Krishnamurti Subtitles home


MA83S1 - Apa yang menciptakan pembagian?
Pertemuan Seminar pertama
Madras (Chennai), India
4 Januari 1983



0:19 Pupul Jayakar: I suggest that Dr. Sudarshan starts. Pupul Jayakar: Saya sarankan agar Dr. Sudarshan memulai.
0:27 Dr. George Sudarshan: We were talking this morning, Pupulji and I. Dr. George Sudarshan: Kami ber- bicara pagi ini, Pupulji dan saya.
0:31 K: Louder, sir. One of those blessed things. K: Lebih keras, Tuan. Salah satu hal yang diberkati.
0:41 GS: This morning, Pupulji asked what would be a good topic to talk about. I said, a friend of mine always asks the question, If there is no division, if all is one, how could one become two? And if one has somehow broken into two, what is it that we should do? Is it possible to do anything to make that two into 'one'? I meant it more as a joke, but Pupulji thought it would be a desirable thing to ask Krishnaji, because if something has to be done, let's find out what he has to say. How do we fragment our perception? Why don't we perceive as a whole? That being the truth, how could we perceive any other way? Since we think we perceive not as a whole but in fragments, what shall we do about it? Is there something that we can do or are we forever destined to be in fragmentation? GS: Pagi ini Pupulji menanyakan topik apa yang bagus untuk dibicarakan. Saya berkata, seorang teman saya selalu menanyakan, Jika tidak ada pembagian, jika semua adalah satu, bagaimana mungkin satu menjadi dua? Dan jika satu entah bagaimana terbagi menjadi dua, apakah yang harus kita lakukan? Mungkinkah melakukan sesuatu untuk membuat dua itu menjadi 'satu'? Saya maksudkan itu lebih sebagai lelucon, namun Pupulji berpikir, adalah bagus jika itu ditanyakan pada Krishnaji, sebab jika ada sesuatu yang harus dilakukan, mari kita cari tahu apa yang dia katakan. Bagaimana kita memecah persepsi kita? Mengapa kita tidak mempersepsikan sebagai suatu keutuhan? Karena itu adalah benar demikian adanya, bagaimana kita bisa melihatnya dengan cara lain? Karena kami pikir kami mempersepsikan tidak sebagai suatu keutuhan, tetapi dalam fragmen, apa yang harus kita lakukan? Apakah ada sesuatu yang bisa kita lakukan atau apakah kita selamanya ditakdir- kan untuk berada dalam fragmentasi?
1:48 K: Would somebody answer that question, sir? You start. Is this your question, sir? That there is one or whole, and we human beings have broken that oneness? K: Akankah ada yang menjawab pertanyaan itu, Tuan? Anda mulai. Apakah ini pertanyaan Anda, Tuan? Bahwa ada yang satu atau keutuhan itu, dan kita manusia telah menghancurkan kesatuan itu?
2:10 GS: Let's put it this way. It appears that we are unhappy because we are not the whole. We're unhappy, have anticipation, anxieties, expectations, we have disappointments, because there is something that is not ourselves. The greatest happiness is when we get to know somebody, so that they become one with us, not necessarily become us, but we become part of them. And the greatest unhappiness is when two people who are very close no longer are so close. We say, we have separated, we are not together, we don't see eye to eye, we are not of one mind. When we are unhappy, we think what can remove the unhappiness is for us to become whole. GS: Mari kita mengatakannya begini. Tampaknya kami tidak bahagia karena kami bukan keutuhan itu. Kami tidak bahagia, memiliki antisipasi, kecemasan, harapan, kami memiliki kekecewaan, karena ada sesuatu yang bukan diri kami sendiri. Kebahagiaan terbesar adalah saat kami mengenal seseorang, sehingga mereka menjadi satu dengan kami, tidak harus menjadi kami, tetapi kami menjadi bagian dari mereka. Dan ketidakbahagiaan terbesar adalah, ketika dua orang yang sangat dekat tidak lagi begitu dekat. Kami berkata, kami telah berpisah, kami tidak bersama, kami tidak sepaham, kami tidak sepemikiran. Saat kami tidak bahagia, kami memikirkan apa yang bisa menyingkirkan ketidakbahagiaan, adalah agar kami menjadi utuh.
3:23 K: I'm a layman. Let the experts speak, first. K: Saya orang awam. Biarkan para ahli berbicara duluan.
3:45 Q: I'm not answering the question. Neither am I an expert, but the problem is, as I look at it, T: Saya tidak menjawab pertanyaan itu.Saya juga bukan ahli, tapi masalahnya, seperti saya melihatnya,
3:59 K: Louder, sir. K: Lebih keras, Tuan.
4:02 Q: If I compare myself as a human being with an animal, for example, I find there is not this division between the inner and the outer. It is a peculiarly human capacity to have this inner space. From my external behaviour, others may not be able to understand me. There is something which I think is myself inside - inner space. T: Jika saya membandingkan diri saya sebagai manusia dengan hewan, misalnya, saya menemukan tidak ada pembagian antara bagian dalam dan bagian luar. Ini adalah kemampuan khas manusia untuk memiliki ruang batin ini. Dari perilaku eksternal saya, orang lain mungkin tidak dapat memahami saya. Ada sesuatu yang menurut saya adalah diri saya, di dalam - ruang batin.
4:40 K: They can't hear, sir. Very much louder. K: Mereka tidak bisa mendengar, Tuan. Lebih keras.
4:44 GS: Think that you're lecturing to a big class. Freshmen. GS: Pikirkan bahwa Anda mengajar di kelas besar. Mahasiswa baru.
4:51 Q: I will repeat again. The division between the inner and the outer... The division between the inner and the outer is not there in the case of animals, most probably, because we understand animal behaviour from outside. In the case of man, outwardly, the person who looks at me, possibly cannot understand what I am inside. There is something which I call 'inner space', mind, which outwardly people cannot understand. This is essentially because of reason, rationality of man. It is rationality, generally called self-consciousness, traditionally. The rationality, this thought is the reason why I have created this inner and outer space there is no inner space in the case of material objects. Mechanically, we understand material objects. In the case of animals, though there is consciousness, there is no inner space, an animal is not capable of having this so-called self-consciousness, while in the case of man, because of this thought, which divides this total thing into inner and outer, present and future, it is this that creates the division. Q: Saya ulangi lagi. Pembagian antara dalam dan luar... Pembagian antara dalam dan luar, kemungkinan besar tidak ada dalam kasus hewan, karena kami memahami perilaku hewan dari luar. Dalam kasus manusia, secara lahiriah, orang yang menatap saya, mungkin tidak bisa mengerti apa yang ada di dalam diri saya. Ada sesuatu yang saya sebut 'ruang batin', batin, yang secara lahiriah tidak bisa dipahami orang. Ini pada dasarnya karena pemikiran, rasionalitas manusia. Ini adalah rasionalitas, umumnya disebut kesadaran diri, secara tradisional. Rasionalitas, pikiran ini adalah sebab mengapa saya men- ciptakan ruang dalam dan luar ini, tidak ada ruang batin dalam hal benda material. Secara mekanis, kita memahami objek material. Dalam kasus hewan, meskipun ada kesadaran, tidak ada ruang batin, seekor hewan tidak mampu memiliki apa yang disebut kesadaran diri ini, sementara dalam kasus manusia, karena pikiran ini, yang membagi hal total ini menjadi dalam dan luar, kini dan masa depan, adalah ini yang menciptakan pembagian itu.
6:21 GS: We have a biologist among us who will be able to tell us whether animals have this problem or not. GS: Di antara kita ada seorang ahli biologi, yang dapat memberitahu kita apakah hewan mempunyai masalah ini atau tidak.
6:29 Q: I don't think that we are in a position, right now, to say. I don't think we've measured whether an animal has an inner space or not. I don't even know if we are capable at the moment, of measuring such a thing. One can easily assume that an animal does or does not have an inner space. My point is, I don't know if the distinction is a valid one. T: Saya tidak berpikir bahwa kita dalam posisi untuk berpendapat, sekarang ini. Saya tidak berpikir kita telah mengukur apakah hewan memiliki ruang batin atau tidak. Saya bahkan tidak tahu apakah kita mampu saat ini, mengukur hal seperti itu. Orang dapat dengan mudah berasumsi bahwa hewan memiliki atau tidak memiliki ruang batin. Maksud saya, saya tidak tahu apakah pembedaan itu adalah tepat.
6:58 K: But are we answering Dr. Sudarshan? Are we answering his question? As far as I understand, his question is why is there fragmentation in us which causes so much misery, and are we ever whole? In that wholeness, there is certain quality of joy, happiness and so on, and the Dr. asks, why this fragmentation takes place. That's right, sir?

GS: Yes.
K: Tapi apakah kita menjawab Dr. Sudarshan? Apakah kita menjawab pertanyaannya? Sejauh yang saya pahami, pertanyaannya adalah, mengapa ada fragmentasi dalam diri kita yang menyebabkan begitu banyak kesengsaraan, dan apakah kita pernah utuh? Dalam keutuhan itu, ada suatu kualitas tertentu dari suka cita, kebahagiaan dan seterusnya, dan Dr. bertanya, mengapa fragmentasi ini terjadi. Benar, Tuan?

GS: Ya.
7:53 Dr. Sundaram: If we can think of the parallel of light. Light is scattered when it is passed through a prism. Some unity is there and it gets fragmented, due to some factors, because it passes through some medium. When you ask the question, there was a unity, why should it be fragmented at all, what is the method of re-uniting it, or gathering it up into that pristine unity again, we have already pre-supposed that there is and has been a unity. Perhaps, if there has been a diversity brought about later, which is foreign to that nature of the unity, then what is that foreign element that has entered into that original purity, somehow, we must be able to say, by discussion. Dr. Sundaram: Jika kita bisa mengacu pada cahaya yang paralel. Cahaya tersebar saat dilewatkan prisma. Suatu kesatuan ada di situ dan itu terfragmentasi, karena faktor-faktor tertentu, karena melewati media tertentu. Ketika Anda mengajukan pertanyaan, ada suatu kesatuan, mengapa itu harus difragmentasi, apa metode penyatuannya, atau mengumpulkannya menjadi kesatuan yang murni lagi, kita telah mengandaikan sebelumnya, bahwa ada dan telah ada suatu kesatuan. Mungkin, jika ada keragaman yang ditimbulkan kemudian, yang asing bagi sifat kesatuan itu, lalu apa elemen asing itu yang telah memasuki kemurnian asli itu, bagaimanapun, kita harus bisa menentukannya, dengan diskusi.
8:47 K: But, sir, why do we assume that there is wholeness? Why do we take it for granted that there is some state of mind or heart, in which there is a sense of wholeness, completeness, a non-fragmentary state? K: Tapi Tuan, kenapa kita menganggap keutuhan itu ada? Mengapa kita menerima itu begitu saja, bahwa ada suatu keadaan batin atau hati, di mana ada suatu rasa keutuhan, kelengkapan, suatu keadaan non-fragmentaris?
9:12 GS: I was giving some suggestions, that partly we feel happier when those two things which are two, have become one. When two people get together, two ideas get together - I am a scientist trying to put ideas together and making into one. When you unify two theories, when you unify two people, when you see some connections where no connections were seen by others, it appears to me that I feel happier. Others say they also feel happier. In our common language, when we talk, unhappiness is in friends parting, in mates parting, in things which were mine disappearing from me. And happiness is when one is no longer going to ask the question, 'Is it inner or outer, is it mine or somebody else's idea?' The best discussion is one where you don't know where the ideas came from. The best scenery is that where you don't see individual houses and bushes and birds and plants. The best dress is one where you can't say what colour somebody was wearing. It is the harmony of a perception which contains - it's colourful, but which is not separated out into individual things. So, empirically it appears that gathering together is very good. For example, everybody is happy that professor Ravindra has come. Until now, we were afraid that he wasn't with us. Now, he's with us and there is a happiness. You can see it on the faces of everybody here. GS: Saya berikan beberapa petunjuk, bahwa, sebagian, kami merasa lebih bahagia ketika dua hal itu yang adalah dua, menjadi satu. Saat dua orang berkumpul, dua gagasan bertemu - Saya adalah seorang ilmuwan yang mencoba menggabungkan ide-ide dan menjadikannya satu. Saat Anda menyatukan dua teori, saat Anda menyatukan dua orang, ketika Anda melihat beberapa koneksi di mana orang lain tidak melihatnya, bagi saya nampaknya saya merasa lebih bahagia. Orang lain mengatakan mereka juga merasa lebih bahagia. Dalam bahasa umum kita, saat kita berbicara, ketidakbahagiaan ada pada perpisahan teman, pada perpisahan pasangan, dalam hal-hal yang adalah milik saya menghilang dari saya. Dan kebahagiaan adalah saat seseorang tidak lagi mengajukan pertanyaan, 'Apakah itu batiniah atau lahiriah, itu ide saya atau ide orang lain?' Diskusi terbaik adalah di mana Anda tidak tahu dari mana ide itu berasal. Pemandangan terbaik adalah di mana Anda tidak melihat rumah dan semak-semak dan burung dan tanaman secara individual. Gaun terbaik adalah yang Anda tidak bisa katakan warna apa yang dikenakan seseorang. Ini adalah kandungan harmoni suatu persepsi - penuh warna, tetapi tidak dipisahkan menjadi hal-hal secara individual. Jadi, secara empiris sepertinya berkumpul bersama itu sangat bagus. Misalnya, semua orang senang bahwa profesor Ravindra telah datang. Sampai sekarang, kami takut dia tidak bersama kita. Sekarang, dia bersama kita dan ada kebahagiaan. Anda bisa melihatnya di wajah semua orang di sini.
10:53 SP: You can add one more.

K: One more. Lot of collection of professors. So, we better withdraw. Sir, are you asking what is the cause of this division, not stating that there is a wholeness?
SP: Anda bisa tambah satu lagi.

K: Satu lagi. Banyak koleksi profesor. Jadi, kami lebih baik mundur. Tuan, apakah Anda bertanya apakah penyebab pembagian ini, tidak menyatakan bahwa ada keutuhan?
11:19 GS: It's both a hypothesis and a question. Hypothesis is that, since we seem to be happier when those whom are separate come together, maybe this is a continuing process, that when there is nothing more to be united, that when there is only one perception, that is happiness. If that is so, and it seems to be empirically a very reasonable thing to say, how come that we are not in that state all the time? How come that we see things as different? Secondly, since we seem to live in a world in which much of the time things are not together, what can we do about it? Is it possible, by thought, by feeling, by functioning, by some means, to avoid this breakage? Can we see things together, can we mend our broken life together? GS: Ini adalah suatu hipotesis sekaligus suatu pertanyaan. Hipotesisnya adalah, karena kita tampaknya lebih bahagia ketika mereka yang terpisah berkumpul, mungkin ini adalah suatu proses yang berkelanjutan, bahwa ketika tidak ada lagi yang harus dipersatukan, bahwa ketika hanya ada satu persepsi, itulah kebahagiaan. Jika demikian, dan tampaknya secara empiris adalah hal yang sangat masuk akal untuk dikatakan, kenapa kita tidak sepanjang waktu dalam keadaan itu? Kenapa kita melihat hal-hal seperti berbeda? Kedua, karena kita sepertinya hidup dalam suatu dunia dalam mana hal-hal, sebagian besar waktu, tidak bersama, apa yang bisa kita lakukan? Apakah mungkin, dengan pikiran, dengan perasaan, dengan berfungsi, dengan cara tertentu, untuk menghindari pemisahan ini? Bisakah kita melihat semuanya bersama, bisakah kita memperbaiki kehidupan rusak kita bersama?
12:21 Radhika Herzberger: Is not the feeling of unity itself sometimes divisive? For instance, the unity that comes from united belief gives us a sense of security and a certain wholeness, but when you put one group against another, that feeling can itself lead to divisiveness. Also, unity that comes from ritual may fulfil a certain need in the individual, give a certain pattern and order to life, but can also be divisive, fragmented, when pitted against another group. Radhika Herzberger: Bukankah perasaan persatuan itu sendiri terkadang bersifat memecah belah? Misalnya, kesatuan yang lahir dari kesatuan keyakinan, memberi kita rasa aman dan keutuhan tertentu, tetapi ketika Anda menghadapkan satu kelompok terhadap kelompok lainnya, perasaan itu sendiri dapat menyebabkan perpecahan. Juga, kesatuan yang bersumber dari ritual dapat memenuhi kebutuhan tertentu dalam diri individu, memberi pola dan ketertiban hidup tertentu, tetapi juga bisa memecah belah, terfragmentasi, saat dihadapkan melawan kelompok lain.
13:16 K: Sir, if I may ask, what is the cause of this division? Why is there this contradiction, this separateness? If I may suggest, wouldn't it be better to start not with hypotheses, but with actually what's going on, which is, you are a professor, scientist, probably very well-known, and I'm not. I'm just an ordinary layman. Why is there this division, of you, with such mind, all the rest of it, and I, a villager, living in some squalid little hut? Why is there not only environmental but physical differences, different opportunities, different capacities? Right, sir? Why is there this division at all, among human beings? Could we start from there? Rather than from a hypothesis that we're all one, and at some periods of our life we become extraordinarily happy, when we are together. That's perhaps, a very rare occasion, a passing event, which passes by, like ships at night. Could we start with this? Why is there this division between you, me and another? Would you admit?

