: Apa maksud Anda?
26:37 P: In consciousness, in my approach to this, I can't start with insight. I can only start with observation. P: Dalam kondisi sadar, menurut pendekatan saya, Saya tak bisa mulai dari wawasan. Saya hanya bisa mulai dari mengamati.
26:49 K: You can only start by realising the truth that time, psychological time and thought are always limited. That's a fact!

P: Krishnaji, that is a fact.
K: Anda hanya bisa mulai dari menyadari kebenarannya, bahwa waktu, waktu psikologis dan pikiran selalu bersifat terbatas. Itu fakta!

P: Krishnaji, itu fakta.
27:07 K: Wait, start from that. And therefore whatever it does will always be limited and therefore contradictory, therefore divisive and endless conflict. That's all I am saying. You can see the fact of that. K: Sebentar, mulai dari situ. Maka, apa pun yang dilakukannya akan selalu bersifat terbatas sehingga selalu kontradiktif, sehingga terpecah-pecah dan konflik tiada akhir. Itulah yang saya katakan. Anda bisa melihat fakta di dalam itu.
27:25 P: You can see the fact of that outside of yourself. P: Anda bisa melihat fakta itu di luar diri Anda.
27:28 K: Wait, wait. You can see it politically... K: Tunggu, tunggu. Anda bisa melihat secara politis...
27:31 P: You can see it outside of yourself. P: Bisa di luar diri Anda.
27:32 K: No, wait. You can see it politically, religiously, all throughout the world, this is a fact, that time and thought, in their activity, have brought about havoc in the world. That's a fact.

P: Yes, yes.
K: Sebentar. Anda bisa melihat secara politis, keagamaan, di penjuru dunia, ini fakta, bahwa waktu dan pikiran, dengan cara kerjanya, telah membawa kehancuran di dunia. Itu fakta.

P: Ya, ya.
27:50 K: Now. So the question is: can that limitation ever end? Or is man conditioned forever to live within the time-thought area? K: Sekarang pertanyaannya, dapatkah keterbatasan itu berhenti? Ataukah manusia terkondisi selamanya untuk hidup di tataran waktu-pikiran?
28:12 P: You see, the difficulty of understanding this is: what is the relationship of the brain cells and the action of the senses - I am not using the word 'thought' at the moment - on a statement like this: 'Do you see the fact that time, thought are limited?'

K: ...are limited.
P: Nah, kesulitan untuk memahami ini adalah apa kaitan sel otak dan fungsi pancaindera -saya tak memakai kata "pikiran" untuk sementara- dalam pernyataan macam ini, "Bisakah Anda lihat faktanya bahwa waktu, pikiran terbatas?"

K: ... terbatas.
28:49 P: What does it exactly mean, how does one see that? It is like telling me that you are an illusion. P: Apa persisnya artinya, bagaimana seseorang melihat itu? Itu seperti memberitahu saya, bahwa Anda adalah ilusi.
29:04 K: What?

P: It is exactly like telling me that Pupul is an illusion.

K: No, I didn't say that.
K: Apa?

P: Itu persis seperti memberitahu saya bahwa Pupul adalah ilusi.

K: Tidak, saya tak berkata begitu.
29:11 P: But I am saying it.

K: No, you are not an illusion.
P: Saya yang mengatakannya.

K: Bukan, Anda bukan ilusi.
29:15 P: No, sir, it is exactly that.

K: No.
P: Tapi Pak, justru persis begitu.

K: Tidak.
29:18 P: Because the moment you say, 'After all, Pupul is a psychological bundle of the past...' P: Sebab saat Anda katakan, "Bagaimanapun, Pupul adalah tumpukan psikologis masa lalu..."
29:29 K: Psychological movement of time and thought, which is the psyche.

P: Which is the psyche.
K: Gerak psikologis waktu dan pikiran, yakni nurani.

P: Yakni nurani.
29:36 K: That psyche is limited.

P: …is limited.
K: Nurani itu terbatas.

P: ... terbatas.
29:40 K: Whatever it does is limited. K: Apa pun yang dilakukannya, dia terbatas.
29:44 P: Then I would ask, what is wrong with it being limited? P: Lalu saya akan bertanya, apa salahnya keterbatasan?
29:48 K: Nothing is wrong. If you want to live in perpetual conflict there's nothing wrong. K: Tak ada yang salah. Bila Anda mau hidup dalam konflik berlarut-larut, tak ada salahnya.
29:55 P: All right, move further. To end it, is not only to say, to feel that it is limited, but there must be an ending to it.

K: I said there is.
P: Baiklah, lanjutkan. Mengakhiri tidaklah sekadar mengatakan, merasakan bahwa ia terbatas, namun mesti ada pengakhiran.

K: Saya katakan, ada.
30:13 P: What is the nature of this ending? P: Bagaimana sifat pengakhiran itu?
30:16 K: What do you mean ending?

