Krishnamurti Subtitles home


SD74CA11 - Terluka dan melukai orang lain
Percakapan ke-11 dengan Allan W. Anderson
San Diego, USA
25 Februari 1974



0:37 Krishnamurti in Dialogue with Dr. Allan W. Anderson Dialog Krishnamurti dengan Dr. Allan W. Anderson
0:41 J. Krishnamurti was born in South India and educated in England. For the past 40 years he has been speaking in the United States, Europe, India, Australia, and other parts of the world. From the outset of his life's work he repudiated all connections with organised religions and ideologies and said that his only concern was to set man absolutely unconditionally free. He is the author of many books, among them The Awakening of Intelligence, The Urgency of Change, Freedom From the Known, and The Flight of the Eagle. This is one of a series of dialogues between Krishnamurti and Dr. Allan W. Anderson, who is professor of religious studies at San Diego State University where he teaches Indian and Chinese scriptures and the oracular tradition. Dr. Anderson, a published poet, received his degree from Columbia University and the Union Theological Seminary. He has been honoured with the distinguished Teaching Award from the California State University. J. Krishnamurti lahir di India Selatan... dan dididik di Inggris. Selama 40 tahun terakhir... ia telah berceramah di Amerika Serikat,... Eropa, India, Australia, dan di bagian-bagian lain di dunia. Sejak awal pekerjaannya... ia telah menanggalkan semua hubungannya... dengan agama-agama resmi dan ideologi-ideologi... dan berkata bahwa satu-satunya keperduliannya adalah... untuk membuat manusia secara mutlak bebas tanpa syarat. Ia adalah penulis dari banyak buku-buku,... diantaranya The Awakening of Intelligence,... The Urgency of Change, Freedom From the Known,... dan The Flight of the Eagle. Ini adalah salah satu dari serangkaian dialog antara... Krishnamurti dan Dr. Allan W. Anderson,... yang adalah profesor dalam bidang studi-studi keagamaan... di San Diego State University... di mana ia mengajar kitab-kitab suci India dan China... dan tradisi kepercayaan dewa-dewanya. Dr. Anderson, seorang penyair,... menerima gelarnya dari Columbia University... dan Union Theological Seminary. Ia telah dianugerahi Teaching Award yang terhormat... dari California State University.
1:48 A: Mr. Krishnamurti, during our conversations one thing has emerged for me, with, I'd say, an arresting force. That is, on the one hand, we have been talking about thought and knowledge in terms of a dysfunctional relationship to it, but never once have you said that we should get rid of thought, and you have never said that knowledge as such, in itself, has something profoundly the matter with it. Therefore the relationship between intelligence and thought arises, and the question of what seems to be that which maintains a creative relationship between intelligence and thought, perhaps some primordial activity which abides. And in thinking on this I wondered whether you would agree that perhaps in the history of human existence the concept of God has been generated out of a relationship to this abiding activity, which concept has been very badly abused. And it raises the whole question of the phenomenon of religion itself. I wondered if we might discuss that today?