GS: Yes.
K: Tuan, kalau saya boleh tanya, apa penyebab dari pembagian ini? Mengapa ada kontradiksi ini, keterpisahan ini? Jika saya boleh sarankan, bukankah lebih baik untuk memulai tidak dengan hipotesis, tapi dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi, yang adalah, Anda seorang profesor, ilmuwan, mungkin sangat terkenal, dan saya tidak. Saya hanya seorang awam biasa. Mengapa ada pembagian ini, dari Anda, dengan pikiran seperti itu, semua yang lainnya, dan saya, seorang penduduk desa, tinggal di gubuk kecil yang kumuh? Mengapa tidak hanya ada perbedaan lingkungan tetapi juga fisik, peluang berbeda, kapasitas berbeda? Benar, Tuan? Mengapa mesti ada pembagian ini, di antara manusia? Bisakah kita mulai dari situ? Daripada mulai dari hipotesis bahwa kita semua adalah satu, dan pada periode-periode tertentu kehidupan kita, kita menjadi sangat bahagia, saat kita bersama. Itu mungkin, kejadian yang sangat langka, peristiwa yang lewat, yang lewat, seperti kapal-kapal di malam hari. Bisakah kita mulai dengan ini? Mengapa ada pembagian antara Anda, saya, dan orang lain? Maukah Anda mengakuinya?

GS: Ya.
15:26 K: What causes this division? What is division? Is time a factor of division? Time itself means to divide. Etymologically. Time means to divide, disperse. Yes! Is time a factor of this division? You have studied for many years. And I have not. You have evolved in a certain direction, and I've not. So, are we divided in knowledge, are we divided in our experiences, in our reputation? You follow? This whole process of division taking place in the human mind, human heart, what is the cause of it? I'm submitting that it may be time is a factor. Time is, inherently, a divisive process. K: Apa yang menyebabkan pembagian, divisi, ini? Divisi itu apa itu? Apakah waktu merupakan faktor pembagian, divisi? Waktu itu sendiri artinya membagi. Secara etimologis. Waktu berarti membagi, memencarkan. Ya! Apakah waktu menjadi faktor dari pembagian ini? Anda telah belajar selama bertahun-tahun. Dan saya tidak. Anda telah berkembang ke arah tertentu, dan saya tidak. Jadi, apakah kita terbagi dalam pengetahuan, apakah kita terbagi dalam pengalaman kita, dalam reputasi kita? Anda ikuti? Seluruh proses pembagian ini, yang terjadi dalam batin manusia, hati manusia, apa penyebabnya? Saya ketengahkan bahwa mungkin waktu adalah faktor. Waktu, pada dasarnya, adalah proses yang memecah belah.
17:08 PJ: Isn't time, also, a connecting process? PJ: Bukankah waktu juga merupakan proses menghubungkan?
17:13 K: No. Somebody answer. Can never be. K: Tidak. Seseorang menjawab. Tidak pernah bisa.
17:19 PJ: I'm asking in one particular sense, that time may be a dividing process but if you did not have time to connect one to the other, the sense of the fragment would not arise. It's time which connects one to the other. Therefore, the very connection makes you realise that there is fragmentation. PJ: Saya bertanya dalam satu arti tertentu, bahwa waktu mungkin merupakan proses pemisah, tetapi jika Anda tidak punya unsur waktu untuk menghubungkan satu dengan yang lain, rasa fragmen tidak akan muncul. Adalah waktu yang menghubungkan satu dengan yang lain. Karenanya, adalah hubungan tersebut yang membuat Anda sadar bahwa ada fragmentasi.
17:55 K: Aayiye! Oh, I forgot. Come and sit here, please. You all know her. The big lady from across the river. Can time bring about unity, you're asking. K: Aayiye! Oh saya lupa. Silahkan duduk di sini. Anda semua kenal dia. Wanita besar dari seberang sungai. Dapatkah waktu membawa persatuan, Anda bertanya.
18:19 PJ: Time makes us realise that we are fragmented. Time makes us realise that we are fragmentary. PJ: Waktu membuat kami sadar bahwa kami terfragmentasi. Waktu membuat kita sadar bahwa kita terpisah-pisah.
18:28 K: No, no, no. I'm asking, if I may, is time one of the factors of this division? Time, which is inherently a divisive process. Right? I don't know if you agree to that. K: Tidak, tidak, tidak. Saya bertanya, jika saya boleh, apakah waktu salah satu faktor dari pembagian ini? Waktu, yang pada dasarnya merupakan proses yang memecah belah. Benar? Saya tidak tahu apakah Anda setuju dengan itu.
18:45 PJ: But, sir, why do we talk of division at all? PJ: Tapi Tuan, kenapa kita mesti membicarakan tentang pembagian?
18:52 K: Because we are.

PJ: No, but we talk of division because we have some concept of a whole.
K: Karena kita demikian adanya.

PJ: Tidak, tetapi kita berbicara tentang pembagan... karena kita memiliki suatu konsep dari suatu keutuhan.
19:00 K: No.

SP: Let me say, I feel different.
K: Tidak.

SP: Boleh saya katakan, saya merasa berbeda.
19:04 K: Avanti. It's getting very hot. Go on. K: Avanti (Lanjutkan). Ini semakin panas. Teruskan.
19:08 SP: Sir, to put it very simply. I'm not talking of time. I'm saying, I feel different because I experience. I experience unhappiness, I experience happiness. As an experiencer, I feel I'm a different entity. Therefore, the very process of experiencing divides. It creates the 'me' as against the other. Even though you may experience the same thing, I am also experiencing. SP: Tuan, sederhananya, saya tidak berbicara tentang waktu. Saya berkata, saya merasa berbeda karena saya mengalaminya. Saya mengalami ketidakbahagiaan, saya mengalami kebahagiaan. Sebagai orang yang mengalami, saya merasa saya adalah diri yang berbeda. Oleh karena itu, proses mengalami itu bersifat membelah. Itu menciptakan si 'aku' sebagai lawan terhadap yang lain. Meskipun Anda mungkin mengalami hal yang sama, saya juga mengalami.
19:35 PJ: But the factor which connects you to your unhappiness is a factor of time. It is the connecting link. PJ: Tapi faktor yang menghubungkan Anda dengan ketidakbahagiaan Anda adalah faktor waktu. Itu adalah tautan penghubungnya.
19:57 K: What creates division? K: Apa yang menciptakan pembagian?
20:00 PJ: What creates division is time. PJ: Yang menciptakan pembagian adalah waktu.
20:07 K: Wait, wait, wait. Slowly, slowly, slowly, my lady. Would you say time, the etymological meaning, as well as an actuality, time is one of the causes of division? K: Tunggu, tunggu, tunggu. Perlahan-lahan Nyonya. Apakah Anda maksudkan waktu, dalam makna etimologis nya, serta juga sebagai suatu aktualitas, waktu adalah salah satu penyebab pembagian?
20:25 PJ: Yes.

K: Would you agree to that?
PJ: Ya.

K: Apakah Anda setuju dengan itu?
20:29 GS: I'd like to disagree a little.

K: Delighted, sir! I'm using the word 'time' in its root meaning.
GS:Saya ingin sedikit tidak setuju.

K: Senang sekali,Tuan! Saya menggunakan kata 'waktu' dalam arti dasarnya.
20:47 GS: I realise that. I would like to say that, I would like a little sharper definition of the time. There are two different notions of time. Professor Sundaram made this example of light being dispersed. But if the only thing that happens is the light being dispersed, we can put them together by simply inverting another prism and putting it back, and they will go back. So, the separation is really only an apparent separation. However, there are situations in which once they are separated, they cannot be put together, like Humpty Dumpty. And situations in which they could be put back together. Similarly, the functioning in time involves two different kinds of time. One is the disordered time, time of entropy, time of events, times which creates separation. There is another kind of time which doesn't create unity, but which is the functioning of unity. Because unity is not a state of stasis, it is not a situation of featurelessness, but a functioning of fullness, a dynamic coherence. If you have to have that particular dynamic coherence, there is a measure in which things are taking place, which is not an external time. If a person is absorbed in a dance performance, he must see movement, but he is not aware it's already been 45 minutes and she's still dancing. If you start thinking, obviously the time has created a divisiveness. We must distinguish between the time which is of the part of the movement which is the experience of the richness of the unity, and the time which Krishnaji talks about, I believe, which creates divisiveness of sections of parts. If the parts are like lotus petals, all pieces of the same thing, then they are not really separate but fulfilling the unity of the whole. GS: Saya menyadari itu. Saya ingin mengatakan bahwa, saya ingin definisi waktu yang lebih tajam. Ada dua pengertian yang berbeda tentang waktu. Profesor Sundaram membuat contoh tentang penyebaran cahaya ini. Tetapi jika satu-satunya hal yang terjadi adalah tersebarnya cahaya, kita dapat menyatukannya dengan hanya membalik prisma lain dan meletakkannya kembali, dan mereka akan kembali. Jadi, pemisahan itu sebenarnya hanya pemisahan yang semu. Namun, ada situasi di mana setelah mereka dipisahkan, mereka tidak bisa disatukan, seperti Humpty Dumpty. Dan situasi di mana mereka bisa disatukan kembali. Begitu pula dengan fungsi dalam waktu melibatkan dua jenis waktu yang berbeda. Satu, adalah waktu yang tidak ter- atur, waktu entropi, waktu kejadian, waktu yang menciptakan separasi. Ada jenis waktu lain, yang tidak menciptakan persatuan, tetapi berfungsinya kesatuan. Karena persatuan bukanlah keadaan stasis, tiada aktivitas, ini bukanlah suatu situasi tanpa sifat, tetapi berfungsinya dari kepurnaan, bersifat suatu perpaduan dinamis. Jika Anda harus memiliki koherensi, perpaduan, dinamis tertentu, ada suatu ukuran dalam mana hal-hal berlangsung, yang bukan merupakan waktu eksternal. Jika seseorang asyik dalam suatu kinerja tari, dia harus melihat gerakan, tapi dia tidak sadar bahwa itu sudah berlangsung selama 45 menit... dan dia masih menari. Jika Anda mulai berpikir, jelas waktu telah menciptakan perpecahan. Kita harus membedakan antara waktu yang merupakan bagian dari gerakan... yang merupakan pengalaman dari kekayaan dari kesatuan, dan waktu yang dibicarakan oleh Krishnaji, saya yakin, yang menciptakan perpecahan dari bagian-bagian. Jika bagian-bagiannya sama seperti kelopak-kelopak bunga teratai, semua bagian dari hal yang sama, maka mereka tidak benar-benar terpisah, tetapi memenuhi kesatuan dari keseluruhannya.
23:04 K: I am separated from my wife. The reparation is never complete. So, that which is repaired is always breakable. My wife and I have separated. Why is there this separation? That's what I'm asking, not all your marvellous theories. I'm not being sarcastic.

GS: No, I realise that.
K: Saya terpisahkan dari istri saya. Perbaikannya tidak pernah lengkap. Jadi, yang diperbaiki selalu rapuh. Istri saya dan saya telah berpisah. Mengapa ada pemisahan ini? Itulah yang saya tanyakan, bukan semua teori Anda yang luar biasa. Saya tidak sedang menyindir.

GS: Tidak, saya menyadari hal itu
23:43 K: Why have I separated from my wife and she has broken with me? That is the human problem. And you're talking about the two meeting together, making a whole. Do we ever meet together, perhaps sexually, I don't mean that. Do we ever meet together, or is there always division? We may tolerate each other. You follow? We may tolerate each other. I consider that toleration is a form of indifference. K: Mengapa saya berpisah dari istri saya dan dia telah putus dengan saya? Itu adalah masalah manusia. Dan Anda bicara tentang yang dua sa- ling bertemu, membuat suatu keutuhan. Apakah kita pernah saling bertemu, barangkali secara seksual, saya tidak bermaksud demikian Apakah kita pernah saling bertemu, ataukah selalu ada pembagian? Kita mungkin saling mentolerir. Anda ikuti? Kita bisa jadi saling mentolerir. Saya anggap bahwa toleransi adalah suatu bentuk ketidakpedulian.
24:35 GS: I agree. GS: Saya setuju.
24:36 K: So, I'm asking, I have separated from my wife and this separation brings all kinds of anxieties and loneliness. And you want me to repair that separation, 'repair' in the ordinary sense of that word. To bring two broken pieces together with some glue or something and perhaps that glue is much stronger than the original thing. But I'm just asking. The division has taken place. And there has always been a division. Me, my wife. Me, and the heavens, you know, all the business. So, why? Not we have ever united. We were never united. You are a scientist. If I am your wife, I'm a cook. I hope not. Please, forgive me. And what? I bear your children, I cook, I look after them. You go off to your laboratory, have a thundering good time there. You come home... and chamailler. That is, squabble. That's our relationship, that's what is taking place in the world. That's actuality. I'm asking what is the root of this, constant separation, and constant attempt to come together. K: Jadi saya bertanya, saya sudah berpisah dari istri saya, dan perpisahan ini mendatangkan semua jenis kecemasan dan kesepian. Dan Anda ingin saya memperbaiki pemisahan itu, 'memperbaiki' dalam arti biasa dari kata itu. Untuk menyatukan dua patahan dengan lem atau sesuatu, dan mungkin lem itu jauh lebih kuat dari yang asli. Tapi saya hanya bertanya. Pembagian telah terjadi. Dan pembagian itu selalu ada. Saya, istri saya. Saya, dan surga, Anda tahu, semua urusan itu. Jadi, karena apa? Bukan kita pernah bersatu. Kita tidak pernah bersatu. Anda seorang ilmuwan. Jika saya istri Anda, saya seorang juru masak. Saya harap tidak. Tolong maafkan saya. Dan apa? Saya melahirkan anak-anak Anda, saya memasak, saya menjaga mereka. Anda pergi ke laboratorium, bersenang-senang di sana. Anda pulang... dan cekcok. Artinya, pertengkaran. Itulah hubungan kita, itulah yang terjadi di dunia. Itulah kenyataannya. Saya bertanya apakah akar dari ini, pemisahan konstan, dan upaya terus-menerus untuk bersatu.
26:48 Asit Chandmal: Sir, could I ask a question? You've distinguished between two different types of time. You said there is a time, which Krishnaji talks about, which is separation, conflict, and the other time which is unity, but it's not static, it's dynamic, there is movement. Would I be right in saying that, in Krishnaji's terms, movement is time only when it's movement from, to? If there is only movement, there is no time. Asit Chandmal: Tuan, bolehkah saya bertanya? Anda telah membedakan antara dua jenis waktu. Anda bilang ada suatu waktu, yang dibicarakan oleh Krishnaji, yang adalah perpisahan, konflik, dan ada waktu lainnya, yaitu persatuan, tapi tidak bersifat statis, namun dinamis, ada gerak. Apakah saya benar jika mengatakan, bahwa, dalam istilah Krishnaji, gerak adalah waktu hanya saat gerak itu adalah dari, ke? Jika hanya ada gerak, waktu tidak ada.
27:19 GS: I would agree with that. If we define time in that particular context, in which there is from, to, perception of the difference, rather than perception of the motion, that time is a sectioning, it's a separation. Krishnaji, I would like to agree with everything that you say, but I very rarely find a chance to do it. It's always a pleasure to disagree with you. One point I would like to make, respectfully, is that I don't think your caricature of always being in fragmentation or it being a very rare thing, is really my experience. The feeling of unity, the feeling of overwhelming fulfilment and motion without separation is not so rare. If it was so rare, one would not pray for it, wish for it, one would not hanker for it. My wife would be very unhappy with the caricature that you make. She did bear my children, I hope. Even though I am now physically away from her, she is 10,000 miles away. I really don't miss her, because I constantly think of her, and of the fact that we are one, even though we are so far apart. When we were physically close, maybe we are not so close, because we may disagree about certain things. But there are many times when the difference between her and me, is less than the difference between me and me. To the extent that I am able to see another as an aspect of myself, or myself as an aspect of another person, it seems to me that the differences are simply what shall I say? Simply a source of joy. GS: Saya setuju dengan itu. Jika kita mendefinisikan waktu dalam konteks khusus itu, di mana ada dari, ke persepsi dari perbedaan, bukan persepsi gerak, bahwa waktu itu adalah pembagian, itu adalah pemiisahan. Krishnaji, saya ingin menyetujui semua apa yang Anda katakan, tetapi saya sangat jarang menemukan kesempatan untuk melakukannya. Adalah selalu menyenangkan untuk tidak setuju dengan Anda. Satu hal yang ingin saya sampaikan, dengan hormat, adalah, saya tidak berpikir bahwa karikatur Anda, yakni selalu terfragmentasi atau itu adalah hal yang sangat langka, adalah benar-benar pengalaman saya. Perasaan bersatu, perasaan... pemenuhan yang luar biasa dan gerak tanpa pemisahan, adalah kejadian yang tidak jarang. Jika itu amat langka, orang tak akan berdoa untuk itu, mengharapkannya, orang tidak akan mendambakannya. Istri saya akan sangat tidak senang dengan karikatur yang Anda buat. Dia memang melahirkan anak-anak saya, saya harap. Meskipun sekarang secara fisik saya jauh darinya, dia 10.000 mil jauhnya. Saya benar-benar tidak merindukannya, karena saya terus memikirkannya, dan fakta bahwa kita adalah satu, meski kita demikian berjauhan. Saat kita dekat secara fisik, mungkin kita tidak terlalu dekat, karena kita mungkin tidak sepakat tentang hal-hal tertentu. Tapi ada kalanya perbedaan antara dia dan saya, adalah kurang dari perbedaan antara saya dan saya. Sejauh saya dapat melihat orang lain sebagai suatu aspek diri saya, atau diri saya sendiri sebagai suatu aspek dari orang lain, menurut saya perbedaannya hanyalah apa yang harus saya katakan? Se- derhananya, suatu sumber kegembiraan.
29:23 K: Hold on, sir. First of all, I'm not making caricature of life. I'm stating the fact that we two are separate, basically. All this is imagining. Actually, we are separate. K: Tunggu, Tuan. Pertama-tama, saya tidak membuat karikatur dari kehidupan. Saya menyatakan fakta bahwa kita berdua terpisah, pada dasarnya. Semua ini hanya imajinasi. Sebenarnya, kita terpisah.
29:43 GS: Are we separate? I always talk differently from you but... GS:Apakah kita terpisah? Saya selalu berbicara berbeda dari Anda tetapi...
29:46 K: Wait, sir! At first I'll start, if I may, from facts. That is, I am married. My wife has her own movements, her own desires, her own ambitions, and I have my own. Right? Right? There is the division. Actually. She goes off to the office, and I go off to my office. K: Tunggu,Tuan! Pada awalnya saya akan mulai, jika boleh, dari fakta. Artinya, saya sudah menikah. Istri saya memiliki gerakannya sendiri, keinginannya sendiri, ambisinya sendiri, dan saya mempunyai sendiri juga. Benar? Benar? Di situlah pembagiannya. Secara aktual. Dia pergi ke kantor, dan saya pergi ke kantor saya.
30:20 Q: Sir, the sound has gone. T: Tuan, suaranya sudah hilang.
30:23 K: She thinks differently from me. She might like me. She might love me. But she's thinking differently, different attitude, opinions, judgments. So am I. I'm tremendously ambitious. I want to be the Prime Minister or whatever it is. And she wants to be a success in her life, right? There is a division, right away. That's all I'm talking about. K: Dia berpikir secara berbeda dari saya. Dia mungkin menyukai saya. Dia mungkin mencintai saya. Tapi dia berpikir secara berbeda, sikap, pendapat, penilaian yang berbeda. Begitu pula saya. Saya sangat ambisius. Saya ingin menjadi Perdana Menteri atau apapun itu. Dan dia ingin sukses dalam hidupnya, benar? Ada pembagian, langsung dari awal. Itulah yang saya bicarakan.
31:01 GS: But this is not very different from one person's desire for oneself. One time you want to be correct, and be content with everything, another time you get ambitious, you want to be the Prime Minister. Then you say, no, Prime Minister is not good enough for me, one must become the absolute, greatest mind in the world. Or the greatest cook in the world.