P: Just seeing...
K: Apa maksud Anda "pengakhiran"?

P: Hanya melihat...
30:18 K: Let's take the word 'ending'. I must be clear what, you and I, we are both saying, understanding the meaning of the same word, to end something - to end attachment, to end... not to smoke, not to do this or that, to put an end to it - the ending. K: Kita ambil kata "pengakhiran". Saya harus jelas, Anda dan saya, kita membicarakan, memahami makna kata yang sama, bahwa mengakhiri sesuatu -mengakhiri kemelekatan..., tidak merokok, tidak melakukan ini atau itu, mengakhirinya - pengakhiran.
30:40 P: The flow ceases to flow.

K: Yes, if you like to… The movement of thought and time ceases, psychologically. What is your difficulty? You are making it terribly complex, a simple thing.
P: Aliran berhenti mengalir.

K: Ya, jika Anda mau... Gerak pikiran dan waktu berhenti, secara psikologis. Apa kesulitan Anda? Anda membuatnya amat rumit, padahal sederhana.
31:00 P: There is a point of perception which is a point of insight. What is that point of insight? P: Ada titik pencerapan yang merupakan titik wawasan. Apa titik wawasan itu?
31:08 K: What do you mean, 'point of insight'? K: Apa maksud Anda "titik wawasan"?
31:10 P: Where I see this... In what time-space do I see it? P: Di mana saya melihatnya... Pada waktu-ruang apa saya melihatnya?
31:16 K: Look, Pupul, just let's be simple. Time and thought has divided the world, politically, geographically, religiously, that's a fact. Right? Can't you see the fact?

P: No, sir. I look outside...
K: Ayo, Pupul, kita bicara sederhana saja. Waktu dan pikiran telah memecah-mecah dunia, secara politis, geografis, religius, itu fakta. Betul? Tidakkah Anda lihat fakta ini?

P: Tidak, Pak. Saya melihat di luar...
31:36 K: Wait, wait. Don't look outside. K: Tunggu, tunggu. Jangan lihat di luar.
31:39 P: No. I don't see the fact. P: Tidak. Saya tak lihat faktanya.
31:41 K: What do you mean you don't see the fact? K: Apa maksud Anda?
31:42 P: Because if I saw the fact, really saw the fact... P: Sebab jika saya lihat faktanya, sungguh melihat faktanya...
31:46 K: You would stop that kind of thing.

P: ...it would be all over.
K: Hentikan tingkah Anda ini.

P: ... semua itu akan berlalu.
31:49 K: That's all I am saying.

P: Why sir, if it is such a simple thing, which I don't think it is, because it has such devious ways.
K: Itulah yang saya katakan.

P: Pak, jika ini begitu sederhana, namun saya tak yakin begitu, karena tipuannya begitu banyak.
32:00 K: No. That's the whole point - I am saying something which we have not probably... put into different words - if you have an insight that the movement of thought and time are divisive, at whatever level, in whatever realm, in whatever area, it is a movement of endless conflict. That's a fact. Britain fought for some island, that's a fact. Because British, British, French, French, German, Russian - they are all divisive. And India against somebody... this is the whole movement of time and thought. That's a fact! K: Tidak. Itulah maksudnya -saya mengatakan sesuatu yang mungkin belum kita... ungkapkan dengan kata lain- jika Anda mendapat wawasan bahwa gerak pikiran dan waktu terpecah-pecah, di tingkat apa pun, di tataran apa pun, di wilayah mana pun, itu adalah gerak konflik tanpa akhir. Itu fakta. Inggris berperang demi sebuah pulau, itu fakta. Sebab Inggris, Inggris, Prancis, Prancis, Jerman, Rusia -mereka semua terpisah-pisah. Dan India melawan bangsa lain..., inilah seluruh gerak waktu dan pikiran. Itu fakta!
32:52 P: Yes, but you can see it when it is a matter outside of you. P: Ya. Tapi, Anda bisa melihatnya jika fakta itu di luar Anda.
32:55 K: That's the point. If you can see it outside, this movement, what it does in the world, what misery it has caused in the world, then... Inwardly, the psyche is time and thought, is the movement of time and thought. This movement has created that! Simple. The psychological movement, the divisive psychological movement has created the external fact. Right? I am a Hindu, I feel secure. I am a German, I feel secure in the word, in the feeling that I belong to something. K: Itu intinya. Jika Anda bisa melihat gerak ini di luar Anda, apa dampaknya terhadap dunia, derita yang dibawanya di dunia, maka... Di-dalam, nurani ini adalah waktu dan pikiran, adalah gerak waktu dan pikiran. Gerak tersebut telah menimbulkan semua itu! Sederhana. Gerak psikologis, gerak psikologis yang terpecah-pecah telah menciptakan fakta di luar kita. Betul? Saya Hindu, saya merasa aman. Saya seorang Jerman, saya merasa aman dalam kata itu, dalam perasaan bahwa saya adalah bagian dari sesuatu.
33:56 P: You see, Krishnaji, I would say that all these: being a Hindu, greed, all those, one has seen as a product of this movement of time-thought. P: Krishnaji, menurut saya, semua ini: menjadi Hindu, serakah, semua itu, telah dipahami sebagai hasil dari gerak waktu-pikiran.
34:16 K: That is all I am saying.