K: Yes, sir. You know, a word like 'religion', 'love', or 'God', has almost lost all its meaning. They have abused these words so enormously, and religion has become a vast superstition, a great propaganda, incredible beliefs and superstitions, worship of images made by the hand or by the mind. So when we talk about religion, I would like, if I may, to be quite clear that we are both of us using the word 'religion' in the real sense of that word, not either in the Christian, or the Hindu, or the Muslim, or the Buddhist, or all the stupid things that are going on in this country in the name of religion. I think the word 'religion' means gathering together all energy, at all levels - physical, moral, spiritual - at all levels, gathering all this energy which will bring about a great attention. And in that attention there is no frontier, and then from there move. To me that is the meaning of that word: the gathering of total energy to understand what thought cannot possibly capture. Thought is never new, never free, and therefore it is always conditioned and fragmentary, and so on - which we discussed. So religion is not a thing put together by thought, or by fear, or by the pursuit of satisfaction and pleasure, but something totally beyond all this, which isn't romanticism, speculative belief, or sentimentality. And I think, if we could keep to that, to the meaning of that word, putting aside all the superstitious nonsense that is going on in the world in the name of religion, which has become really quite a circus however beautiful it is. Then, I think, we could from there start, if you will, If you agree to the meaning of that word.
A: Tn. Krishnamurti,... selama percakapan kita satu hal telah muncul dihadapan saya,... yang, saya sebut sebuah kekuatan yang menarik perhatian. Artinya, di satu sisi,... kita telah berbicara tentang pikiran dan pengetahuan... berkenaan dengan suatu hubungan disfungsional padanya,... namun tidak pernah sekali pun Anda mengatakan... bahwa kita harus menyingkirkan pikiran,... dan Anda tak pernah mengatakan bahwa pengetahuan itu sendiri, mempunyai sesuatu yang amat mendalam terkait dengannya. Oleh karena itu hubungan antara... kecerdasan dan pikiran timbul, dan pertanyaan apakah yang... mempertahankan hubungan kreatif antara... kecerdasan dan pikiran, mungkin oleh karena adanya suatu kegiatan purba. Dan dalam berpikir mengenai hal ini, saya bertanya-tanya apakah... Anda akan setuju bahwa barangkali... dalam sejarah keberadaan umat manusia, konsep Tuhan dihasilkan dari... sebuah hubungan dari kegiatan purbakala ini, di mana konsepnya telah amat disalahgunakan. Dan menimbulkan seluruh permasalahan... dari fenomena agama itu sendiri. Saya pikir dapat kita mendiskusi- kannya hari ini?

K:Ya, Tuan. Anda tahu, Sebuah kata seperti 'agama', cinta', atau 'Tuhan', sudah kehilangan semua maknanya. Mereka telah menyalahgunakan kata-kata ini dengan sangat hebat, dan agama telah menjadi takhayul yang amat luas, sebuah propaganda besar, kepercayaan dan takhayul yang hebat, pemujaan dari citra-citra yg dihasilkan dari karya atau batin. Sehingga ketika kita bicara ttg agama, saya ingin bila diijinkan, untuk menjadi jelas bahwa kita berdua... menggunakan kata 'religion' (religi)... dalam arti sebenarnya dari kata itu, tidak, baik Kristiani, atau Hindu, atau Muslim, atau Budhis, atau kebodohan yang berlanjut... di negara ini atas nama agama. Saya pikir kata 'religi'... berarti menggabungkan semua energy bersama-sama, pada semua tingkat - fisik, moral, spiritual - semua tingkat, menggabungkan semua energi ini... yang akan menimbulkan suatu perhatian yang besar. Dan di dalam perhatian tersebut tidak ada pembatasan, dan dari situ bergerak. Bagi saya itulah arti dari kata tersebut: penggabungan dari seluruh energi... untuk memahami apa yang pikiran tidak mungkin dapat menangkapnya. Pikiran tidak pernah baru, tidak pernah bebas, dan karenanya selalu terkondisi dan terfragmentasi dan seterusnya... - yang telah kita diskusikan. Jadi religi bukan sesuatu yang dihimpun oleh pikiran, atau oleh rasa takut, atau oleh peng- ejaran kepuasan dan kesenangan, tapi sesuatu yang secara total di luar semua ini, yang bukan romantika, kepercayaan yang spekulatif, atau yang sentimental. Dan saya pikir, bila kita dapat pertahankan itu, pada arti dari kata itu, menyingkirkan semua omong kosong takhayul... yang sedang berlangsung di dunia ini atas nama agama, yang telah benar-benar menjadi suatu sirkus... betapapun indahnya itu. Maka saya pikir kita bisa memulainya dari sana, jika Anda berkenan, jika Anda setuju dengan arti kata tersebut.
7:06 A: I have been thinking as you have been speaking that in the biblical tradition there are actual statements from the prophets, which seem to point to what you are saying. Such things come to mind as Isaiah's taking the part of the divine when he says, 'My thoughts are not your thoughts, my ways are not your ways, as high as the heavens are above the earth, so are my thoughts and your thoughts', so stop thinking about me in that sense.

K: Yes, quite.
A: Saya telah berpikir, ketika Anda sedang berbicara, bahwa... dalam tradisi kitab suci, ada pernyataan-pernyataan nyata... dari para nabi, yang merujuk pada apa yang Anda katakan. Hal-hal demikian muncul dalam pemikiran ketika... Yesaya mengambil peran Ilahi, ketika dia berkata, 'Pikiran saya bukan pikiran Anda, jalan saya bukan jalan Anda, seperti tingginya langit di atas bumi, seperti itulah pikiran saya dan pikiran Anda', jadi berhentilah berpikir perihal saya... dalam makna termaksud.