K: Carpenter, preferably.
GS: Tapi ini tidak jauh berbeda... dari keinginan seseorang untuk dirinya sendiri. Suatu saat Anda ingin menjadi benar, dan puas dengan segalanya, Kali lain Anda menjadi ambisius, Anda ingin menjadi Perdana Menteri. Lalu Anda berkata, tidak, Perdana Menteri tidak cukup baik untuk saya, seseorang harus menjadi batin yang absolut dan terhebat di dunia. Atau juru masak terhebat di dunia.

K: Tukan kayu, lebih disukai.
31:28 GS: There was a very famous carpenter who was very successful. GS: Ada seorang tukang kayu yang sangat terkenal, yang sangat sukses.
31:33 K: Oh, no, no. He was not very successful. The Church made him successful. K: Oh, tidak, tidak. Dia tidak terlalu sukses. Gereja membuatnya sukses.
31:49 GS: But what I mean is that it's not only a matter of two people. It is a matter of one person being many. That is really the problem. GS: Tapi yang saya maksud adalah ini bukanlah hanya masalah dua orang. Ini masalah satu orang menjadi banyak. Itulah masalahnya.
31:58 K: Same thing, sir. Whether you say many or one or ten thousand, that is the problem. K: Hal yang sama, Tuan. Apakah Anda mengatakan banyak atau satu atau sepuluh ribu, itulah masalahnya.
32:09 Q: Can I clarify questions, here, please? I am confused. Are we asking why we are separate, or are we asking whether we are separate. T: Dapatkah saya mengklarifikasi persoalannya di sini? Saya bingung. Apakah kita bertanya mengapa kita terpisah, atau apakah kita bertanya apakah kita terpisah.
32:22 K: We're asking both. We are separate. Why are we separate what causes the separation? That's what Dr. Sudarshan said, that's the first question, why is there division, when there is a perception of a wholeness in which one feels completely happy? Is that it? So, we're asking what is the root of this separation, and can that separation ever end? What is the causation of it? If there's a cause, there's an end to it. That's his question. Sir, this has been a problem for most human beings, hasn't it? K: Kita memoertanyakan keduanya. Kita terpisah. Mengapa kita terpisah, apa yang menyebabkan perpisahan? Itulah yang dikatakan Dr. Sudarshan, itu pertanyaan pertama, kenapa ada pembagian, ketika ada persepsi dari suatu keutuhan dalam mana seseorang merasa bahagia secara lengkap? Itukah? Jadi, kita bertanya, apa akar dari pemisahan ini, dan dapatkah pemisahan itu berakhir? Apa penyebabnya? Jika ada penyebabnya, pasti ada pengakhirannya. Itulah pertanyaannya. Tuan, ini telah menjadi masalah bagi kebanyakan manusia, bukan?
33:30 GS: Yes. GS: Ya.
33:35 K: Why there is such squabble between nations, between people. Right? Why is there this terrible, destructive division going on in the world and in me and in my relationship with my wife? That lady, Mrs. Radhaji, she's a Theosophist, I'm not. You're a Catholic, I'm not, I'm a Buddhist, or a Hindu, or some idiotic group. You're a scientist, so there it is! Right away, this terrible division. Then, can this division end? That's my question. K: Mengapa ada pertengkaran seperti itu, antar bangsa, antar manusia. Benar? Mengapa ada pembagian yang mengerikan dan merusak ini, terjadi di dunia dan di dalam diri saya, dan dalam hubungan saya dengan istri saya? Ibu itu, Ny. Radhaji, dia seorang Teosofis, saya bukan. Anda seorang Katolik, saya bukan, Saya seorang Budhis, atau Hindu, atau kelompok idiot tertentu. Anda seorang ilmuwan, itulah! Langsung, pembagian mengerikan ini. Lalu, bisakah pembagian ini berakhir? Itulah pertanyaan saya.
34:42 GS: I thought you were going to give the answer. GS: Saya pikir Anda akan memberikan jawabannya.
34:44 K: Oh, yes, presently. K: Oh, ya, segera.
34:48 AC: Sir, there is division if you're a Hindu or a Catholic, but there is no division if you're a scientist and a carpenter. AC: Tuan, ada pembagian kalau Anda adalah Hindu atau Katolik, namun tiada pembagian jika Anda seo- rang ilmuwan dan seorang tukang kayu.
34:56 K: Which means in doing excellent work, there is no division. Excellency in anything expels division, doesn't think of division. Right? When he is working in his laboratory at his highest capacity, and you are working with your computers at the highest capacity, you are working, you don't think Dr. Sudarshan is different from you. You are labouring. In labour, there is no division. But, he's a scientist. I'm a carpenter. Right? The world respects him, they treat me with dirt, throw me out when it suits them. There is the division. Not in labour, but in status. When I'm functioning in excellence and he's functioning in excellence, there is no division. But status divides us, which is the invention of thought, as power, position, money, reputation, free passage, and everything he has, and I, poor devil, I'm working in a dirty little shop. K:Artinya, dalam melakukan pekerjaan yang sangat baik tidak ada pembagian. Unggul dalam segala hal menghalau pembagian, tidak memikirkan nya. Benar? Saat dia bekerja di laboratoriumnya dengan kapasitas tertingginya, dan Anda bekerja dengan komputer Anda pada kapasitas tertinggi, Anda sedang bekerja, Anda tak berpi- kir Dr. Sudarshan berbeda dari Anda. Anda sedang bekerja. Dalam bekerja, tidak ada pembagian. Tapi, dia seorang ilmuwan. Saya seorang tukang kayu. Benar? Dunia menghormati dia, mereka memperlakukan saya dengan kotoran, melempar saya ke luar jika itu cocok bagi mereka. Di situ pembagiannya. Bukan dalam pekerjaan, tapi dalam status. Saat saya berfungsi dalam keunggulan dan dia berfungsi dalam keunggulan, tidak ada pembagian. Tapi status memisahkan kita, yang merupakan penemuan pikiran, sebagai kekuasaan, posisi, uang, reputasi, jalan bebas lintas, dan semua yang dia miliki, dan saya, orang malang, saya bekerja di toko kecil yang kotor.
36:29 AC: If he's functioning in excellence, he is not divided, though others may be divided from him. AC: Jika dia berfungsi dengan sangat baik, dia tidak terbelah, meskipun orang lain mungkin terpisah darinya.
36:38 K: That's just it! Others divide themselves from me - from him. K: Itu dia! Orang lain memisahkan diri dari saya - dari dia.
36:43 AC: So, the question is, functioning in excellence. What is excellence, what is functioning in excellence? AC: Jadi, persoalannya adalah, berfungsi dalam keunggulan. Apakah keunggulan itu, apa yang berfungsi dalam keunggulan?
36:55 K: He'll tell you. That's very simple. K: Dia akan memberitahu Anda. Itu sangat sederhana.
37:01 AC: But then is that the question? AC: Tapi apakah itu pertanyaannya?
37:03 K: That's a very interesting question. Let's finish that. Right, sir? K: Itu pertanyaan yang sangat menarik. Mari kita selesaikan itu. Benar, Tuan?
37:09 GS: I agree with it. GS: Saya setuju dengan itu.
37:11 K: When you say, 'function in excellence', what does that mean? K:Ketika Anda mengatakan, 'berfungsi dalam keunggulan', apa artinya itu?
37:20 GS: That's a very difficult question. But you know it by the fruit. If you don't think about whether you're functioning in excellence, when you have no comparison, then you're functioning in excellence. But I could rephrase my question to say, how come that I'm not always functioning in excellence? How come we are not all functioning in excellence? If the highest is the best, why are we choosing the next one down? GS: Itu pertanyaan yang sangat sulit. Tapi Anda tahu itu dari buahnya. Jika Anda tidak memikirkan apakah Anda berfungsi dalam keunggulan, ketika Anda tidak memiliki perbandingan, maka Anda berfungsi dalam keunggulan. Tapi saya bisa mengubah pertanyaan saya dengan mengatakan, kenapa saya tidak selalu berfungsi dalam keunggulan? Kenapa kita semuanya tidak berfungsi dalam keunggulan? Jika yang tertinggi adalah yang terbaik, mengapa kita memilih yang lebih rendah?
37:56 K: I'm putting an oar into this, I may be altogether wrong if you're functioning excellently in the field of knowledge, which you are, is that excellence? Hai capito, signore? K: Saya menyela ke dalam ini, saya mungkin sama sekali salah, jika Anda berfungsi dengan unggul dalam bidang pengetahuan, yang adalah Anda, apakah itu keunggulan? Apakah Anda paham, Tuan?
38:24 GS: A little bit. GS: Sedikit.
38:26 K: If I'm functioning in the field of knowledge, which I always am, is that excellence? That is always limited. Let me finish - K: Jika saya berfungsi dalam bidang ilmu, yang selalu saya lakukan, apakah itu keunggulan? Itu selalu terbatas. Biarkan saya selesaikan -
38:50 GS: I think I'm beginning to get the drift of the question. It's always tricky. I have to listen to you, so carefully. If you are in excellence, in the field of knowledge, are you in excellence? GS: Saya pikir saya mulai memahami pertanyaannya. Itu selalu rumit. Saya harus mendeng- arkan Anda, dengan sangat hati-hati. Jika Anda unggul, dalam bidang pengetahuan, apakah Anda dalam keunggulan?
39:02 K: You are not excellent.

GS: No. I agree.
K: Anda tidak luar biasa.

GS: Tidak. Saya setuju.
39:06 K: You agree?

GS: I agree. I agree.
Anda setuju?

GS: Saya setuju. Saya setuju.
39:11 K: Come? You couldn't, sir. K: Ayo? Anda tidak bisa, Tuan.
39:17 GS: If you say so.

K: Not if I say so.
GS: Jika Anda berkata begitu.

K: Tidak jika saya berkata begitu.
39:27 K: No, no, no, no. As long as you are functioning - not you - as long as I am functioning within the field of knowledge, however extensive, however wide, however deep - knowledge, in that function, based on knowledge, there is no excellence. Because excel - the very word - is to reach the very highest. K: Tidak, tidak, tidak, tidak. Selama Anda berfungsi - bukan Anda - selama saya berfungsi dalam bidang pengetahuan, betapapun luasnya, betapapun mendalamnya, dalam fungsi itu, beralaskan pengetahuan, tidak ada keunggulan. Karena unggul - kata itu sendiri - adalah mencapai yang tertinggi.
40:01 K: I haven't finished, sir. May I finish what I am saying? Forgive me, if you don't mind? I want to make this point very clear, to myself, too. I've made a statement, I must examine it. Knowledge is always limited. There is no complete knowledge about anything. Right? Of course. No, no. Don't quibble. K:Saya belum selesai, Tuan. Boleh sa- ya selesaikan apa yang saya katakan? Maafkan saya, jika Anda tidak keberatan? Saya ingin membuat ini dengan sangat jelas, untuk saya sendiri juga. Saya sudah membuat pernyataan, saya harus memeriksanya. Pengetahuan selalu terbatas. Tidak ada pengetahuan lengkap tentang apa pun. Baik? Tentu saja. Tidak tidak. Jangan berdalih.
40:34 GS: Not quibble, but only just to make clear. I'd like to ask Professor Ravindra to come to my aid. When I talk about functioning in excellence in the field of knowledge, the emphasis is on the word 'functioning' in excellence not 'knowledge', because I have the impression that you'd like us to examine knowledge as knowledge of something, rather than in being. GS: Tidak berdalih, tapi hanya untuk memperjelas. Saya ingin meminta Profesor Ravindra untuk membantu saya. Ketika saya berbicara tentang berfungsi dalam keunggulan... dalam bidang ilmu, penekanannya adalah pada kata 'berfungsi' dalam keunggulan, bukan 'pengetahuan', karena saya mendapat kesan bahwa Anda ingin kami memeriksa pengetahuan... sebagai pengetahuan tentang sesuatu, daripada keberadaan.
41:04 K: No, wait a minute. K: Tidak, tunggu sebentar.
41:06 GS: I make my living by thinking and creating ideas and putting them together. I'm fortunate to be paid for something that I like. GS: Saya mencari nafkah dengan berpikir... dan menciptakan ide dan menggabungkannya. Saya beruntung dibayar untuk sesuatu yang saya sukai.
41:17 K: That's a different matter. K: Itu masalah yang berbeda.
41:19 GS: But in that particular mode of functioning, if I'm sitting with my pad of paper, scribbling something, or listening to somebody, or struggling... like Jacob fighting with the angel, then saying, 'Until you bless me, I won't let you go', you struggle with the thing and then something happens. That's what I mean by functioning in excellence, in knowledge. I'm not sure whether I have communicated, but I don't want to be misunderstanding your words. When I say functioning in knowledge, it's not acquiring knowledge... GS: Tapi dalam pola fungsi tertentu itu, jika saya duduk dengan buku catatan saya, menulis sesuatu, atau mendengarkan seseorang, atau berjuang... seperti Yakub berkelahi dengan malaikat, lalu berkata, 'Sampai Anda memberkati saya, saya tidak akan membiarkan Anda pergi', Anda bergumul dengan hal itu dan kemudian sesuatu terjadi. Itulah yang saya maksud dengan berfungsi... dalam keunggulan, dalam pengetahuan. Saya tidak yakin apakah saya telah menyampaikan, tapi saya tidak ingin salah paham dengan kata-kata Anda. Ketika saya mengatakan berfungsi dalam pengetahuan, itu bukan mendapatkan pengetahuan...
41:56 K: You're a scientist. Scientific knowledge has been accumulated for 200 years. K: Anda seorang ilmuwan. Pengetahuan ilmiah telah terkumpul selama 200 tahun.
42:08 GS: That's only one aspect of it.