P: But that, it's not quite...
K: Itulah yang saya katakan.

P: Namun, itu kurang...
34:21 K: What is your difficulty, Pupul? K: Apa kesulitan Anda, Pupul?
34:22 P: There is, within it all, a sense of 'I exist'. P: Di dalamnya, terdapat perasaan bahwa "saya ada".
34:31 K: I don't realise the psyche is that! K: Saya tidak tahu bahwa nurani seperti itu!
34:35 P: That's essentially the nature of… P: Pada dasarnya, itu adalah sifat ...
34:39 K: Why doesn't it? Because - it is simple enough, why do you make it complex? - because I have thought the psyche is something other than the conditioned state. I thought there was something in me, or in the brain, or in somewhere, which is timeless, which is God, which is this, which is that, and that, if I could only reach that, everything would be right. That's part of my conditioning. Because I am uncertain, confused, God will give me safety, protection, certainty. That's all. God, or a highest principle, or some kind of conviction. K: Lalu mengapa tidak begitu? Karena -ini cukup sederhana, mengapa Anda merumitkannya?- karena saya kira, nurani berlainan dengan pengkondisian. Saya kira ada sesuatu dalam diri saya. atau dalam otak, atau di suatu tempat, yang kekal, yakni Tuhan, yakni ini, yakni itu, dan jika saja saya bisa meraihnya, semua akan jadi benar. Itulah bagian dari pengkondisian saya. Karena saya tidak pasti, kebingungan, Tuhan akan beri keselamatan, perlindungan, jaminan. Semua itu. Tuhan atau hukum tertinggi atau suatu kepercayaan.
35:30 P: What is the nature of the ground from which insight springs? P: Apa ciri pokok yang dapat memunculkan wawasan?
35:33 K: I have told you. Insight can only take place when there is freedom from time and thought. K: Sudah saya katakan. Wawasan hanya bisa muncul bila ada kebebasan dari waktu dan pikiran.
35:48 P: It is a sort of unending...

K: No, it is not. You are complicating a very simple fact, as most of us do. If one wants to live at peace, which... to live in peace only is to flower, is to understand the extraordinary world of peace. Peace cannot be brought about by thought.
P: Suatu keadaan tanpa pengakhiran...

K: Bukan, bukan itu. Anda merumitkan fakta yang sangat sederhan, seperti kebanyakan orang. Jika kita ingin hidup damai, yakni... hidup dalam damai hanyalah dengan mekar, dengan memahami luar biasanya dunia yang damai. Kedamaian tak bisa diciptakan dengan pikiran.
36:29 P: You see, please understand, Krishnaji, it is the brain itself which listens to that statement. P: Anda tahu, tolonglah pahami, Krishnaji, otak sendirilah yang mendengarkan pernyataan tadi.
36:41 K: Yes, it listens. And then what happens? Just a minute. What happens? If it listens it is quiet.

P: It is quiet.
K: Ya, dia mendengarkan. Lalu apa yang terjadi? Tunggu sebentar. Apa yang terjadi? Jika dia mendengarkan, dia diam.