K: Ya, tepat sekali.
7:41 A: And don't try to find a means to me that you have contrived, since my ways are higher than your ways. And then I was thinking while you were speaking concerning this act of attention, this gathering together of all energies of the whole man, the very simple, 'Be still and know that I am God'. Be still. It's amazing when one thinks of the history of religion, how little attention has been paid to that as compared with ritual. A: Dan jangan coba mencari jalan ke saya... yang sudah Anda rancang, karena jalanku lebih tinggi dari jalanmu. Dan kemudian saya berpikir ketika Anda sedang berbicara... mengenai tindakan perhatian ini, penghimpunan semua energy dari manusia yang utuh, yang amat sederhana, 'Berdiam dirilah dan paham bahwa saya adalah Tuhan'. Berdiam diri. Adalah menakjubkan ketika seseorang memikirkan sejarah agama, bagaimana sangat sedikitnya perhatian akan hal tersebut... dibandingkan dengan ritual.
8:15 K: But I think, when we lost touch with nature, with the universe, with the clouds, lakes, birds, when we lost touch with all that, then the priests came in. Then all the superstition, fears, exploitation - all that began. The priest became the mediator between the human and the so-called divine. And I believe, if you have read the Rig Veda - I was told about it, because I don't read all this - that there, in the first Veda, there is no mention of God at all. There is only this worship of something immense, expressed in nature, in the earth, in the clouds, in the trees, in the beauty of vision. But that being very, very simple, the priests said, that is too simple. K: Tapi Saya pikir, ketika kita kehilangan sentuhan dengan alam, dengan alam semesta, dengan awan-awan, danau-danau burung-burung, ketika kita kehilangan sentuhan dengan semua itu, kemudian para pandita masuk. Kemudian semua takhyul, rasa takut, eksploitasi - semua itu mulai. Pandita menjadi perantara... antara manusia dan apa yang disebuat ilahi. Dan saya percaya, jika Anda sudah membaca Rig Veda. - Saya diberitahu tentang ini, karena saya tidak membaca semua ini - bahwa di situ, di Veda pertama, sama sekali tidak ada disebut tentang Tuhan. Hanya ada pemujaan tentang sesuatu yang maha-luas, diekspresikan dalam alam, dalam bumi, awan, pepohonan, dalam keindahan visi. Namun karena hal tersebut adalah sangat, sangat sederhana, para pandita berkata, itu terlalu sederhana.
9:51 A: Let's mix it up. A: Mari kita kacaukan.
9:52 K: Let's mix it up, let's confuse it a little bit. And then it began. I believe this is traceable from the ancient Vedas to the present time, where the priest became the interpreter, the mediator, the explainer, the exploiter, the man who said, this is right, this is wrong, you must believe this or you will go to perdition, and so on, so on, so on. He generated fear, not the adoration of beauty, not the adoration of life lived totally, wholly, without conflict, but something placed outside there, beyond and above, what he considered to be God and made propaganda for that. So I feel, if we could from the beginning use the word 'religion' in the simplest way, that is, the gathering of all energy, so that there is total attention, and in that quality of attention the immeasurable comes into being. Because, as we said the other day, the measurable is the mechanical. Which the West has cultivated, made marvellous, technologically, physically - medicine, science, biology, and so on, so on - which has made the world so superficial, mechanical, worldly, materialistic. And that is spreading all over the world. And in reaction to that, - this materialistic attitude - there are all these superstitious, nonsensical, unreasoned religions that are going on. I don't know if you saw the other day the absurdity of these gurus coming from India and teaching the West how to meditate, how to hold breath, they say, 'I am God, worship me', and falling at their feet, you know, it has become so absurd and childish, so utterly immature. All that indicates the degradation of the word 'religion' and the human mind that can accept this kind of circus and idiocy. K: Mari kita kacaukan, mari kita rancukan sedikit. Dan kemudian dimulailah. Saya percaya ini bisa dilacak... dari Vedas kuno hingga ke saat ini, di mana pandita menjadi penerjemah, perantara, pemberi keterangan, si pengeksploitasi, orang yg mengatakan ini yang benar, ini yang salah, Anda harus percaya ini atau Anda akan mengalami kehancuran, dan seterusnya, dan seterusnya. Dia membangkitkan rasa takut, bukan kekaguman akan keindahan, bukan kekaguman akan kehidupan... hidup secara total, penuh, tanpa konflik, tetapi sesuatu yang terletak di luar sana, di luar dan diatas, yang dia anggap sebagai Tuhan dan membuat propaganda untuk itu. Jadi saya rasa, Jika kita dapat memulai dari awal... menggunakan kata 'religi' dalam cara yang paling sederhana, yakni, penghimpunan semua energi, sehingga ada perhatian penuh, dan dalam kualitas perhatian demikian... yang tak terukur mewujud. Karena, seperti kita katakan tempo hari, yang dapat diukur adalah yang mekanis. Yang dunia Barat telah mengembangkannya, dibuat hebat, secara teknologi, fisikal, - obat-obatan, ilmu pengetahuan, biologi, dan seterusnya.. Yang telah membuat dunia begitu dangkal, mekanikal, duniawi, materialistik. Dan itu menyebar ke seluruh dunia. Dan sebagai reaksi terhadap itu, - sikap materialistik ini - ada semua takhyul ini, agama yang tidak masuk akal yang terus berlanjut. Saya tidak tahu apakah Anda tempo hari melihat... kekonyolan guru-guru ini yang datang dari india... dan mengajar dunia Barat cara bermeditasi, bagaimana menahan nafas, mereka berkata,'Saya Tuhan, pujalah saya', dan menjatuhkan diri ke kaki mereka, kamu tahu, itu telah menjadi demikian konyol... dan kekanak-kanakan, sangat tidak dewasa. Semua itu menunjukkan turunnya nilai dari kata 'religi'... dan batin manusia yang dapat menerima bentuk... sirkus dan kebodohan ini.
13:24 A: I was thinking of a remark of Sri Aurobindo in a study that he made on the Veda, where he traced its decline in this sentence. He said, it issues, as language, from sages, then it falls to the priests, and then after the priests it falls to the scholars, or the academicians. But in that study there was no statement that I found as to how it ever fell to the priests. And I was wondering whether... A: Saya teringat ucapan Sri Aurobindo... dalam sebuah studi yang dibuatnya... tentang Veda, di mana dia menelusuri kemundurannya dalam kalimat ini. Dia katakan, itu diutarakan, sebagai bahasa, dari orang-orang bijak, Kemudian itu jatuh pada para pandita, dan setelah para pandita itu jatuh ke kaum intelektual, atau para akademisi. Tetapi dalam studi tersebut tidak ada pernyataan yang saya temui... bagaimana itu pernah jatuh ke tangan para pandita. Dan saya bertanya-tanya…
13:59 K: I think it is fairly simple, sir.