K: Wait. Good enough. I can invent others. There are several aspects of science, but science means to know, knowledge. Right? Accept the word. Just let me flow a bit. You're a scientist. You have studied science, experimented, you have hypothetical theories, then you've attempted, learn to see the falseness and the truth of it. You're always moving in that direction, accumulating, discarding, but the process of accumulation is going on, which is called knowledge. I'm saying when you are functioning within that field of knowledge which has been acquired over 200 years, I say that is not excellence. Excellence is something beyond knowledge. Right?

GS: I hear you.
GS: Itu hanya salah satu aspeknya.

K: Tunggu. Cukup baik. Saya bisa menemukan lainnya. Ada beberapa aspek dari ilmu, tapi sains berarti mengetahui, pengetahuan. Benar? Terima kata itu. Biarkan saya mengalir sedikit. Anda seorang ilmuwan. Anda telah mempelajari sains, bereksperimen, Anda memiliki teori-teori hipotetis, lalu Anda sudah mencoba, belajar untuk melihat kepalsuan dan kebenarannya. Anda selalu bergerak ke arah itu, menghimpun, membuang, tetapi proses akumulasi sedang berlangsung, yang disebut pengetahuan. Saya katakan, saat Anda berfungsi dalam bidang pengetahuan itu, yang telah diperoleh selama 200 tahun, saya katakan itu bukan keunggulan. Keunggulan adalah sesuatu yang melampaui pengetahuan. Benar?

GS: Saya mendengar Anda.
43:23 Q: May I ask, sir? When you talk about excellence being something beyond all the experimentation, are you talking about intuition? T:Bolehkah saya bertanya, Tuan? Saat Anda berbicara tentang keunggulan, sesuatu keberadaan di luar semua eksperimen, apakah Anda berbicara tentang intuisi?
43:37 K: Ah, no! No, no. I'm a little frightened of that word. Sorry! I don't accept that word. K: Ah, tidak! Tidak tidak. Saya sedikit takut dengan kata itu. Maaf! Saya tidak menerima kata itu.
43:46 Q: But when you've got it all, the something extra...

K: No, no. My question is, my brain is functioning within knowledge, always in the field of the known. Right? The known is always limited. You can add, you can expand, you can... Uh? The known is always limited. So my thought is also limited. Right? And as long as I'm functioning there, at different levels, different dimensions, different depth, it is still in that field.
T: Tapi jika Anda sudah mendapatkan semuanya, sesuatu yang ekstra...

K: Tidak, tidak. Pertanyaan saya adalah, otak saya berfungsi dalam pengetahuan, selalu dalam bidang yang diketahui. Benar? Yang diketahui selalu terbatas. Anda dapat menambahkan, Anda dapat memperluas, Anda dapat... Uh? Yang diketahui selalu terbatas. Jadi pikiran saya juga terbatas. Benar? Dan selama saya berfungsi di sana, pada level berbeda, dimensi berbeda, kedalaman berbeda, itu masih dalam bidang itu.
44:48 AC: You're distinguishing between excellence in something and excellence.

K: Yes, that's all.
AC: Anda membedakan antara keunggulan dalam sesuatu... dan keunggulan.

K: Ya itu saja.
44:54 AC: As long as it's excellence in something, it's obviously limited. AC: Selama itu keunggulan dalam sesuatu, itu jelas terbatas.
45:00 PJ: May I say one thing more? The scientist, working in excellence in a situation, the division between the excellence in that working, and the excellence of an undivided state within, are they together at that moment? Basically, it is that. There may be tremendous excellence in the working without, but the within and without must be one process of excellence. That is the real problem in life, not the working of excellence outside, or skill outside, but that inner processes are rarely held in that quality of excellence. PJ: Bolehkah saya mengatakan satu hal lagi? Ilmuwan, bekerja dengan sangat baik dalam suatu situasi, pembagian antara keunggulan dalam pekerjaan itu, dan keunggulan dari keadaan yang tidak terbagi di dalam, apakah mereka bersama pada saat itu? Pada dasarnya, memang begitu. Mungkin ada keunggulan luar biasa dalam bekerja di luar, namun yang di dalam dan yang di luar harus menjadi satu proses keunggulan. Itulah masalah nyata dalam hidup, bukan bekerja dengan keunggulan di luar, atau keterampilan di luar, tetapi proses batin itu jarang ada dalam kualitas keunggulan itu.
46:07 K: Would you consider, if I may ask, Dr, would you consider thought can ever be excellent? Go slowly. K: Apakah Anda akan pertimbangkan, jika saya boleh bertanya, Dr, akankah Anda pertimbangkan, pikiran dapat pernah menjadi sempurna? Pelahan-pelahan saja.
46:33 GS: I know, I am supposed to answer, 'No'! GS: Saya tahu, saya seharusnya menjawab, 'Tidak'!
46:36 K: No! That's being clever. K: Tidak! Itu jawaban pintar.
46:42 GS: I'm very serious, Krishnaji, even though I appear to be a little playful, I'm very serious. GS: Saya sangat serius, Krishnaji, meskipun saya tampak sedikit ceria, saya sangat serius.
46:49 K: So, am I. I like to laugh. K: Saya juga demikian. Saya suka tertawa.
46:52 GS: Any time you can think that you are excellent, any time you think about anything, any time you can identify a de-limited functioning, which we call thought, which has risen and is seen as separate, clearly you are not in excellence or not in unity. But I find it difficult to - How shall I say this? When I function at the...

K: Sir, be simple with me.
GS: Kapan pun Anda merasa unggul, kapan pun Anda memikirkan tentang apa pun, kapan pun Anda dapat meng- identifikasi fungsi yang terbatasi, yang kita sebut pikiran, yang telah timbul dan terlihat sebagai terpisah, jelas Anda tidak dalam keunggulan atau tidak dalam kesatuan. Tetapi saya merasa sulit untuk - Bagaimana saya harus mengatakan ini? Saat saya berfungsi di ...

K:Tuan, sederhana saja dengan saya.
47:26 GS: All right. I have been happy with nothing. I have been happy because I have discovered something, or because I performed a ritual, or somebody was very good to me, or because I said something which I didn't know before. GS: Baiklah. Saya senang dengan tanpa apa-apa. Saya senang karena saya telah menemukan sesuatu, atau karena saya melakukan suatu ritual, atau seseorang sangat baik kepada saya, atau karena saya mengatakan sesuatu yang tidak saya ketahui sebelumnya.
47:45 K: Is happiness... has happiness a cause? K: Apakah kebahagiaan...apakah kebahagiaan mempunyai suatu penyebab?
47:51 GS: No. That's what I want to say. That's what you want to say, also? GS:Tidak. Itu yang mau saya katakan. Itu juga yang ingin Anda katakan?
47:56 K: No. You are caught. You are caught! You are caught. You are trapped. K: Tidak. Anda terperangkap. Anda terperangkap! Anda terperangkap. Anda terjebak.
48:04 GS: All right, I don't mind. GS: Baiklah, saya tidak keberatan.
48:08 K: Because - sir, we're not fighting, please. Thought can never be complete. Thought is always limited, as knowledge is always limited. Thought is the response of knowledge. I don't have to go into it. And as long as I'm functioning with thought, which is knowledge, it's not excellence, it's always limited. That's the scientific problem, your problem. You are discovering, discovering, discovering. Right? And what, at the end of it? Not as knowledge, but in human relationship. I don't want to complicate it - Is thought and desire, love? I love my wife - the thought, the picture of it, the imagination, the structure I have built about her, over 20 years. Right? That is what is separating. Which is time. If you ask me, or if I ask you, is it possible not to create an image about my wife? Not gather, retain, hold, whatever insults, all that, so that I have no image about her, and she has no image. Then, there is no division. You answer me that question. Is it possible in our relationship? K: Karena -Tuan, kita tidak sedang berkelahi. Pikiran tidak pernah bisa lengkap. Pikiran selalu terbatas, karena pengetahuan selalu terbatas. Pikiran adalah respons dari pengetahuan. Saya tidak perlu membahasnya. Dan selama saya berfungsi dengan pikiran, yaitu pengetahuan, itu bukan keunggulan, itu selalu terbatas. Itulah masalah ilmiah, masalah Anda. Anda menemukan, menemukan, menemukan. Benar? Dan apa, pada ujung akhirnya? Bukan sebagai pengetahuan, tapi dalam hubungan antar-manusia. Saya tidak ingin memperumitnya - Apakah pikiran dan keinginan, cinta? Saya cinta istri saya - pikirannya, gambarannya, imajinasinya, struktur yang telah saya bangun tentang dia, selama 20 tahun. Benar? Itulah yang memisahkan. Yang adalah waktu. Jika Anda bertanya kepada saya, atau jika saya bertanya kepada Anda, apakah mungkin tidak membuat suatu imaji tentang istri saya? Tidak mengumpulkan, menyimpan, menahan, hinaan apapun, semua itu, sehingga saya tidak memiliki imaji tentang dia, dan dia tidak memiliki imaji. Lalu, pembagian tidak ada. Anda jawab saya pertanyaan itu. Apakah itu mungkin dalam hubungan kita?
50:33 GS: It happens. I do not know how to bring it about. GS: Itu terjadi. Saya tidak tahu bagaimana mewujudkannya.
50:40 K: That's a different matter. I don't want it to happen, occasionally. K: Itu masalah yang berbeda. Saya tidak ingin itu terjadi, sesekali.
50:45 GS: No, but it happens often.

K: No, no! It can't. If it happens often, it has a continuity. Right? The happening is a remembrance.
GS: Tidak, tapi itu sering terjadi.

K: Tidak, tidak! Tidak bisa. Jika sering terjadi, itu memiliki kontinuitas. Benar? Yang terjadi adalah ingatan.
51:06 GS: Nothing like the real thing.

K: Yes, sir! Radhikaji, come and sit here. Be comfortable. And talk. Come on.
GS: Tidak seperti yang asli.

K: Ya,Tuan! Radhikaji, datang dan duduklah di sini. Silahkan agar nyaman. Dan bicara. Ayolah.
51:26 AP: That still leaves the problem of fragmentation with which we started. Why is it that we find ourselves fragmented, and is it possible for us to end this self-created division? AP: Itu masih menyisakan masalah fragmentasi dengan apa kita mulai. Mengapa kita menemukan diri kita terfragmentasi, dan apakah mungkin bagi kita... untuk mengakhiri pembagian yang kita ciptakan sendiri ini?
51:47 GS: Achyutji, Krishnaji has shifted a gear on the thing by pointing out that if thought ceases, if the images, the memories, the whole sequence of mental processes cease then there is no division. We could re-formulate the question by saying, how come we have thoughts?

K: Aha. That's right. Go on, discuss it, sir.
GS: Achyutji, Krishnaji telah mengubah haluannya... dengan menunjukkan, bahwa jika pikiran berhenti, jika imaji-imaji, memori, seluruh urutan proses mental berhenti, maka pembagian tiada. Kami dapat merumuskan kembali per- tanyaan tersebut dengan mengatakan, kenapa kita mempunyai pikiran?

K: Aha. Betul sekali. Teruskan, diskusikan itu, Tuan.
52:20 Ravi Ravindra: May I ask a question?

K: Not me, sir. I'm not a chairman.
Ravi Ravindra: Bolehkah saya mengajukan pertanyaan?

K: Bukan saya, Tuan. Saya bukan ketua.
52:31 RR: Are we right now, engaged in anything other than thought? RR: Apakah kita saat ini, terlibat dalam hal lain selain pikiran?
52:51 PJ: When I was listening to what the Dr. and Krishnaji were saying, listening was taking place. There was no thought. Why should you take thought as a pre-requisite to comprehension? I was listening to them. I comprehended. But there was no thought. PJ: Ketika saya mendengarkan apa yang dikatakan Dr. dan Krishnaji, mendengar sedang berlangsung. Tidak ada pikiran. Mengapa Anda harus menganggap pikiran sebagai prasyarat untuk pemahaman? Saya mendengar mereka. Saya memahami. Tapi tidak ada pikiran.
53:20 RR: Either we have difficulty about words here... For example, unless there is some sort of a structure to the sentences, unless there is a logic to this, unless I know the language, I don't know what the hell's going on. RR: Entah kita mengalami kesulitan tentang kata-kata di sini... Misalnya, kecuali ada... semacam struktur pada kalimat-kalimat, kecuali ada logika untuk ini, kecuali saya tahu bahasanya, saya tidak tahu apa yang sedang terjadi.
53:39 PJ: I know the language.

RR: But all that is thought.
PJ: Saya tahu bahasanya.

RR: Tapi semua itu adalah pikirkan.
53:44 PJ: Thought is the formation of verbal formations within me. Does that listening lead to verbal formations within me? PJ: Pikiran adalah formasi dari formasi verbal di dalam diri saya. Apakah mendengarkan itu mengarah pada formasi verbal dalam diri saya?
54:03 Radha Burnier: But in an inquiry, there can be thought. Radha Burnier: Tapi dalam suatu penyelidikan, pikiran bisa ada.
54:09 PJ: But when one is listening to two people having a dialogue, then the listening need not create thought within me. PJ: Tapi ketika seseorang mendengarkan dua orang berdialog, maka mendengarkan tidak perlu menciptakan pikiran dalam diri saya.
54:21 RB: No. Listening need not create thought. When Dr. Ravindra spoke, perhaps was he referring only to listening? RB: Tidak. Mendengarkan tidak perlu menciptakan pikiran. Ketika Dr. Ravindra bicara, mungkin yang dia maksud hanya mendengarkan?
54:30 PJ: No, he said, are we not all...? PJ: Tidak, dia berkata, bukankah kita semua...?
54:34 K: So many Drs here, my God! K: Begitu banyak Dokter-Dokter di sini, ya Tuhan!
54:36 GS: Mostly doctors, very few patients. GS: Sebagian besar dokter, sangat sedikit pasien.
54:39 RR: That's part of the problem, too many doctors! RR: Itu sebagian dari masalahnya, terlalu banyak dokter!
54:45 K: Sorry. This is a side joke. I said there were so many Drs here, he said very few patients. K: Maaf. Ini lelucon sampingan. Saya bilang begitu banyak Dokter di sini, dia bilang pasien sangat sedikit.
54:56 RR: I was trying to place myself in the role of the patient! I have no difficulty in accepting that I'm fragmented, not accepting merely as a chess move, but, at least sometimes, I'm quite clear that I'm fragmented. RR: Saya mencoba menempatkan diri saya dalam peran sebagai pasien! Saya tidak kesulitan menerima bahwa saya terfragmentasi, tidak menerima hanya sekadar sebagai langkah catur, tapi, setidaknya terkadang, saya cu- kup jelas bahwa saya terfragmentasi.
55:20 K: Sir, what we have discussed, up to now, Dr. Sudarshan and I have said to his various questions and responses, that thought is a factor of division, in my relationship with my wife. I like to begin very near. To go very far, I must begin very near. Very near is my wife, my world, the little world I live in. And that little world is broken up, as me, my wife, me and my children, me and my nation, me and God, me and you know all that, puja and all the rest of it. And that division is caused by time, time being a movement, as well as thought is a movement. We've gone so far. The division exists as long as I have an image, as I'm building up images all the time between me and my wife, between me and you, me and the German, and so on. Right? We have reached that point, to which we both agree. K: Tuan, apa yang sudah kita bahas sampai sekarang, Dr. Sudarshan dan saya telah berbicara... atas berbagai pertanyaan dan tanggapannya, bahwa pikiran adalah faktor pembagian, dalam hubungan saya dengan istri saya. Saya suka memulai dari dekat sekali. Untuk melangkah sangat jauh, saya harus mulai sangat dekat. Sangat dekat adalah istri saya, dunia saya, dunia kecil tempat saya tinggal. Dan dunia kecil itu tercerai berai, sebagai saya, istri saya, saya dan anak-anak saya, saya dan bangsa saya, saya dan Tuhan, saya dan Anda tahu semua itu, puja (sembah) dan seterusnya. Dan pembagian itu disebabkan oleh waktu, waktu adalah suatu gerak, begitu juga pikiran adalah gerak. Kita sudah melangkah sejauh ini. Pembagian ada selama saya memiliki imaji, selagi saya membangun citra sepanjang waktu antara saya dan istri saya, antara saya dan Anda, saya dan orang Jerman, dan seterusnya. Benar? Kita telah mencapai titik itu, yang kita berdua setujui.
56:52 GS: I wanted to add as an aside... In traditional, classical notions of rasas, shringaara is not only when two people are together. There is vipralabdha shringaara, that is when people are apart. It is very important to appreciate the togetherness to be far apart. I'm sure you are allergic to discussions of advaita and so on... GS: Saya ingin menambahkan sebagai tambahan... Dalam gagasan klasik tradisional tentang rasas (Hindu, estetika), shringaara (salah satu dari 9 rasas) tidak hanya ketika dua orang bersama. Ada vipralabdha shringaara, yaitu saat orang terpisah. Sangat penting untuk menghargai kebersamaan saat berjauhan. Saya yakin anda alergi dengan pembahasan advaita dan sebagainya...
57:21 K: Not allergic. Don't quote at me, that's all. K: Tidak alergi. Jangan mengutip saya, itu saja.
57:28 GS: All right, I won't quote. Even when you are with the beloved, the most enjoyable, delicious moments, are not when you are absolutely together but when you are holding her face just in front of you. So, it is necessary to have a slight difference. GS: Baiklah, saya tidak akan mengutip. Bahkan saat Anda bersama terkasih, momen yang paling menyenangkan dan nyaman, tiada hadir, saat Anda mutlak bersama, tapi saat Anda memegangi wajahnya tepat di depan Anda. Jadi, perlu ada sedikit perbedaan.
57:45 K: That's all the process of thought. K: Semua itu adalah proses pikiran.
57:49 GS: Krishnaji, I have a wife.