P: Dia diam.
36:53 K: It isn't ruminating, it is not going on : 'By Jove, what does he mean?' it is not rattling, it is quiet. Right? Wait, wait. When it is actually - not induced quietness - actually when it listens, and there is quietness, then there is insight. I don't have to explain ten different ways the limitation of thought, it is so. K: Dia tidak memamah, dia tidak menanggapi, "Demi Tuhan, apa maksudnya?" Dia tidak mengoceh, dia diam. Betul? Tunggu, tunggu. Jika ia sungguh-sungguh -bukan dibuat-buat- sungguh diam saat ia mendengarkan, dan ada keheningan, muncullah wawasan. Saya tak perlu memaparkan 10 macam keterbatasan pikiran. Pikiran memang terbatas.
37:30 P: I see what you're saying. Is there anything further then… P: Saya paham maksud Anda. Adakah yang lebih maju daripada...
37:44 K: Oh yes, there is. There is a great deal more. Which is: is listening a sound? A sound within an area. Or I am listening to what you are saying without the verbal sound? If there is a verbal sound I am not listening, I am only understanding the words. But you want to convey to me something much more than the words, so, if the words are making a sound in my hearing I can't deeply understand the depth of what you are saying. So I want to find out something much more... which we started with, the present. The present is the now, the now is the whole movement of time-thought. Right? It is the whole structure. If the structure of time and thought ends the now has totally a different meaning. The now then is nothing. I mean, when we use the word 'nothing', zero contains all the figures. Right? So nothing contains all. But we are afraid to be nothing. K: Oh ya, ada. Ada lebih banyak lagi, yakni apakah mendengarkan suatu bunyi? Bunyi di dalam suatu area. Ataukah saya mendengarkan perkataan Anda tanpa bunyi verbal? Jika ada bunyi verbal, saya tidak mendengarkan. Saya sekadar memahami kata-kata. Namun, Anda ingin sampaikan pada saya lebih dari sekadar kata-kata, jadi, jika kata-kata menimbulkan bunyi di pendengaran saya, saya tak bisa memahami perkataan Anda secara mendalam. Maka, saya ingin menemukan sesuatu yang lebih... yang menjadi awal kita, masa kini. Masa kini adalah sekarang, masa sekarang adalah keselutuhan gerak waktu-pikiran. Betul? Itu keseluruhan strukturnya. Jika struktur waktu dan pikiran berhenti, masa sekarang akan mengandung makna yang sangat berbeda. Maka, masa sekarang adalah ketiadaan. Maksud saya, saat kita gunakan kata "ketiadaan", nol mengandung semua angka. Betul? Artinya, ketiadaan mengandung semuanya. Namun, kita takut menjadi tiada.
40:15 P: When you say it contains the all, you mean, is it the essence of all human and racial and environmental, and nature and the cosmos, as such? P: Saat Anda mengatakan, ketiadaan mengandung semua, apakah, maksud Anda, itu esensi umat manusia, esensi rasial, lingkungan, dan lingkungan, dan kosmos, seperti itu?
40:34 K: No, I would rather… You see, I am talking of the fact of a realisation that there is nothing. The psyche is a bundle of memories - right? And those memories are dead. They operate, they function, but they are the outcome of past experience which has gone. I am a movement of memories. Right? Now, if I have an insight into that, there is nothing. I don't exist. K: Tidak, saya lebih suka... Anda tahu, saya bicara fakta tentang menyadari bahwa ada ketiadaan. Nurani merupakan tumpukan ingatan, betul? Dan ingatan itu sudah mati. Ingatan bekerja, berfungsi, namun mereka adalah luaran dari pengalaman lampau yang telah lewat. Saya adalah gerak ingatan. Betul? Nah, jika saya punya wawasan tentang itu, itulah ketiadaan. Saya tidak ada.
41:27 P: You said something about sound. P: Anda menyebut bunyi.
41:31 K: Yes.

P: And listening.
K: Ya.