A: Yes, please.
K:Saya pikir itu cukup sederhana, Tuan.

A: Ya silahakan.
14:03 K: I think it is fairly simple, how the priests got hold of the whole business. Because man is so concerned with his own petty little affairs, petty little desires, and ambitions, superficiality, he wants something a little more: he wants a little more romantic, a little more sentimental, more something other than the daily beastly routine of living. So he looks somewhere, and the priests say, 'Hey, come over here, I've got the goods'. I think it is very simple, how the priests have come in. You see it in India, you see it in the West. You see it everywhere where man begins to be concerned with daily living, the daily operation of bread and butter, house and all the rest of it, he demands something more than that. He says, after all, I'll die, but there must be something more. K: Saya pikir itu cukup sederhana, bagaimana para pandita memperoleh seluruh persoalan tersebut. Karena manusia sangat menaruh perhatian pada... urusan-urusannya yang picik, keinginan-keinginan dan ambisi-ambisi yang picik, kedangkalan, dia menginginkan sesuatu sedikit lebih banyak: dia menginginkan sedikit lebih banyak romantika, lebih sentimental, sesuatu lebih dari pada... rutinitas kehidupan sehari-hari yang menjijikkan. Lalu dia mencari-cari, dan pandita berkata, 'Hey, kemarilah, saya punya apa yang Anda cari'. Saya pikir adalah sangat sederhana, bagaimana pandita telah masuk. Anda melihatnya di India, Anda melihatnya di dunia Barat. Anda melihatnya di mana-mana, di mana orang... mulai khawatir dengan kehidupannya sehari-hari, Berlangsungnya pencarian nafkah sehari-hari, rumah dan semuanya itu, dia menuntut sesuatu yang lebih dari itu. Dia katakan, pada akhirnya, saya akan mati,- Tetapi, sesuatu yang lebih mesti ada.
15:24 A: So fundamentally it's a matter of securing for himself some... A:Jadi secara fundamental hal ini adalah suatu masalah... pengamanan untuk dirinya….
15:32 K: ...heavenly grace.