K: I haven't.
GS: Krishnaji, saya punya istri.

K: Saya tidak.
57:52 GS: What I'm saying is, I do know what I'm talking about. GS: Yang saya katakan adalah, saya tahu apa yang saya bicarakan.
57:55 K: I'm sure. K: Saya yakin.
57:57 GS: It's not a thought, it is experience. GS: Ini bukan pikiran, ini pengalaman.
58:05 K: You're a doctor, scientist. What is experience without the experiencer? There is no experience without the experiencer. K: Anda seorang dokter, ilmuwan. Apa pengalaman tanpa si pengalam? Tidak ada pengalaman tanpa si pengalam.
58:23 GS: I'm in trouble again. Please, say something, get me out of this. GS: Saya dalam masalah lagi. Tolong, katakan sesuatu, keluarkan saya dari masalah ini
58:27 RR: May I also take a step a little further back? And maybe confess to you a heretical thought, that I'm not that troubled by what you call 'division', maybe there is differentiation. RR:Bolehkah saya juga mengambil lang- kah sedikit lebih jauh ke belakang? Dan mungkin mengaku pada Anda suatu pemikiran sesat, bahwa saya tidak terlalu terganggu dengan apa yang Anda sebut 'divisi', mungkin ada diferensiasi.
58:46 K: But that was the origin of our discussion, where we began, why is there this division between the Catholic and Protestant, Buddhist and Muslim, Hindu and so on, so on? K: Tapi itulah asal mula diskusi kita, di mana kita memulai, mengapa ada pembagian antara Katolik dan Protestan, Budhis dan Muslim, Hindu dan sebagainya?
58:59 RR: But, sir, you always think, whenever I hear you, you always go to the Catholics, Protestants and Hindus. There can be differentiation. Things are different... RR: Tapi Tuan, Anda selalu berpikir, setiap kali saya mendengar Anda, Anda selalu pergi ke Katolik, Protestan dan Hindu. Bisa ada diferensiasi. Hal-hal berbeda...
59:14 K: We're all different. We're all different. Difference. And he says that difference, in that difference there is no unity. When you have a feeling of wholeness, there is a certain quality of joy, all the rest of it. And as long as differences exist use whatever word you like, different colours and so on, there must be - all the rest of it. That's what we started with. Right, sir? K: Kita semua berbeda. Kita semua berbeda. Perbedaan. Dan dia mengatakan, perbedaan itu, dalam perbedaan itu tidak ada kesatuan. Saat Anda merasa suatu rasa keutuhan, ada suatu kualitas tertentu dari rasa kegembiraan, serta semua lainnya. Dan selama ada perbedaan, gunakan kata apa pun yang Anda suka, warna-warna berbeda dan sebagainya, harus ada - dan seterusnya. Itulah awal dari kita memulai. Benar, Tuan?
1:00:01 RR: I'm sorry that he agreed to this. RR: Saya menyesal bahwa dia menyetujui ini.
1:00:03 GS: Actually, I did not. He is slightly misquoting me. GS: Sebenarnya saya tidak. Dia sedikit salah mengutip saya.
1:00:07 K: I'm not quoting. It's what I understood. K: Saya tidak mengutip. Itu yang saya pahami.
1:00:12 GS: Okay, misrepresenting.

K: Ah, no!
GS: Oke, salah menyajikan.

K: Ah, tidak!
1:00:17 GS: Stating, contrary to facts. The point we started the discussion with, just before you came, was an observation that it appears that in separation, not differences, in separation is unhappiness, and in togetherness is happiness. GS: Menyatakan, bertentangan dengan fakta. Inti diskusi kami, sebelum Anda datang, adalah pengamatan, bahwa dalam keterpisahan, bukan dalam perbedaan, dalam keterpisahan adalah ketidakbahagiaan, dan dalam kebersamaan adalah kebahagiaan.
1:00:39 K: That's all I'm saying. K: Hanya itu saja yang saya katakan.
1:00:41 GS: He made a distinction between 'difference' versus 'separation'. Differentiation he did not consider to be a bad thing, and I tend to agree. GS: Dia membedakan 'perbedaan' dengan 'keterpisahan'. Diferensiasi tidak dia anggap sebagai hal yang buruk, dan saya cenderung setuju.
1:00:52 Q: You also used the word 'fragmentation'. T: Anda juga menggunakan kata 'fragmentasi'.
1:00:59 AP: Ravindra, he used the word 'fragmentation', that's a very important word in delimiting the discussion, that why is there fragmentation? This was the question. Then Krishnaji said, 'Can it be traced to thought?' That is where we are. And we have not come to any conclusion. We are examining whether fragmentation can be traced to thought alone or are there any other causes. Because he also said, that which has a cause must have an end. If we have said that thought is the cause of fragmentation, we have come to the end of it. But we haven't, we're still examining whether there are causes of fragmentation, other than thought. AP: Ravindra, dia menggunakan kata 'fragmentasi', itu adalah kata yang sangat penting dalam membatasi diskusi, itulah mengapa ada fragmentasi? Inilah persoalannya. Kemudian Krishnaji berkata, 'Bisakah itu dilacak ke pikiran?' Disitulah kita berada. Dan kita belum sampai pada kesimpulan apa pun. Kita sedang menyelidiki... apakah fragmentasi dapat ditelusuri ke pikiran saja, atau apakah ada penyebab-penyebab lain. Karena dia juga berkata, apa yang memiliki sebab pasti ada akhirnya. Jika kita telah mengatakan bahwa pikiran adalah penyebab fragmentasi, kita telah sampai pada akhirnya. Tapi kita belum melakukannya, kita masih sedang menyelidikinya... apakah ada penyebab- penyebab fragmentasi, selain pikiran.
1:01:57 K: Linguistic, climatic, food, clothes, environment, so-called culture, I read the Bible, and you read the Gita, he reads the Koran, and somebody reads Marx. So, sir, we've come to a point, we're going off all the time. Agreed?

AP: It's a very interesting point. I think we should pursue it a little.
K: Linguistik, iklim, makanan, pakaian, lingkungan, apa yang disebut budaya, saya membaca Alkitab, dan Anda membaca Gita, dia membaca Alquran, dan seseorang membaca Marx. Tuan, kita telah sampai pada suatu titik, senantiasa kita tinggalkan. Sepakat?

AP: Itu poin yang sangat menarik. Saya pikir kita harus mengejarnya sedikit.
1:02:25 GS: In addition to thought being the cause of the thing, also images, whenever there is a comparison, or anticipation not being satisfied. I expect that Sunandaji would make something. I expect one taste and the taste is slightly different. But if I'm not anticipating it... So, in addition to thought, there is also the question of comparison. I would like to distinguish between these two mental activities. GS: Selain pikiran dianggap sebagai penyebab, juga imaji-imaji, setiap kali ada pembandingan, atau antisipasi tidak terpuaskan. Saya berharap Sunandaji akan membuat sesuatu. Saya mengharapkan satu rasa dan rasanya sedikit berbeda. Tetapi jika saya tidak mengantisipasinya... Jadi, selain soal pikiran, ada juga soal pembandingan. Saya ingin membedakan antara dua aktivitas mental ini.
1:02:56 AP: You are calling them types, but I think in conclusion. AP: Anda menyebut mereka tipe, tapi saya berpikir dalam kesimpulan.
1:03:01 K: Comparison, Achyutji, he's saying, is one of the factors of fragmentation which is measurement. Measurement is time. K: Pembandingan, Achyutji, dia berkata, merupakan salah satu faktor dari fragmentasi, yang adalah pengukuran. Pengukuran adalah waktu.
1:03:17 GS: We probably will not quite agree with you. Time is measurement, but measurement is not time. GS: Kami mungkin tidak akan setuju dengan Anda. Waktu adalah pengukuran, tetapi pengukuran bukanlah waktu.
1:03:24 K: Go into it, go into it. I'm open to correction. K: Masuklah, masuklah ke dalamnya. Saya terbuka untuk dikoreksi.
1:03:32 GS: We talked about two different kinds of time and I tried to illustrate it by following Prof. Sundaram's example of light being dispersed - actually, that's a very unfortunate word - light being displayed as different colours, the peacock colours. If you put another prism at the other side, the whole thing is re-combined, so you see these two as two different aspects of the same thing. It has not been dispersed at all. It has only been displayed. If you look at an object, a piece of sculpture, face on, then look at it from another side, you see a different picture, but you've not lost the original. But there is another kind of dispersal which cannot be put together, like Humpty Dumpty, who could not be put back together. If there is an evolution, a process, a happening, which has lost something because you cannot recover the original, that particular thing produces a different order of evolution. I would consider the second kind of development to be the time that Krishnaji is talking about, obviously he doesn't want to abolish time, like Joshua, who held up his hand, prevented the planets from moving. We want to have a time which is a component of a dynamic evolution, but we do not want a time which is the cause of dissolution, not necessarily total, cataclysmic dissolution, but dissolution as entropy production, as disorder, as losing something. Prof. Ravindra, or somebody else, brought it up the fact that in time is not necessarily a dissolution, not necessarily a comparison, but an unfolding, a transformation, but a reversible transformation, you could put it back together. So, we must distinguish between these two, and I assume that when Krishnaji talks about time, he's talking about the second kind of time. GS: Kita berbicara tentang dua jenis waktu yang berbeda... dan saya coba menggambarkannya deng- an mengikuti contoh Prof. Sundaram... tentang cahaya yang tersebar - sebenarnya, itu kata yang amat tidak tepat - cahaya ditampilkan sebagai warna- warna berbeda, warna-warna merak. Jika Anda meletakkan prisma lain di sisi lain, seluruhnya digabungkan kembali, jadi Anda melihat keduanya sebagai dua aspek berbeda dari hal yang sama. Itu sama sekali tidak tersebar. Itu hanya ditampilkan. Jika Anda melihat sebuah objek, sebuah patung, berhadapan, lalu melihat dari sisi lain, Anda melihat gambar yang berbeda, tapi Anda tidak kehilangan aslinya. Tetapi ada jenis penyebaran yang lain, yang tidak bisa disatukan, seperti Humpty Dumpty, yang tidak bisa disatukan kembali. Jika ada suatu evolusi, proses, kejadian, yang kehilangan sesuatu karena Anda tidak dapat memulihkan aslinya, hal khusus itu menghasilkan tatanan evolusi yang berbeda. Saya akan mempertimbangkan jenis perkembangan yang kedua... adalah waktu yang dibicarakan oleh Krishnaji, jelas dia tidak ingin menghapus waktu, seperti Joshua, yang mengangkat tangannya, mencegah planet-planet bergerak. Kita ingin memiliki waktu yang merupakan komponen evolusi dinamis, tetapi kita tidak menginginkan waktu yang adalah penyebab pembubaran, tidak perlu pembubaran total yang dahsyat, tetapi pembubaran sebagai hasil produksi entropi, sebagai kekacauan, seperti kehilangan sesuatu. Prof. Ravindra, atau seorang lain, mengungkitnya, fakta bahwa dalam waktu belum tentu suatu kebubaran, belum tentu suatu pembandingan, tetapi sebuah terungkapan, suatu transformasi, tetapi transformasi yang dapat diba- lik, Anda bisa menyatukannya kembali. Jadi, kita harus membedakan keduanya, dan saya berasumsi bahwa ketika Krishnaji berbicara tentang waktu, dia berbicara tentang jenis waktu yang kedua.
1:05:44 K: Yes, sir. K: Ya Tuan.
1:05:45 GS: There is a simple Malayalam song, which starts, 'Samayamaam rathatil'. Consider time as simply a chariot, by means of which you go from place to place but nothing has happened, you simply see things, you perceive the fullness of things by seeing the various aspects of them. So, if you have a cycle of events, if you have a complicated rhythm, and the rhythm is expressed in time, that time is not a dissolution, it is a disordering time. But if, in the process of time, something has been lost, which cannot be gained back again, that is a dissolving, dissolution, disordering time, a time which is bad. In the second kind of time, there is a comparison between the starting and the ending, ending is separate from the start. The ending is less than the beginning. In that case, of course, something has happened. Whenever we talk about this time, there is a measurement of the order, then you say the order has decreased from one situation to the other one. There is a comparison, configuration, you look at the watch and say, 'My God, time has passed!' because you're comparing two configurations. And when you say, 'It has been too long or too short', we are comparing one anticipation with another anticipation. But if you're enjoying something, then there is no sense of time. You know something is unfolding, but there's no comparison or anticipation. GS: Ada lagu Malayalam sederhana, yang dimulai dengan, 'Samayamaam rathatil'. Memandang waktu hanya sebagai kereta, dengan cara mana Anda pergi dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tidak ada yang terjadi, Anda hanya melihat hal-hal, Anda merasakan kepurnaan dari segala sesuatu... dengan melihat berbagai aspek dari itu. Jadi, jika Anda memiliki suatu siklus peristiwa, jika Anda memiliki ritme yang rumit, dan ritme diekspresikan dalam waktu, waktu itu bukanlah pembubaran, itu adalah waktu yang kacau. Tetapi jika, dalam proses waktu, ada sesuatu yang hilang, yang tidak dapat diperoleh kembali, itu adalah waktu pelarutan, pembubaran, kekacauan, waktu yang buruk. Di jenis waktu yang kedua, ada pembandingan antara awal dan akhir, akhir terpisah dari awal. Akhir itu kurang dari awal. Dalam hal itu, tentu saja sesuatu telah terjadi. Setiap kali kita berbicara tentang waktu ini, ada ukuran urutannya, lalu Anda mengatakan ketertiban telah menurun... dari satu situasi ke situasi lainnya. Ada pembandingan, konfigurasi, Anda melihat arloji dan berkata, 'Ya Tuhan, waktu telah berlalu!' karena Anda membandingkan dua konfigurasi. Dan saat Anda berkata, 'Sudah terlalu lama atau terlalu pendek', kita membandingkan satu antisipasi dengan antisipasi lainnya. Tetapi jika Anda menikmati sesuatu, maka tidak ada rasa akan waktu. Anda tahu ada sesuatu yang sedang terhampar, tetapi tidak ada pembandingan atau antisipasi.
1:07:25 Q: Could I ask a question? I would like to bring it back to two points. One is what Achyut raised, the question of fragmentation, and the other, Krishnaji agreed, when Prof. Sudarshan said that the reason there is fragmentation and division, is that we think at all. Krishnaji has also stressed that we observe things the way they are, observing now what is happening, I would say that there is an awareness of separateness here, simply because we think, we classify, we categorise. I would like to echo Ravi Ravindra's question, what are we doing right now? Which is supposed to be a laboratory. I imagine we were invited because, being the Drs, we are good symptoms of the disease. T: Bisakah saya mengajukan pertanyaan? Saya ingin mengembalikannya ke dua poin. Satu adalah yang diajukan Achyut, pertanyaan tentang fragmentasi, dan yang lainnya, Krishnaji setuju, ketika Prof. Sudarshan berkata, bahwa alasan adanya fragmentasi dan pembagian, adalah yang kita pikirkan. Krishnaji juga menekankan bahwa kita seyogianya mengamati... segala sesuatu sebagaimana apa adanya, mengamati sekarang apa yang sedang terjadi, Saya mau katakan, bahwa ada kewas- padaan adanya keterpisahan di sini, hanya karena kita berpikir, kita klasifikasikan, kita kategorikan. Saya ingin mengulangi pertanyaan Ravi Ravindra, apa yang sedang kita lakukan sekarang ini? Yang seharusnya menjadi suatu laboratorium. Saya membayangkan kita diundang, karena, sebagai dokter-dokter, kami contoh bagus dari gejala penyakitnya.
1:08:44 K: Take it up, it's your court, sir.

RR: I give it back to you, sir.
K: Ambil, ini forum Anda, Tuan.