P: Dan mendengarkan.
41:36 K: Listening without sound. You see the beauty of it? K: Mendengarkan tanpa bunyi. Anda lihat keindahan di dalamnya?
41:43 P: Yes, it is possible when the mind itself is totally still. P: Ya, itu mungkin bila batin itu sendiri sungguh hening.
41:49 K: No, don't bring in the mind for the moment. When the brain is quiet, absolutely quiet, therefore there is no sound made by the word. K: Tidak, jangan masukkan batin dahulu. Ketika otak hening, benar-benar hening, maka tak ada bunyi yang ditimbulkan kata-kata.
42:02 P: There is no sound made by the word. P: Tidak ada bunyi yang ditimbulkan kata-kata.
42:05 K: Of course. That is real listening. The word has given me what you want to convey. Right? You want to tell me, 'I am going this afternoon.' I listen to that… k: Tentu. Itu mendengarkan yang sesungguhnya. Kata-kata telah memberi saya apa yang ingin Anda ungkapkan. Betul? Anda ingin memberitahu saya, "Saya akan berangkat siang ini." Saya mendengarkan...
42:19 P: But the brain has not been active in listening. P: Namun, otak belum aktif saat mendengarkan.
42:21 K: Yes. And the brain, when active, is noise, is sound. Let's go back to something more - we will include, come back to this sound business because it is very interesting what is sound. Sound can only exist, pure sound can only exist when there is space and silence, otherwise it is just noise. So I would like to come back to the question: all one's education, all one's past experience and knowledge is a movement in becoming, both inwardly, psychologically as well as outwardly. Becoming is the accumulation of memory. Right? More and more and more memories, which is called knowledge. Right? Now, as long as that movement exists, there is fear of being nothing. But when one really sees the insight of the fallacy, the illusion of becoming something, therefore that very perception, that insight, to see there is nothing, this becoming is endless time-thought and conflict, there is an ending of that. That is, the ending of the movement which is the psyche, which is time-thought. The ending of that is to be nothing. Right? Nothing then contains the whole universe. Not my petty little fears and petty little anxieties and problems, and my sorrow with regard to - you know - a dozen things. After all, Pupulji, nothing means the entire world of compassion. Compassion is nothing. And therefore that nothingness is supreme intelligence. That's all there is. I don't know if I am conveying this. So why are human beings - just ordinary, intelligent - frightened of being nothing? If I see that I am really a verbal illusion, that I am nothing but dead memories, that's a fact! But I don't like to think I am just nothing but memories. But the truth is I am memories. If I had no memory, either I am in a state of amnesia, or I understand the whole movement of memory, which is time-thought, and see the fact: as long as there is this movement there must be endless conflict, struggle, pain. And when there is an insight into that nothing means something entirely different. And that nothing is the present. It is not varying present, it is not one day this, and one day the next day. Being nothing is: no time, therefore it is not ending one day and beginning another day. You see, it is really quite interesting if one goes into this problem, not theoretically but actually. The astrophysicists are trying to understand the universe. They can only understand in terms of gases, and... but the immensity of it, as part of this human being, not out there, here. Which means... There must be no shadow of time and thought. Pupul, after all, that is real meditation, that's what 'shunya' means in Sanskrit. But we have interpreted it ten, hundred different ways, commentaries, about this and that, but the actual fact is we are nothing! Except words. And opinions, judgements - that's all petty affairs. And therefore our life becomes petty. So to grasp, to understand that in the zero contains all the numbers. Right? So in nothing, all the world - not the pain, etc... that's all so small. I know, it sounds... when I am suffering that is the only thing I have. Or when there is fear, that is the only thing. But I don't see