RR: Saya kembalikan ke Anda, Tuan.
1:08:52 K: We reached a point, as far as I understand, we both agree, both see the same thing. When we see the same thing together, there is no division. Not agree. We rarely see the same thing together, because we're divided, our thought is, perhaps, the major cause of the division. And also, you said comparison, which is measurement. I am not, you are. You are beautiful, I'm not, and so on. Constant comparison which is measurement, I am short, you're tall, I must be better and so on. Is not comparison a part of time? 'I am not, I will be', which is comparison. Right, sir? K: Kita mencapai suatu titik, sejauh yang saya pahami, kita berdua setuju, kita sama- sama melihat hal yang sama. Ketika kita melihat hal yang sama bersama-sama, tidak ada pembagian. Tidak bersetuju. Kita jarang melihat hal yang sama bersama, karena kita terpecah, pikiran kita, mungkin, adalah penyebab utama pembagian. Dan juga, Anda mengatakan perbandingan, yaitu pengukuran. Saya tidak, Anda ya. Anda cantik, saya tidak cantik, dan seterusnya. Pembandingan yang konstan, yang adalah pengukuran, Saya pendek, Anda tinggi, Saya harus lebih baik, dan seterusnya. Bukankah perbandingan itu bagian dari waktu? 'Saya tidak, saya akan', yang merupakan perbandingan. Benar, Tuan?
1:10:12 GS: Yes. I understand now what you meant by comparison. GS: Ya. Sekarang saya mengerti apa yang Anda maksud dengan perbandingan.
1:10:16 K: Measurement is time. The whole scientific, technological world is measurement. If you have no measurement, there will be no technology. It started with the Greeks, I won't go into it. So, if you admit measurement, which is time, which is comparison, which is thought, all those are divisive factors. Then the question arises, which you put really and we've gone away from it, can thought end?

GS: Can thought end?
K: Pengukuran adalah waktu. Seluruh dunia ilmiah dan teknologi adalah pengukuran. Jika tidak ada pengukuran, tidak akan ada teknologi. Ini dimulai dengan orang Yunani, saya tidak akan membahasnya. Jadi, jika Anda mengakui pengukuran, yang adalah waktu, yang adalah pembandingan, yang adalah pikiran, semua itu adalah faktor pemecah belah. Kemudian muncul pertanyaan, yang benar-benar telah Anda ajukan dan kita telah menjauh darinya, bisakah pikiran berakhir?

GS: Bisakah pikiran berakhir?
1:11:05 K: Has time a stop? To quote Shakespeare, a little bit. I'm not a scholar. Can time have a stop? While you are accumulating knowledge, as a scientist or carpenter I prefer carpenter, or you prefer scientist. I am a carpenter. As long as I'm an apprentice, and learning, learning, learning, till I reach a certain stage, where I think I've got most of it. That's the same as yours. Right? That has taken me time, and it has taken you time. You have measured, I have measured. I was an apprentice, now I'm a master carpenter. So, I am saying, time and thought are similar. Both are movements. And that is the factor of division. Whatever is limited, and knowledge is limited, must create division. As long as I'm living in the known, I'm going to keep on dividing, fragmenting. Now, is it possible to be free of the known? Not hypothetically, not as a theory, not as a question to be bandied about, but if one puts that question seriously, is there an ending to time? Not the time of... you understand? K: Apakah waktu mempunyai suatu penghentian? Untuk mengutip Shakespeare, sedikit. Saya bukan seorang sarjana.

K: Apakah waktu mempunyai suatu penghentian? Sementara Anda sedang mengumpulkan pengetahuan, sebagai seorang ilmuwan atau tukang kayu, saya lebih suka tukang kayu, atau Anda lebih suka ilmuwan. Saya seorang tukang kayu. Selama saya seorang pemagang, dan belajar, belajar, belajar, sampai saya mencapai tahap tertentu, di mana saya pikir saya sudah men- dapatkan sebagian besar ilmunya. Itu sama dengan seperti milik Abnda. Betul? Itu membutuhkan waktu bagi saya, dan Anda juga membutuhkan waktu. Anda telah mengukur, saya telah mengukur. Saya dulu pemagang, sekarang saya ahli tukang kayu. Jadi, saya katakan, waktu dan pikiran itu serupa. Keduanya adalah gerakan. Dan itu adalah faktor pembagian. Apapun yang terbatas, dan pengetahuan adalah terbatas, pasti menciptakan pembagian. Selama saya hidup di ranah yang dikenal, Saya akan terus membagi, memecah-belah. Sekarang, apakah mungkin untuk bebas dari yang dikenal? Tidak secara hipotetis, bukan sebagai teori, bukan sebagai persoalan... untuk dibicarakan tanpa dasar, tetapi jika orang mengajukan pertanyaan itu dengan serius, apakah ada akhir dari waktu? Bukan waktu dari... Anda paham?
1:13:16 RR: Sir, I have an observation and a question. If I am understanding you rightly... RR: Tuan, saya ada suatu observasi dan pertanyaan. Jika saya memahami Anda dengan benar...
1:13:27 K: You're not understanding me. You're understanding what has been stated, which may be false or right. K: Anda tidak memahami saya. Anda memahami apa yang telah dika- takan, yang mungkin salah atau benar.
1:13:36 RR: The question about ending of time, seems to be intimately connected with the quality of attention. RR: Pertanyaan tentang akhir dari waktu, tampaknya terkait erat dengan kualitas perhatian.
1:13:50 K: Then we have to enquire what is attention, so we go off. First, if I may put the question, can thought end? Surely, as a scientist, as an engineer, from the bullock cart to the jet, that is time. But to discover the jet, you had to put away all the engineering, pistons, and all that, and be open to something that may... You know, science, all that. Put it in your own language, they will all understand. K:Lalu kita harus menanyakan apa itu perhatian, jadi kita menghindar. Pertama, jika saya boleh mengajukan pertanyaan, dapatkah pikiran berakhir? Tentunya, sebagai ilmuwan, sebagai insinyur, dari kereta lembu jantan ke jet, itulah waktu. Tapi untuk menemukan jet itu, Anda harus menyingkirkan semua mesin, piston, dan semua itu, dan terbuka terhadap sesuatu yang mungkin... Anda tahu, sains, semua itu. Nyatakan dalam bahasa Anda sendiri, mereka semua akan mengerti.
1:14:44 GS: But there are still questions.

K: Oh, yes!
GS: Tapi tetap masih ada pertanyaan-pertanyaan.

K: Oh ya!
1:14:47 GS: I'm tempted to ask a supplementary question... I'm going to go one step beyond this one... Then the question arises, since it appears sometimes that time has come to an end, and then, like allergies, it comes back again, why does it come back again? I don't know how to say it, because Krishnaji could ask the question, 'Your statement that sometimes it happens is a memory, a thought, therefore, that's not your experience, it's hearsay, inadmissible evidence'. But, talking in ordinary language, it appears, somehow or the other, that there are times time has ceased. Two days ago, a friend of mine came to see me and said, 'Do your morning devotions with me because I am feeling disturbed'. He's a psychiatrist, so, he's naturally disturbed. I did, and we both felt that nothing could ever go wrong with the world. But Radhika has just said about rituals dividing people, but this ritual united. It was early morning, the sun was rising, and nothing could possibly go wrong with the world. But yesterday, I had to travel by second class train, it was strenuous, it was difficult. GS: Saya tergoda untuk mengajukan pertanyaan tambahan... Saya akan maju selangkah lebih jauh dari yang ini... Kemudian pertanyaan muncul, karena tampak kadang-kadang bahwa waktu telah berakhir, dan kemudian, seperti alergi, ia kembali lagi, kenapa ia kembali lagi? Saya tidak tahu bagaimana mengatakannya, karena Krishnaji dapat mengajukan pertanyaan, 'Pernyataan Anda bahwa terkadang hal itu terjadi adalah memori, pikiran, oleh karena itu, itu bukan pengalaman Anda, itu desas-desus, bukti yang tidak dapat diterima'. Tapi, berbicara dalam bahasa biasa, tampaknya, entah bagaimana, bahwa ada saat-saat waktu telah berhenti. Dua hari yang lalu, seorang teman saya datang menemui saya dan berkata, 'Lakukan kebaktian pagi Anda dengan saya, karena saya merasa kacau'. Dia seorang psikiater, jadi, dia secara alami terganggu. Saya lakukan, dan kami berdua merasa bahwa, tidak ada yang bisa salah dengan dunia ini. Tapi Radhika baru saja mengatakan tentang ritual memecah belah orang, tapi ritual ini mempersatukan. Saat itu dini hari, matahari sedang terbit, dan tidak ada yang mungkin salah dengan dunia. Tapi kemarin, saya harus bepergian dengan kereta kelas dua, itu berat, sulit.
1:16:20 K: Everything went wrong.

GS: It was hot, and... mosquitoes. Some things go wrong. They're both qualities of experience, I'm glad I did all these things. But, now, nothing could go wrong, I'm with Krishnaji and all of you, But I know, after a while, I'll have a little headache, or cough. How come, from this unfragmented state, where time has ceased, time comes back again. Before that, I'd like an expression of agreement or disagreement.
K: Semuanya salah.

GS: Panas, dan... nyamuk. Ada yang salah. Keduanya adalah kualitas pengalaman, Saya senang saya melakukan semua hal ini. Tapi, sekarang, tidak ada yang bisa salah, saya bersama Krishnaji dan Anda semua, Tapi saya tahu, setelah beberapa saat, saya akan sedikit pusing, atau batuk. Bagaimana bisa, dari keadaan tidak terfragmentasi ini, dimana waktu telah berhenti, waktu datang kembali. Sebelumnya, saya menginginkan ekspresi setuju atau tidak setuju.
1:16:58 K: Sir, I heard Giscard D'estaing when he was the Prime Minister, telling the French people, 'La France est stable'. 'France is stable, firm, steady, strong. Go for your holidays happily'. Next day, there was a colossal strike. K: Tuan, saya mendengar Giscard D'estaing... ketika dia menjadi Perdana Menteri, memberi tahu orang-orang Prancis, 'Perancis stabil'. 'Prancis stabil, kokoh, stabil, kuat. Pergilah berlibur dengan bahagia '. Keesokan harinya, terjadi pemogokan besar-besaran.
1:17:41 RH: What you're trying to say is that feelings of unity have nothing to do with real unity. RH: Apa yang ingin Anda katakan, adalah bahwa perasaan persatuan... tidak ada hubungannya dengan persatuan yang sesungguhnya.
1:17:47 K: Yes, of course! K: Ya tentu saja!
1:17:49 AC: I want to ask this question, again. A scientist looking at data, before he formulates a hypothesis he's just looking at data. Or a botanist looking at a new tree, or looking at a woman for the first time. There is a looking, and then it becomes knowledge. AC: Saya ingin menanyakan pertanyaan ini lagi. Seorang ilmuwan melihat data, sebelum dia merumuskan hipotesis, dia hanya melihat data. Atau seorang ahli botani melihat pohon baru, atau melihat seorang wanita untuk pertama kalinya. Ada tindakan memandang, lalu itu menjadi pengetahuan.
1:18:15 K: Go on, sir. I don't quite understand. K: Lanjutkan, Tuan. Saya tidak begitu paham.
1:18:19 AC: There is a looking, there is a timeless state. There is a looking without thought. But then it becomes knowledge. That state ends. AC: Ada tindakan melihat, ada suatu keadaan tiada waktu. Ada tindakan melihat tanpa pikiran. Tapi kemudian itu menjadi pengetahuan. Keadaan itu berakhir.
1:18:31 K: Only when thought creates the image in the looking. K: Hanya ketika pikiran menciptakan imaji selagi pengamatan.
1:18:39 GS: I'm agreeing with you. I'm surprised, myself. GS: Saya setuju dengan Anda. Saya sendiri terkejut.
1:18:45 AC: But I am questioning that. If there is a looking in which the image can enter, and create knowledge and memory, has that been looking at all? AC: Tapi saya mempertanyakan itu. Jika ada suatu pengamatan, di mana imaji bisa masuk, dan menciptakan pengetahuan dan memori, apakah itu memang merupakan suatu pengamatan?
1:18:55 K: Of course. That is the point. K: Tentu saja. Itulah intinya.
1:18:59 PJ: Sir, doesn't the clue, forgive me for asking, doesn't the clue seem to rise in that instant? PJ: Tuan, bukankah petunjuknya, maafkan saya karena bertanya, bukankah petunjuknya muncul dalam saat itu?
1:19:12 PJ: In that instant. Instant. Before anything happens, before thought arises, before what he calls... that instant, just before it arises. I feel that the clue to all fragmentation, or the other, rests in that, in that instant. Is it possible to negate everything which comes in the way of that instant being a direct, whole perception? PJ: Saat itu juga. Instan. Sebelum sesuatu terjadi, sebelum pikiran muncul, sebelum apa yang dia sebut... istan itu, sekejap sebelum ia muncul. Saya merasa bahwa petunjuk untuk semua fragmentasi, atau yang lainnya, bersandar pada itu, pada instan itu. Apakah mungkin untuk meniadakan segalanya, yang datang secara instan itu, yang merupakan suatu persepsi langsung dan utuh?
1:20:02 K: Pupulji, the question arises, who is the entity that negates? Be careful, you're back in the same old thing. K: Pupulji, muncul pertanyaan, siapakah entitas yang meniadakan? Hati-hati, Anda kembali pada hal yang lama, yang sama.
1:20:19 PJ: Why do you say that, sir? Perception negates. PJ: Kenapa Anda mengatakan begitu, Tuan? Persepsi meniadakan.
1:20:23 K: Don't negate, I'm saying.

PJ: Then what do you do?
K: Jangan meniadakan, kata saya.

PJ: Lalu apa yang Anda lakukan?
1:20:30 K: Answer that question, sir.

GS: I think I know the answer.
K: Jawab pertanyaan itu, Tuan.

GS: Saya rasa saya tahu jawabannya.
1:20:39 GS: As long as someone negated, that person is standing behind to be able to wipe it off. If you can say there was perception without a perceiver. Now, I know, you mean exactly the same thing as what I say, namely, that there was no perceiver. If you said the perceiver was removed, then there was an active agent who removed that perceiver. GS: Selama seseorang menegasikan, meniadakan, orang itu berdiri di belakang untuk bisa menghapusnya. Jika Anda bisa mengatakan ada persepsi tanpa si perseptor. Sekarang, saya tahu, maksud Anda per- sis sama dengan yang saya katakan, yaitu, bahwa tidak ada si perseptor. Jika Anda mengatakan si perseptor telah disingkirkan, lalu ada suatu agen aktif yang menghapus si perseptor itu.
1:21:11 K: Yes, sir. Yes, sir. K: Ya Tuan. Ya Tuan.
1:21:12 PJ: I'm not sensitive to any kind of complexities. If you keep on at this, then it just refuses to dissolve this. PJ: Saya tidak peka terhadap segala jenis kerumitan. Jika Anda terus begini, maka ia akan tetap menolak untuk menyelesaikannya.
1:21:26 GS: Krishnaji is asking me to make a pedagogic point, namely, that we must shift emphasis from the negation of the perceiver to the statement of perception by itself. GS: Krishnaji meminta saya untuk membuat poin pedagogis, yaitu, kita harus menggeser penekan- an pada negasi dari si perseptor... ke pernyataan persepsi itu sendiri.
1:21:44 K: That's it. K: Itu dia.
1:21:45 GS: Therefore, as long as one says, 'I must not be the perceiver', there is that 'I' who is waiting...

PJ: No, I'm not talking of that. In the very fact of listening, observing, before anything comes in to being, there is a certain space. I don't say anything about 'I negate'. There is space. The clue to whether there is something whole or fragmentary, rests in that. And I am here, putting it before you.
GS:Karena itu, selama orang berkata, 'Saya tidak boleh menjadi si perseptor', ada 'aku' yang menunggu...

PJ: Tidak, saya tidak membicarakan itu. Dalam kenyataan mendengarkan, mengamati, sebelum sesuatu muncul, ada suatu ruang tertentu. Saya tidak mengatakan apa-apa tentang 'Saya meniadakan'. Ada ruangan. Petunjuk apakah ada sesuatu yang utuh atau terfragmentasi, bertumpu pada itu. Dan saya di sini, meletakkannya di hadapan Anda.
1:22:30 K: Would you say perception is only possible when the brain is still? Right, sir? K: Apakah menurut Anda persepsi itu hanya mungkin, saat otak diam? Benar, Tuan?
1:22:44 GS: I don't know about the brain. When there is stillness. GS: Saya tidak tahu tentang otak. Saat ada keheningan.
1:22:50 K: I don't like to use that word. When the whole physical organism is still. That means there are no sensory responses. K: Saya tidak suka menggunakan kata itu. Ketika seluruh organisme fisik diam. Artinya tidak ada respons sensorik.
1:23:08 PJ: Now, please... No sensory responses, but the sensory flow is there. The sensory responses are different from the sensory flow. PJ: Sekarang tolong... Tidak ada respons sensorik, tetapi aliran sensorik ada di sana. Respon sensorik berbeda dari aliran sensorik.
1:23:27 GS: Again, let me act as teacher, for a minute. If I understand it right, the statement is when there is no separation between the stimulus and response. I wouldn't want to say the brain is still, then the person is dead. You're receiving signals, and reacting to it, you're shifting your toes and scratching your nose, but it is simply not seen as separate things, no stimulus and no response to it. There is a homeostasis, a functioning without fragments in the external world. GS: Sekali lagi, izinkan saya bertindak sebagai guru, sebentar. Jika saya memahaminya dengan benar, pernyataan itu adalah... bila tidak ada pemisahan antara stimulus dan respon. Saya tidak ingin mengatakan otak itu diam, maka orang itu mati. Anda menerima sinyal, dan menanggapinya, Anda menggeser jari-jari kaki dan menggaruk hidung Anda, tetapi tidak dilihat sebagai hal yang terpisah, tidak ada rangsangan dan tidak ada respon untuk itu. Ada homeostasis, berfungsi tanpa fragmen dalam dunia luar.
1:24:10 PJ: Yes, that is... PJ: Ya itu adalah...
1:24:14 GS: But Pupulji is saying, could we not focus attention on the moment of total perception? Is that where the clue lies, as to what goes wrong afterwards? GS: Tapi Pupulji berkata, tidak bisakah kita memusatkan perhatian pada saat persepsi total? Apakah di situ letak petunjuknya, dari apa yang salah setelahnya?
1:24:29 PJ: Out of that, whether the fragmentary or the other, both are potentially there. PJ: Dari itu, baik yang ter- fragmentasi atau yang lainnya, keduanya berpotensi ada di situ.
1:24:39 GS: This is a question which we all want to get answered. GS: Ini adalah pertanyaan yang kita semua ingin terjawab.
1:24:44 K: What is the question, sir? K: Apa pertanyaannya Tuan?
1:24:48 GS: In the moment of total perception must be the clue whether you fragment afterwards or not. GS: Pada saat persepsi total, harus menjadi petunjuk apakah Anda memecah setelahnya atau tidak.
1:25:00 K: That means an insight, without analytically splitting that word, where there is insight, perception, death and all the rest of it, why does it disappear and fall back into the old... Now, before answering that question... Sir, our existence, I'm talking of our life, is a tide going out, a tide coming in. Right? Tide that can go very far, tide can come right up, at great speed or very slowly. That is, action, reaction, reward and punishment. Same movement, I'm putting it differently. Now, perception only takes place - I'm positing, I may change it - perception only takes place when this movement, out and in, stops. Right? First, let's be clear about what I'm saying. K: Itu berarti suatu wawasan, tanpa secara analitis memecah kata itu, di mana ada wawasan, persepsi, kematian, dan sebagainya, mengapa itu menghilang dan jatuh kembali ke yang lama... Sekarang, sebelum menjawab pertanyaan itu... Tuan, keberadaan kita, saya sedang berbicara tentang hidup kita, adalah gelombang pasang surut. Benar? Gelombang bisa pergi sangat jauh, bisa langsung datang, dengan kecepatan tinggi atau sangat lambat, yaitu, aksi, reaksi, ganjaran dan hukuman. Gerakan yang sama, saya katakan secara berbeda. Sekarang, persepsi hanya terjadi - katakanlah, saya dapat mengubahnya - persepsi hanya terjadi ketika gerakan ini, keluar dan masuk, berhenti. Benar? Pertama-tama, agar jelas tentang apa yang saya katakan.
1:26:38 PJ: If I may make one... Before we even come to the point you pose, can there be a slowing down of the inner processes of time? PJ: Kalau boleh buat satu... Sebelum kita sampai pada titik yang Anda ajukan, mungkinkah ada perlambatan proses batin dari waktu?
1:27:01 K: I wouldn't say 'slowing down'. When you say 'slow', that requires measurement, time... I wouldn't use that word. K: Saya tidak akan mengatakan 'perlambatan'. Ketika Anda mengatakan 'lambat', itu membutuhkan pengukuran, waktu... Saya tidak akan menggunakan kata itu.
1:27:12 PJ: But we can't take leaps the way you take leaps. PJ: Tapi kami tidak bisa mengambil lompatan-lompatan, seperti Anda mengambil lompatan-lompatan.
1:27:16 K: Just a minute, Pupulji. Our life is a tide going out and coming in. Right, sir? Would you agree to that? K: Sebentar, Pupulji. Hidup kita adalah suatu pasang surut. Benar, Tuan? Apakah Anda setuju?
1:27:32 GS: A supplementary remark, I was talking to a friend who has been practising yoga. He's a chemist, so he's safe. He was saying that he was puzzled by statements in traditional texts, he said, 'I can develop...' that is, perceiving the physical extension of the person to be not just the body but connected with the universe. He said, 'I have done all those and they all function, but I cannot move a blade of grass in a fashion which anyone else cannot. So, the question of in and out could be a situation in which you make yourself smaller than the smallest, and bigger than the biggest, so that you really don't see a separation between you and the world. You see the tides, the ebb and flow, but not what is you and not you. GS: Suatu komentar tambahan, saya berbicara dengan seorang teman yang telah berlatih yoga. Dia seorang ahli kimia, jadi dia aman. Dia mengatakan bahwa dia bingung... dengan pernyataan-pernyataan dalam teks-teks tradisional, dia berkata, 'Saya bisa mengembangkan...' yaitu, memahami perluasan fisik dari orang... tidak hanya tubuh tetapi terhubung dengan alam semesta. Dia berkata, 'Saya telah melakukan semua itu dan semuanya berfungsi, tapi saya tidak bisa menggerakkan sehelai rumput... dengan cara yang tidak bisa dilakukan orang lain. Jadi, persoalan keluar masuk bisa jadi suatu situasi... di mana Anda membuat diri Anda lebih kecil dari yang terkecil, dan lebih besar dari yang terbesar, sehingga Anda benar-benar tidak melihat pemisahan... antara Anda dan dunia. Anda melihat pasang surut, tapi tidak siapa Anda dan bukan Anda.
1:28:29 K: No, that is me.

GS: Ah, right. Okay.
K: Tidak, itu saya.

GS: Ah, benar. Baik.
1:28:35 K: Right? Right, sir?

GS: Yes.
K: Benar? Benar, Tuan?

GS: Ya.
1:28:48 K: Not me, sir, I don't want to hold the fort. K: Bukan saya Tuan, saya tidak ingin mempertahankan benteng.
1:28:51 Q: Isn't this ebb and flow intimately connected with a sense of future? T: Bukankah pasang surut ini erat... terhubung dengan rasa masa depan?
1:28:58 K: Of course, it's the whole reaction. K: Tentu saja, ini adalah reaksi keseluruhan.
1:29:01 Q: With the sense of my own future? T: Dengan rasa masa depan saya sendiri?
1:29:07 K: Pupulji asked, if I remember rightly, subject to correction, only in perception there is no time, if I understood. And I said, perception can only take place when this ebb and flow stops. K: Pupulji bertanya, jika saya benar mengingatnya, terbuka untuk dikoreksi, hanya dalam persepsi tidak ada waktu, jika saya memahaminya. Dan saya katakan, persepsi hanya bisa terjadi... ketika pasang surut ini berhenti.
1:29:40 Q: That in that perception must lie the clue to both how and why do we immediately after that become fragmented again. T: Bahwa dalam persepsi itu pasti ada petunjuknya... pada bagaimana dan mengapa... kita segera setelah itu menjadi terfragmentasi lagi.
1:29:54 K: I think I can answer that question. K: Saya rasa saya bisa menjawab pertanyaan itu.
1:29:57 PJ: I said this. In that instant prior to manifestation of anything, arising of anything, there is the potential of both, potential of the fragmentary, and potential of the total. And I still stick to my point that even this ebb and flow is a concept. PJ: Saya mengatakan ini. Pada saat itu, sebelum manifestasi apa pun, yang timbul dari apa pun, ada potensi dari keduanya, potensi dari yang terpecah-pecah, dan potensi yang total. Dan saya tetap berpegang pada poin saya bahwa... pasang surut ini adalah suatu konsep.
1:30:26 K: No, no! It's not a concept. K: Tidak, tidak! Ini bukan suatu konsep.
1:30:28 PJ: I am saying unless one can first slow down the movement of thought and time within one. PJ: Saya katakan kecuali orang terlebih dulu bisa... memperlambat pergerakan pikiran dan waktu dalam diri.
1:30:36 K: I don't want to slow it down. K: Saya tidak ingin memperlambatnya.
1:30:41 GS: You know that he will never agree to a process which is gradual, either it is, or it isn't. But your point is very important. GS:Anda tahu, dia tidak akan per- nah menyetujui proses yang bertahap, baik itu demikian, atau tidak demi- kian. Tapi poin Anda sangat penting.
1:30:53 K: I catch it very well. K: Saya menangkapnya dengan sangat baik.
1:30:57 GS: Please tell us.

K: No, sir, just a little. I was discussing this question with Dr. Bohm, and another professor of that quality, and I said - subject to your correction. Please. I said when there is such perception, the cells in the brain change also, so that there is no falling back. The falling back is when the whole - do you understand what I'm saying?
GS: Tolong beritahu kami.

K: Tidak, Tuan, hanya sedikit saja. Saya mendiskusikan persoalan ini dengan Dr. Bohm, dan profesor lain perihal kualitas itu, dan saya berkata - tunduk pada koreksi Anda. Silahkan. Saya berkata ketika ada persepsi seperti itu, sel-sel di otak juga berubah, sehingga tidak ada mundur kembali. Mundurnya kembali adalah ketika... keseluruhan - apakah Anda paham apa yang saya katakan?
1:31:46 GS: Now our question is how come our cells don't do this? We always come back to...

K: Yes, sir, I'm saying, we always come back because there is no fundamental change. That is not a slow process of change, but immediate change. 'Immediacy' - not in the sense of time.
GS: Sekarang pertanyaan kami adalah... mengapa sel-sel kami tidak melakukan ini? Kami selalu kembali ke...

K: Ya, Tuan, saya katakan, kita selalu kembali karena tidak ada perubahan mendasar. Itu adalah bukan proses perubahan yang lambat, tetapi perubahan seketika. 'Seketika' - bukan dalam arti waktu.
1:32:23 GS: Cataclysmic change.

K: No! That's too drastic.
GS: Perubahan dahsyat.

K: Tidak! Itu terlalu drastis.
1:32:29 GS: Total transformation. GS: Transformasi total.
1:32:31 K: Not transformation. Not from one form to another form. K: Bukan transformasi. Bukan dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
1:32:36 GS: From form to formlessness, creative formlessness. GS: Dari bentuk ke tanpa-bentuk, tanpa-bentuk yang kreatif.
1:32:41 K: Not creative. I wouldn't use all those big words. K:Bukan kreatif. Saya tidak akan menggunakan kata-kata besar itu.
1:32:46 PJ: Sir, let me ask you one thing. This state of perception in which obviously thought plays no place, thought has no place, which is the direct contact with the brain cells themselves, if they're going to mutate, has to come into being. Now, you don't tell us how it comes into being. PJ: Tuan, izinkan saya menanyakan satu hal. Keadaan persepsi ini... dalam mana pikiran jelas tidak mempunyai tempat, pikiran tidak memiliki tempat, yang merupakan kontak langsung dengan sel otak itu sendiri, jika mereka akan bermutasi, harus terwujud. Sekarang, Anda tidak memberi tahu kami bagaimana hal itu terjadi.
1:33:19 K: I'm showing it to you. I'm showing it to you, clearly. That when there is an insight, when there is pure perception, the whole conditioning has gone into fundamental change. K:Saya tunjukkannya kepada Anda. Saya tunjukkan kepada Anda, dengan jelas. Bahwa ketika ada pandangan terang, ketika ada persepsi murni, seluruh pengkondisian telah berubah menjadi perubahan mendasar.
1:33:48 K: You can never become violent again. K: Anda tidak akan pernah bisa menjadi kejam lagi.
1:33:51 PJ: Please let me - PJ: Tolong izinkan saya -
1:33:59 K: Aha! I know how you're going to catch me. I understand this trick. What are you saying, secretly? K: Aha! Saya tahu bagaimana Anda akan menangkap saya. Saya mengerti trik ini. Apa yang Anda akan katakan, secara tersembunyi?
1:34:22 PJ: Sir, every insight, PJ: Tuan, setiap wawasan,
1:34:31 K: You follow? They accept the two... And, after they accept it, I say, 'My God, is it so?' K: Anda mengikuti? Mereka menerima yang dua... Dan, setelah mereka menerimanya, saya berkata, 'Ya Tuhan, benarkah?'
1:34:41 PJ: They may accept it, but their brain cells haven't changed. PJ: Mereka mungkin menerimanya, tapi sel otak mereka belum berubah.
1:34:44 K: Of course, it's just a theory. K: Tentu, itu hanya suatu teori.
1:34:49 PJ: So, every insight must have some operation on the brain cells. PJ: Jadi, setiap wawasan pasti ada operasi tertentu pada sel otak.
1:34:57 K: Just a minute. I'm taking one thing. If you have an insight into violence - most human beings are violent - 'insight' in the way I'm using it, which is my meaning, not my meaning, the meaning, the significance of it, there's a radical change in the brain cells. You're never violent again. No, no. Don't accept it! Just look, look at it first, before you deny it. K: Sebentar. Saya mengambil satu hal. Jika Anda memiliki wawasan ke dalam kekerasan... - kebanyakan manusia adalah kejam - 'wawasan' seperti saya menggunakannya, yang adalah maksud saya, bukan pengartian saya, maknanya, arti sebenarnya, ada perubahan radikal di sel-sel otak. Anda tidak pernah melakukan kekerasan lagi. Tidak tidak. Jangan terima itu! Hanya lihat saja, lihat padanya dulu, sebelum Anda menyangkalnya.
1:35:38 PJ: You can't deny it, because... PJ: Anda tidak bisa menyangkalnya, karena...
1:35:42 K: You can deny it, you deny it when you become violent! K:Anda bisa menyangkalnya, Anda meno- laknya saat Anda melakukan kekerasan!
1:35:47 PJ: I deny it when I know the nature of insight. PJ: Saya menyangkalnya ketika saya mengetahui hakikat wawasan.
1:35:52 K: I'll tell you what the nature of insight is. Insight, in which there is no remembrance, no time, no interference of thought. When there is no interference of thought, no time, your whole conditioning is broken down. It's not a series of insights. It's not series of insight. Then you are allowing time and all the rest of it. To have insight, a profound - you understand all that? K: Saya akan memberi tahu Anda apa sifat wawasan itu. Wawasan, di mana tidak ada memori, tidak ada waktu, tidak ada gangguan dari pikiran. Ketika tidak ada gangguan dari pikiran, tidak ada waktu, seluruh pengkondisian Anda runtuh. Ini bukan serangkaian dari wawasan-wawasan. Ini bukan rentetan wawasan. Maka Anda memperkenankan waktu dan semuanya itu. Untuk memiliki wawasan, yang mendalam - Anda memahami semua itu?
1:36:41 PJ: But, sir, last night when we were discussing, we came to a very profound moment, when many of us felt we had a direct comprehension of what was being said. Now, I would say that is insight. PJ: Tapi Tuan, tadi malam saat kita berdiskusi, kita sampai pada momen yang sangat mendalam, ketika banyak dari kita merasakan... kita memiliki pemahaman langsung dari apa yang sedang dikatakan. Sekarang, saya akan mengatakan itu adalah wawasan.
1:37:03 K: Aha! I wouldn't call that insight. Question it! K:Aha! Saya tidak akan menyebut itu adalah wawasan. Pertanyakan itu!
1:37:06 PJ: Then we are lost, because we don't know what it is. PJ: Kalau begitu kita tersesat, karena kita tidak tahu apa itu.
1:37:09 K: I wouldn't call that insight.

PJ: Why?
K: Saya tidak akan menyebut itu wawasan.

PJ: Kenapa?
1:37:12 K: No, don't let's enter into this.

PJ: But let us know why.
K: Tidak, jangan masuk ke dalam ini.

PJ: Tapi beritahu kami alasannya.
1:37:18 K: I wouldn't like to discuss it, as these people weren't there. K: Saya tidak suka membahasnya, karena orang-orang ini tidak berada di situ.
1:37:23 PJ: Take any other discussion. PJ: Ambillah diskusi lainnya.
1:37:26 K: I'm taking a simple, daily fact, which is violence. Man is violent and so on. An insight into violence, completely ends all violence. K: Saya mengambil fakta sehari-hari yang sederhana, yaitu kekerasan. Manusia itu kejam dan seterusnya. Wawasan tentang kekerasan, sepe- nuhnya mengakhiri semua kekerasan.
1:37:45 RB: Would you say that...?

Q: Please. Does an insight into violence end not only violence...?
RB: Apakah Anda akan mengatakan bahwa...?

T: Mohon. Apakah wawasan tentang kekerasan tidak hanya mengakhiri kekerasan...?
1:38:06 K: Violence means comparison, imitation, conformity, all that. Violence is not just anger and hate.

RB: No, I understand. But does then violence include indifference, greed..? Would you say an insight into violence removes everything?
K: Kekerasan berarti pembandingan, imitasi, kesesuaian, semua itu. Kekerasan bukan hanya kemarahan dan kebencian.