it is such a petty little thing! So having listened to all this, what is it you realise? If you could put it into words, Pupulji, it would be rather good. What is it that you, and those who are going to listen to all this - it may be rubbish, it may be true - who are going to listen to all this, what do they capture, realise, see the immensity of all this? K: Ya. Dan otak, saat aktif, ada keriuhan, ada bunyi. Mari kita kembali ke hal yang lebih -kita akan menyertakan, kembali ke bahasan bunyi ini karena ini sangat menarik, apa itu bunyi. Bunyi hanya ada, bunyi murni hanya ada ketika terdapat ruang dan keheningan. Jika tidak, timbullah keriuhan. Jadi, saya ingin kembali ke pertanyaan tadi: semua pendidikan seseorang, semua pengalaman lampau dan pengetahuan adalah gerak proses-menjadi, baik ke-dalam, secara psikologis, maupun ke-luar. Proses-menjadi adalah akumulasi ingatan. Betul? Lebih dan lebih dan lebih banyak ingatan, yang disebut pengetahuan. Betul? Kini, sepanjang gerak itu masih ada, ada rasa takut akan menjadi-tiada. Tapi, ketika seseorang sungguh melihat wawasan bahwa ada kepalsuan, ilusi tentang menjadi sesuatu, maka pencerapan itu, wawasan itu, melihat bahwa terdapat ketiadaan, bahwa proses-menjadi adalah waktu-pikiran dan konflik tanpa akhir, terdapat pengakhiran di situ. Yakni, pengakhiran gerak yang adalah nurani, yang adalah waktu-pikiran. Pengakhiran tersebut adalah menjadi-tiada. Betul? Maka, tiada itu mencakup keseluruhan jagad raya. Bukan ketakutan remeh saya, bukan kecemasan dan masalah remeh saya, bukan kesedihan saya atas -Anda tahu- lusinan hal. Bagaimanapun, Pupulji, ketiadaan bermakna seluruh dunia dengan welas asih. Welas asih adalah tiada. Dengan demikian, tiada itu adalah kecerdasan tertinggi. Itu semualah yang ada. Saya tak tahu apakah saya menyampaikan ini. Nah, mengapa manusia -kebanyakan manusia, cerdas- takut akan menjadi-tiada? Jika saya melihat, sesungguhnya saya adalah ilusi verbal, bahwa saya bukan apa-apa, hanya ingatan lampau, itu fakta! Namun, saya tak suka membayangkan, saya tak lebih daripada ingatan lampau. Namun kebenarannya, saya adalah ingatan. Jika saya tak punya ingatan, antara saya berada dalam kondisi amnesia atau saya telah memahami seluruh gerak ingatan, yakni waktu-pikiran, dan melihat fakta ini: selama gerak ini masih ada, pasti timbul konflik, pergulatan, kepedihan tanpa akhir. Dan ketika timbul wawasan tentang hal itu, ketiadaan bermakna sesuatu yang sama sekali berbeda. Dan ketiadaan itu adalah masa kini. Itu bukanlah masa kini yang bervariasi, bukan suatu hari, yang ini; lalu esoknya, yang lain lagi. Menjadi-tiada adalah tanpa waktu, maka itu bukanlah menutup satu hari lalu membuka hari lainnya. Anda tahu, benar- benar menarik jika seseorang mendalami persoalan ini, bukan secara teoretis, namun nyata-nyata. Ahli astrofisika berupaya memahami jagad raya. Mereka hanya paham tentang gas dan..., namun bukan kebesaran jagad raya, sebagai bagian umat manusia, bukan di luar sana, melainkan di sini. Ini berarti.. Pasti tak ada bayang-bayang waktu dan pikiran. Pupul, bagaimanapun, itulah meditasi sesungguhnya, itulah makna "shunya" dalam bahasa Sansekerta. Namun, kita telah menafsirkannya dengan puluhan, ratusan cara komentar berbeda, tentang ini-itu, namun fakta sebenar-benarnya ialah kita adalah tiada! Kecuali kata-kata. Dan pendapat, penilaian -semua itu hal remeh sehingga hidup kita pun menjadi remeh. Artinya, menangkap, memahami bahwa dalam nol, terkandung semua angka. Betul? Maka, dalam ketiadaan, seluruh dunia -bukan kepedihan dan sebagainya... semua itu hanya hal kecil. Saya tahu, ini terdengar... Saat saya menderita, hanya itulah yang ada pada saya. Atau ketika rasa takut timbul, itulah satu-satunya yang ada. Namun, saya tidak melihatnya sebagai hal kecil remeh! Maka, setelah mendengarkan semua ini, apa yang Anda sadari? Jika Anda bisa menuangkannya dalam kalimat, Pupulji, itu cukup bagus. Apakah yang Anda dan orang-orang yang akan mendengarkan semua perkataan ini -bisa jadi sampah, bisa jadi kebenaran- yang akan mendengarkan semua ini, apa yang mereka tangkap, sadari, lihat dalam besarnya semua ini?
50:59 P: It is really an ending of the psychological nature of the self, because that is becoming…