RB: Tidak, saya mengerti. Tapi apakah kekerasan termasuk ketidakpedulian, keserakahan...? Apakah menurut Anda wawasan tentang kekerasan menghapus segalanya?
1:38:29 K: What is that, I don't quite follow. K: Apa itu, saya kurang paham.
1:38:32 GS: Does an insight into violence destroy not only violence, but all other impediments or negative things. GS: Apakah wawasan tentang kekerasan menghancurkan tidak hanya kekerasan, tetapi semua hambatan atau hal negatif lainnya.
1:38:42 K: I don't know what you mean. K: Saya tidak mengerti maksud Anda.
1:38:45 GS: You said that once you have an insight into violence, GS: Anda mengatakan bahwa begitu Anda memiliki pemahaman tentang kekerasan,
1:38:51 K: You know what violence is, it's not just anger, it's not just hate... K: Anda tahu kekerasan itu apa, bukan hanya sekadar kemarahan, bukan hanya kebencian...
1:38:58 AC: If you have insight into violence, you say violence ends. Must there be insight into anger to end anger, and insight into sorrow to end sorrow? But I think your statement has to be put differently. You can't have insight into violence which ends violence. You have insight or you don't. If you have insight, there's no violence. AC: Jika Anda memiliki wawasan ke dalam kekerasan, Anda mengatakan kekerasan berakhir. Haruskah ada pemahaman tentang ke- marahan untuk mengakhiri kemarahan, dan wawasan tentang kesedihan untuk mengakhiri kesedihan? Tapi saya pikir pernyataan Anda harus dibuat berbeda. Anda tidak bisa memiliki wawasan tentang kekerasan... yang mengakhiri kekerasan. Anda memiliki wawasan atau Anda tidak memilikinya. Jika Anda memiliki wawasan, tidak ada kekerasan.
1:39:19 K: That's it. That's all I'm saying. K: Itu dia. Itu saja yang saya katakan.
1:39:23 RR: Since clearly there is such great importance attached to insight, I, therefore, now wish to ask, here I am, a man without insight, and I understand the words...

K: I'm not sure, sir, when you say, 'I'm a man who doesn't know what insight is'. I'm not sure you're being accurate.
RR: Karena jelas ada yang begitu penting... melekat pada wawasan, saya, karenanya, sekarang ingin bertanya, di sinilah saya, seorang pria tanpa wawasan, dan saya mengerti kata-katanya...

K: Saya tidak yakin, Tuan, saat Anda berkata, 'Saya adalah orang yang tidak tahu wawasan itu apa'.. Saya tidak yakin Anda akurat.
1:39:49 GS: He's saying that he accepts GS: Dia mengatakan bahwa dia menerima.
1:40:04 K: St. Paul on his way to Damascus, had sunstroke. K: Santo Paulus dalam perjalanan ke Damaskus, terkena sengatan matahari.
1:40:09 GS: But anyway it's blinding.

K: Sunstroke, I've had it, so...
K: Tapi bagaimana pun, itu membutakan.

K: Sengatan matahari, saya sudah memilikinya, jadi...
1:40:16 GS: Leave St. Paul. You said that the blinding insight is not a case of something being temporarily seen, or acquired, but the fact that it has ceased...

K: That's all, that's all.
GS:Tinggalkan St. Paul. Anda mengata- kan bahwa wawasan yang membutakan... bukanlah sesuatu yang dilihat sementara, atau diperoleh, tapi fakta bahwa itu telah berhenti...

K: Itu saja, itu saja.
1:40:33 GS: He says, I've had little things, but I don't have this blinding insight. Please, give it. GS: Dia bilang, saya telah punya hal-hal kecil, tetapi saya tidak memiliki wawasan yang membutakan ini. Tolong, berikan.
1:40:39 RR: Also, you have really just substituted one word for another. You said, in order to have this radical change, one needs insight. But what do I need in order to have this radical insight? RR: Juga, Anda benar-benar baru saja mengganti satu kata dengan yang lain. Anda berkata, untuk melakukan perubahan radikal ini, seseorang membutuhkan wawasan. Tapi apa yang saya butuhkan untuk memiliki wawasan radikal ini?
1:40:54 K: I'll tell you.

RR: Please.
K: Saya akan memberi tahu Anda.

RR: Silakan.
1:40:58 K: We start it all over again? What time is it?

SP: Eleven fifteen.
K: Kita memulainya dari awal lagi? Jam berapa?

SP: Sebelas lima belas.
1:41:06 K: All right, sir, I'll tell you. Would you admit that thought is limited? Right? Knowledge is limited. They're related, thought and... They function like the computer in the field of the known. Right, sir? Not agree, but that's a fact. The computer works in the field of the known, that known may be encyclopedic and so on, I function always within the field of the known. There may be occasional - I'm not talking of that - but the fact that both the computer and I function within the field of the known. Right? The known is the remembrance. The remembrance is the accumulated experiences in the past. The past is the observer. Of course. The past says, 'Don't do this. That's a snake, don't go near it!' Right? So the past, which is the accumulated experience, which is knowledge, which is thought. So, the past is controlling, shaping, modifying the present, And the future goes on. Right? This is all obvious. We're functioning like a computer, in the field of the known. And as long as there is action within the field of the known, it's going to get worse and worse, because it's fragmented, the problems created within the field of the known are innumerable, and thought is trying to solve them, which is in the same field. Right? Am I all right, so far? Right? Agree? K: Baiklah, Tuan, saya akan memberitahu Anda. Apakah Anda akan mengakui bahwa pikiran itu terbatas? Baik? Pengetahuan terbatas. Mereka terkait, pikiran dan... Mereka berfungsi seperti komputer dalam bidang yang dikenal. Benar, Tuan? Tidak setuju, tapi itu fakta. Komputer bekerja dalam bidang yang diketahui, yang diketahui mungkin ensiklopedis dan sebagainya, saya selalu berfungsi dalam bidang yang diketahui. Mungkin ada sesekali - saya tidak sedang membicarakan itu - tapi fakta bahwa baik komputer dan saya... berfungsi dalam bidang yang diketahui. Benar? Yang diketahui adalah yang diingat. Ingatan adalah akumulasi pengalaman di masa lalu. Masa lalu adalah si pengamat. Tentu saja. Masa lalu berkata, 'Jangan lakukan ini. Itu ular, jangan mendekatinya! ' Benar? Jadi masa lalu, yang merupakan akumulasi pengalaman, yang merupakan pengetahuan, yang merupakan pikiran. Jadi, masa lalu mengendalikan, membentuk, mengubah masa kini, Dan masa depan terus berjalan. Benar? Ini semua jelas. Kita berfungsi seperti komputer, dalam bidang yang diketahui. Dan selama ada tindakan dalam bidang yang diketahui, itu akan menjadi semakin buruk, karena ia terfragmentasi, masalah yang tercipta dalam bidang yang diketahui... tidak terhitung banyaknya. dan pikiran mencoba menyelesaikannya, yang berada di bidang yang sama. Benar? Apa saya benar sejauh ini? Benar? Setuju?
1:43:51 GS: I have minor reservations.

K: Add a little bit.
GS: Saya memiliki sedikit perbedaan pendapat.

K: Tambahkan sedikit.
1:43:58 GS: There are thoughts which seem to serve to end thoughts. GS: Ada pikiran yang tampaknya berfungsi untuk mengakhiri pikiran.
1:44:05 K: But it's still thought! K: Tapi tetap masih pikiran!
1:44:07 GS: I know! That is our problem.

K: Yes, that's what I'm saying. Right, sir, so far?
GS: Saya tahu! Itu masalah kita.

K: Ya, itulah yang saya katakan. Benar, Tuan, sejauh ini?
1:44:14 GS: It doesn't become worse and worse, it probably becomes more habituated. GS: Ia tidak menjadi semakin buruk, itu mungkin menjadi lebih terbiasa.
1:44:18 K: Same thing. Put it any way you like. The problems between human beings are getting worse and worse, squabbles, quarrels, misery, you know all that. And thought is saying, 'My God, I must do something about this'. Having created it! Right? That's all. As long as we live in the field of the known, we cannot solve human problems. Human problems are created by thought. Of course, sir! Come on. Right? K: Hal yang sama. Katakanlah sesuka Anda. Masalah antar-manusia semakin buruk, pertengkaran, percekcokan, kesengsaraan, Anda tahu semua itu. Dan pikiran berkata, 'Ya Tuhan, saya harus melakukan sesuatu tentang ini'. Setelah menciptakannya! Benar? Itu saja. Selama kita hidup dalam bidang yang diketahui, kita tidak bisa menyelesaikan masalah manusia. Masalah manusia diciptakan oleh pikiran. Tentu Tuan! Ayolah. Benar?
1:45:06 RR: It's difficult to disagree with you without sidetracking. RR: Sulit untuk tidak setuju dengan Anda tanpa penyimpangan.
1:45:09 K: I'm not sidetracking.

RR: No! I'm sidetracking.
K: Saya tidak menyimpang.

RR: Tidak! Saya yang menyimpang.
1:45:13 K: Then, we're not meeting. K: Kalau begitu, kita tidak bertemu.
1:45:18 AC: Can I come back to this question of the mutation of the brain cells? How do you know that the brain cells undergo mutation? AC:Dapatkah saya kembali ke pertanya- an tentang mutasi sel-sel otak ini? Bagaimana Anda tahu bahwa sel-sel otak mengalami mutasi?
1:45:29 K: I don't know. K: Saya tidak tahu.
1:45:33 AC: It's very important, sir. You do know. AC: Ini sangat penting Tuan. Anda tahu.
1:45:36 K: Moment you know, it is not.

AC: Exactly! So, why do you say it?
K: Saat Anda tahu, itu bukan.

AC: Tepat! Jadi, mengapa Anda mengatakannya?
1:45:45 GS: Perhaps, you use it in a stylised sense. I find it very difficult to think that the brain cells are really my cells. GS: Mungkin, Anda menggunakannya dalam makna gaya. Saya merasa sangat sulit untuk berpikir, bahwa sel-sel otak benar-benar adalah sel-sel saya.
1:45:55 K: The brain cells contain the memory. K: Sel otak mengandung memori.
1:45:59 GS: Sort of. They are devices.

K: Therefore, it's me.
GS: Semacam. Mereka adalah perangkat.

K: Oleh karenanya, itu adalah saya.
1:46:03 GS: What you mean is a total mutation of the whole apparatus. GS: Yang Anda maksud adalah mutasi total dari seluruh peralatan.
1:46:07 K: Yes, sir. K: Ya Tuan.
1:46:09 GS: It could be material apparatus or it could be the software. GS: Bisa jadi itu perangkat keras atau bisa juga software.
1:46:12 K: Psychological apparatus, I'm talking about. K: Aparat psikologis, yang saya bicarakan.
1:46:18 GS: There is a problem in this statement because we're always told that when you really fall in love, you have fallen in love, but when you know, you never fall out of it. GS: Ada masalah dalam pernyataan ini, karena kami selalu diberi tahu, bahwa ketika Anda benar-benar jatuh cinta, Anda telah jatuh cinta, tetapi ketika Anda tahu, Anda tidak pernah terlepas darinya.
1:46:30 K: Falling in and out of love, I question all that. It may be pure sexual attraction.

GS: But how are we to know? How do we know that we have seen? The answer you have to give is when you are never out of it.
K: Masuk dan keluar dari cinta, saya mempertanyakan semua itu. Itu mungkin daya tarik seksual murni.

GS: Tapi bagaimana kita bisa tahu? Bagaimana kita tahu bahwa kita telah melihat? Jawaban yang Anda harus berikan adalah... ketika Anda tidak pernah keluar darinya.
1:46:48 K: That's right. K: Benar.
1:46:52 PJ: I think we should stop for today. PJ: Saya pikir kita harus berhenti untuk hari ini.
1:46:55 K: I must finish this. I must finish this. If you and I both see the fact, that in the known, human problems can never be solved. That's a large pill to swallow, but it's a fact. Even Dr. agrees with me. Right? Right? Do you...? If you say that, you're already moving out of it, a little bit, that human problems can never be solved in this field. That's what we were discussing, last night at the dinner table. Then you have to look around to find something which will answer our human problems. If it isn't thought, because thought has created the problem, then you have to look around to find what is there. And Dr. Sudarshan comes along and tells me, 'Old chap, if that is so, then you have to have a perception so pure, with such profound depth to that perception, which is an insight, that will bring about a mutation in your conditioning. He's told me that. I say, I don't believe him. I'm sceptical. But I'm investigating, I'm probing, digging into his statement. He goes away, I shan't see him - I hope I'll see him again soon - but he's gone, so I've got to find out. Right, sir? That's all. You want to be told. I don't want to tell you. Therefore, you are both the teacher and the disciple. That's all. Right, sir?

GS: Yes. You don't want it to become another thought, another part of knowledge.
K: Saya harus menyelesaikan ini. Saya harus menyelesaikan ini. Jika Anda dan saya sama-sama melihat fakta, bahwa di dalam yang diketahui, masalah manusia tidak pernah bisa diselesaikan. Itu suatu pil besar untuk ditelan, tapi itu fakta. Bahkan Dr. setuju dengan saya. Benar? Benar? Apakah Anda...? Jika Anda mengatakan itu, Anda sudah keluar darinya, sedikit, bahwa masalah manusia tidak pernah bisa diselesaikan dalam bidang ini. Itulah yang kita bicarakan, tadi malam di meja makan. Kemudian Anda harus melihat sekeliling... untuk menemukan sesuatu yang akan menjawab masalah kemanusiaan kita. Jika itu bukan pikiran, karena pikiran telah menciptakan masalahnya, lalu Anda harus melihat sekeliling untuk menemukan apa yang ada di sana. Dan Dr. Sudarshan datang dan memberi tahu saya, 'Orang tua, jika demikian, maka Anda harus memiliki persepsi yang begitu murni, dengan kedalaman yang begitu dalam pada persepsi itu, yang adalah suatu wawasan, yang akan membawa mutasi dalam pengondisian Anda. Dia mengatakan itu pada saya. Saya berkata, saya tidak percaya dia. Saya skeptis. Tapi saya sedang menyelidiki, saya mendalami, menggali pernyataannya. Dia pergi, saya tidak akan melihatnya - saya harap saya akan bertemu dia lagi dalam waktu dekat -, tapi dia sudah pergi, jadi saya harus mencari tahu. Benar, Tuan? Itu saja. Anda ingin diberi tahu. Saya tidak ingin memberi tahu Anda. Oleh karena itu, Anda adalah guru sekaligus murid. Itu saja. Benar, Tuan?

GS: Ya. Anda tidak ingin itu menjadi pikiran lain, bagian lain dari pengetahuan.
1:49:34 GS: It leaves us where we are. Well, slightly further. GS: Itu meninggalkan kita di mana kita berada. Nah, sedikit lebih jauh.
1:49:45 Q: It leaves us within ourselves.

K: Ah, no! Sir, you tell me this, that within the known, there is no answer to the human problem. That's a tremendous statement, from you. I receive it, partially doubtful, partially inquisitive, partially analytical, sceptical, which means, I've not listened to you at all. When I listen to you, that doesn't exist. What you have said is true. Right? Therefore, the thing has transformed. Not transformed, has mutated. When you say something and I see the absolute truth of it, there is a flash of light, as you've said. But that flash of light is not intermittent. It isn't an occasional summer thunderstorm. That truth, which you have told me, is so blinding. Right? That means, I must be so attuned with you. You understand? What you say is not yours.
T: Itu meninggalkan kita di dalam diri kita sendiri.

K: Ah, tidak! Tuan, beritahu saya ini, bahwa di dalam yang diketahui, tidak ada jawaban untuk masalah manusia. Itu pernyataan yang luar biasa, dari Anda. Saya menerimanya, sebagian meragukan, sebagian ingin tahu, sebagian analitis, skeptis, yang artinya, saya sama sekali tidak mendengarkan Anda. Ketika saya mendengarkan Anda, itu tidak ada. Apa yang Anda katakan, itu betul. Benar? Oleh karena itu, hal telah berubah. Tidak bertransformasi, telah bermutasi. Ketika Anda mengatakan sesuatu dan saya melihat kebenaran absolutnya, ada kilatan cahaya, seperti yang Anda katakan. Tapi kilatan cahaya itu tidak terputus-putus. Ini bukan badai sesekali dari musim panas. Kebenaran itu, yang telah Anda katakan pada saya, sangat membutakan. Benar? Artinya, saya harus sangat selaras dengan Anda. Anda paham? Apa yang Anda katakan bukan milik Anda.
1:51:38 GS: So, as long as we say, 'Please tell us', we are listening to you', we are not. - Untranslated subtitle -

GS: Jadi, selama kita bilang, - Untranslated subtitle - 'Tolong beritahu kami', kami mendengarkan Anda ', - Untranslated subtitle - kita tidak.
1:51:49 K: That's your relationship with your students. Right, sir, where are we, you and I? We'd better stop. - Untranslated subtitle -

K: Itu adalah hubungan Anda dengan siswa Anda. - Untranslated subtitle - Benar, Tuan, di mana kita, Anda dan saya? - Untranslated subtitle - Sebaiknya kita berhenti.