K: Wait a minute, Pupulji, I have asked a question because it is going to be very helpful to all of us if you could, as you listen to all this, what is your response, what is your reaction, what have you realised, what have you... say 'By Jove! I have got it, I have got the perfume of it'?
P: Sesungguhnya ini adalah pengakhiran dari ciri-ciri psikologis "diri" karena proses-menjadi...

K: Tunggu sebentar, Pupulji, saya mengajukan pertanyaan tadi karena akan sangat membantu kita jika Anda bisa, seraya mendengarkan, apa respons Anda, apa reaksi Anda, apa yang Anda sadari, apa yang membuat Anda... berujar, "Demi Tuhan! Saya dapat, saya mendapatkan keharumannya!"
51:37 P: Sir, it's very… Don't ask me that question because anything I say would sound… Because as you were speaking there was immensity. P: Pak, ini sangat... Jangan tanyakan itu pada saya karena apa pun jawaban saya akan terdengar... Karena seraya Anda bicara, ada suatu kebesaran.
52:08 K: Yes. Now wait a minute. There was that, I could feel it. There was the tension of that. But is it temporary, is it for the moment, for a second and it is gone? And then the whole business of remembering it, capturing it, inviting it... K: Ya. Sekarang tunggu dulu. Itu ada, saya dapat merasakannya. Ada tegangan yang ditimbulkannya. Namun, apakah itu sementara, apakah untuk saat ini, untuk sedetik kemudian itu lenyap? Kemudian semua urusan mengingat itu, menangkap itu, mengundangnya...
52:35 P: Oh no, I think one has moved from there at least. And another thing one realises, the most difficult thing in the world is to be totally simple. P: Oh tidak, saya pikir, seseorang telah beralih dari situ, paling tidak. Dan hal berikutnya yang disadari yaitu hal tersulit di dunia adalah menjadi sederhana sepenuhnya.
52:59 K: To be simple, that's right. If one is really simple, from that, you can understand the enormous complexity of things. But we start with all the complexities and never see the simplicity. That's our training. We have trained our brain to see the complexity and then try to find an answer to the complexity. But we don't see the extraordinary simplicity of life - of facts, rather. K: Menjadi sederhana, itu benar. Jika seseorang benar-benar sederhana, dari situ, Anda bisa memahami kompleksitas yang sangat rumit dalam suatu hal. Namun, kita mulai dari segala kerumitan dan tak pernah melihat kesederhanaannya. Itulah latihan kita. Kita telah melatih otak untuk melihat kerumitan dan berupaya mencari jawab atas kerumitan itu. Namun, kita tak melihat betapa sederhananya kehidupan -fakta, lebih tepat.
53:52 P: In the Indian tradition, if I may move away a little... P: Dalam tradisi India, jika saya boleh bergeser sedikit...
53:55 K: I am glad. K: Dengan senang hati.
53:57 P: Out of sound were born all the elements, all the Panchamahabhutas. P: Dari bunyi, timbullah segala elemen, semua Panchamahabhutas.
54:08 K: You see... K: Anda tahu...
54:12 P: The sound which reverberates and is yet not heard. P: Bunyi yang bergaung namun tidak terdengar.
54:20 K: That's it, that's it. But after all, Pupulji, especially in the Indian tradition, from the Buddha to Nagarjuna, and the ancient Hindus, have said there is that state of nothingness, which, they said, you must deny the whole thing. Nagarjuna says - he came to that point, as far as I understand, I may be mistaken, what I have been told - that he denied everything, every movement of the psyche. K: Itu dia, itu dia. Bagaimanapun, Pupulji, khususnya dalam tradisi India, sejak Buddha hingga Nagarjuna, dan masa Hindu kuno, telah disebutkan adanya tataran ketiadaan, yang di dalamnya, menurut mereka, Anda harus mengingkari semua hal. Nagarjuna berkata -ia sampai pada titik itu, sejauh saya paham, saya bisa keliru tentang yang saya dengar ini- bahwa ia mengingkari segalanya, segala gerak nurani.
55:12 P: Every movement of the brain cells as becoming. P: Segala gerak sel-sel otak dalam proses-menjadi.
55:17 K: Yes, yes. Now, it is there in the books, or it is there in tradition. Why haven't they pursued that? Even the most intelligent of them, even the most religious devotee - not to some structure but to the feeling of the divine, the sense of something sacred - why haven't they pursued, denying - not the world, you can't deny the world. They have denied the world, and made a mess of their own lives! - but, the total negation of the 'me'. K: Ya, ya. Nah, itu dikatakan dalam kitab atau termuat dalam tradisi. Mengapa mereka tidak mengejar hal itu? Bahkan yang paling cerdas dari antara mereka, yang paling berbakti -bukan pada struktur tertentu, melainkan perasaan-keilahian, rasa-yang-kudus- mengapa mereka tidak mengejarnya, pengingkaran -bukan atas dunia, Anda tak bisa mengingkari dunia. Mereka telah mengingkari dunia dan membuat hidup mereka sendiri berantakan!- melainkan meniadakan "si-aku" secara total.
56:16 P: Really, you know, renunciation - let me use that word - is the negation of the 'me'. P: Sungguh, menolak-yang-duniawi -izinkan saya gunakan kata ini- artinya meniadakan "si-aku".
56:29 K: Yes, but the 'me' exists still! I may renounce my house, I may get away from my memories but - you follow? K: Ya, tapi "si-aku" tetap ada! Saya bisa mengingkari rumah saya, Saya bisa lari dari ingatan -Anda paham?
56:42 P: Basically the renunciation is never in the outer. P: Pada dasarnya, penolakan-terhadap- yang-duniawi tidak pernah di-luar.
56:46 K: Inside. Which means what? Don't be attached. Even to your highest principle. Don't be attached to your loin cloth. So I think what is happening is that we are caught, really caught in a net of words, in theories, not in actuality. I suffer, I must find a way to end that, not escape into some kind of silly illusions. Why have human beings not faced the fact and changed the fact? You follow my question? Is it because we are living with illusions of ideas, ideals and conclusions and all that - unrealities? It is so obvious, all this. K: Di-dalam. Yang artinya apa? Jangan melekat. Bahkan pada keyakinan tertinggi Anda. Jangan melekat pada cawat Anda. Jadi menurut saya, yang terjadi adalah kita terperangkap sungguh terperangkap dalam jaring kata- kata, dalam teori, bukan aktualitas. Saya menderita, saya harus temukan jalan untuk mengakhirinya, bukan melarikan diri ke semacam ilusi konyol. Mengapa umat manusia tidak juga menghadapi fakta dan mengubah fakta? Anda paham pertanyaan saya? Apakah karena kita hidup dalam ilusi tentang gagasan, impian, kesimpulan, dan semua itu -angan-angan? Ini sangat jelas, semua ini.
58:04 P: We are living with the history of mankind. That is the history of mankind.

K: That is the history of mankind. And mankind is me. And me is this - endless misery. And so, if you want to end misery, end the 'me'. The ending of me is not an action of will. The ending of me doesn't come about through fasting - you know all that childish business that human beings have gone through, who have been called 'saints'.
P: Kita hidup dengan sejarah umat manusia. Itulah sejarah umat manusia.

K: Itulah sejarah umat manusia. Dan umat manusia adalah saya. Dan adalah ini -derita tanpa akhir. Bila Anda ingin mengakhiri penderitaan, akhirilah "si-aku". Pengakhiran "si-aku" bukanlah tindakan keinginan. Pengakhiran "si-aku" bukanlah hasil berpuasa -Anda tahu semua urusan kekanak-kanakan yang telah dilalui umat manusia, yang disebut "orang kudus".
58:55 P: It is really the ending of time, isn't it, sir? P: Sesungguhnya itu pengakhiran waktu bukan, Pak?
58:57 K: Yes, isn't it. The ending of time-thought. That means to listen without the sound, listen to the universe without a sound. We were talking the other day in New York, and there was a man, a doctor -I believe he was very well known. He said, all these questions are all right, sir, but the fundamental issue is whether the brain cells which have been conditioned can really bring about a mutation in themselves. Then the whole thing is simple. I said it is possible only through insight and we went in, as we have gone into it now. You see, nobody is willing to listen to this in its entirety. They listen partially, agree, in the sense go together up to a certain distance, and stop there. If man really says, 'I must have peace in the world, therefore I must live peacefully' then there is peace in the world. But he doesn't want to live in peace, he does everything opposite to that: his ambition, his arrogance, his silly petty fears and all that. So we have reduced the vastness of all this to some petty little reactions. Do you realise that, Pupul? And so we live such petty lives. I mean, this applies from the highest to the lowest. K: Ya. Bukankah begitu? Pengakhiran waktu-pikiran. Ini berarti mendengarkan tanpa bunyi, mendengarkan jagad raya tanpa bunyi apa pun. Kami bercakap-cakap baru-baru ini di New York, dan ada seorang pria, seorang dokter -saya yakin ia sangat terkemuka. Ia bilang, semua pertanyaan ini benar, Pak; namun persoalan paling mendasar, apakah sel-sel otak yang telah terkondisi bisa benar-benar melakukan mutasi pada dirinya sendiri? Maka, semuanya pun menjadi sederhana. Saya jawab, itu hanya dapat terjadi melalui wawasan dan kami mendalaminya, seperti kita mendalaminya sekarang. Anda tahu, tak seorang pun mau mendengarkan ini hingga tuntas. Mereka mendengarkan sebagian, menerima berjalan bersama hingga jarak tertentu, lalu berhenti di situ. Jika manusia sungguh berkata, "Saya harus damai di dunia, maka saya harus hidup dengan damai," maka tercipta kedamaian di dunia. Namun, ia tak mau hidup dalam damai, semua tindakannya berlawanan dengan itu: ambisi, keangkuhan, ketakutannya yang remeh, dan semua itu. Jadi, kita telah mereduksi keluasan semua ini menjadi reaksi-reaksi remeh. Sadarkah Anda akan hal itu, Pupul? Dan kita pun menghidupi hidup yang remeh: Maksud saya, ini berlaku dari yang teratas hingga terbawah.
1:02:04 P: What is sound to you, sir? P: Apa itu bunyi menurut Anda, Pak?
1:02:13 K: Sound is the tree. Sound - wait a minute - take music, whether the pure Indian chanting, Vedic chanting, and the Gregorian chanting, they are extraordinarily close together. And one listens to all the songs of praise - which are, you know what they are... Then you listen to the sound of the waves, the sound of strong wind among the trees, sound of a person whom you have lived with for many years. You get used to all this. But if you don't get used to all this, then sound has an extraordinary meaning. Then you hear everything afresh. Say, for instance, you tell me time and thought is the whole movement of man's life, therefore limited. Now, you have communicated to me a simple fact, and I listen to it. I listen to it without the sound of the word, I have captured the significance, the depth of that statement. And I can't lose it! It isn't I have heard it now and it is gone when I go outside. I have listened to it in its entirety. That means the sound has conveyed the fact that it is so. And what is so is absolute, always. I believe, in the Hebraic tradition, only Jehovah, the nameless one, can say 'I am', like 'Tatvamasi' and so on in Sanskrit. I think that's enough. K: Bunyi adalah pohon. Bunyi -tunggu sebentar- ambil contoh musik, entah nyanyian puji- pujian India yang murni, nyanyian pujian Weda, dan nyanyian pujian Gregorian, ketiganya saling berkait erat. Dan seseorang mendengarkan semua nyanyian pujian itu -yang adalah, Anda tahu apa itu...- Lalu Anda mendengarkan bunyi ombak, bunyi angin kencang di sela pepohonan, bunyi orang yang telah tinggal bersama Anda bertahun-tahun. Anda menjadi terbiasa dengan itu semua. Namun, jika Anda tidak menjadi terbiasa dengan itu semua, bunyi pun menjadi punya makna luar biasa. Maka, Anda mendengar semuanya segar. Katakanlah, Anda memberitahu saya, waktu dan pikiran adalah seluruh gerak dalam hidup manusia, maka terbatas. Nah, Anda telah menyampaikan pada saya sebuah fakta sederhana, dan saya mendengarkannya. Saya mendengarkannya tanpa bunyi kata-kata itu, saya telah menangkap betapa pentingnya, dalamnya pernyataan Anda. Dan saya tak mungkin melupakannnya! Itu bukanlah mendengar saat ini lalu melupakannya begitu saya keluar. Saya telah mendengarkannya dalam kepenuhannya. Artinya, bunyi telah menghantarkan fakta bahwa demikianlah adanya. Dan yang demikian adanya adalah yang mutlak, selalu. Saya yakin, dalam tradisi Ibrani, hanyalah Yahweh, yang-tak-bernama, yang bisa berkata "saya ada", sebagaimana "Tatvamasi" dan sebagainya dalam Sansekerta. Saya pikir, ini cukup.