A: ...some heavenly grace that will preserve him against falling into this mournful round of coming to be and passing away. Thinking of the past on the one hand, anticipating the future on the other, you're saying he falls out of the present now.
K: ---rahmat surgawi.

A:…suatu rahmat surgawi... yang akan memempertahankan dirinya... terhadap kejatuhan ke dalam lingkaran duka cita... dari kelahiran dan kematian. Memikirkan masa lalu di satu sisi, mengantisipasi masa depan di sisi lainnya, Anda mengatakan dia sudah ke luar dari saat kini.
15:50 K: Yes, that's right.

A: I understand.
K: Ya, itu betul.

A: Saya mengerti
15:54 K: So, if we could keep to that meaning of that word 'religion', then from there the question arises: can the mind be so attentive in the total sense that the unnameable comes into being? You see, personally, I have never read any of these things: Vedas, Bhagavad-Gita, Upanishads, the Bible, all the rest of it, or any philosophy. But I questioned everything. K: Jadi, bila kita bisa mempertahankan... arti dari kata 'religi' itu, lalu dari sana pertanyaan muncul: dapatkah batin... berada dalam perhatian sedemikian rupa, dalam arti menyeluruh... sehingga yang tak dikenal mewujudkan dirinya? Anda lihat, secara pribadi, saya tidak pernah membaca hal-hal ini: Vedas, Bhagavad-Gita, Upanishads, Alkitab, semuanya itu, atau filsafat apapun. Tapi saya mempertanyakan segalanya.
16:44 A: Yes. A: Ya
16:47 K: Not questioned only, but observed. And one sees the absolute necessity of a mind that is completely quiet. Because it's only out of quietness you perceive what is happening. If I am chattering, I won't listen to you. If my mind is constantly rattling away, what you are saying I won't pay attention. To pay attention means to be quiet. K: Tidak hanya mempertanyakan, tetapi mengamati. Dan seseorang melihat kebutuhan mutlak... akan suatu batin yang betul betul diam. Karena hanya dari keheningan... Anda melihat apa yang terjadi. Jika saya ngoceh, saya tidak akan mendengarkan Anda. Jika batin saya terus-menerus bergerak, apa yang Anda katakan saya tidak akan perhatikan. Menaruh perhatian artinya dalam keadaan diam.
17:35 A: There have been some priests, apparently - who usually ended up in a great deal of trouble for it - there have been some priests, who had, it seems, a grasp of this. I was thinking of Meister Eckhart's remark that whoever is able to read the book of nature, doesn't need any scriptures at all. A: Ada pandita-pandita tertentu, rupanya... - yang karenanya, biasanya berakhir dengan banyak masalah - ada pandita-pandita tertentu, yang kelihatannya memahami hal ini. Saya terpikir akan pernyataan Meister Eckhart, bahwa... siapapun yang mampu membaca Kitab Alam, tidak membutuhkan naskah-naskah suci apa pun.
17:57 K: At all, that's just it, sir. K: Apa pun, demikianlah, Tuan.
17:58 A: Of course, he ended up in very great trouble. Yes, he had a bad time toward the end of his life, and after he died the church denounced him. A: Tentunya, dia berakhir dalam masalah amat besar. Ya, dia mengalami masa yang buruk di akhir hidupnya, dan setelah meninggal gereja mencelanya.
18:09 K: Of course, of course. Organised belief as church and all the rest of it, is too obvious! It isn't subtle, it hasn't got the quality of real depth and real spirituality. You know what it is.

A: Yes, I do.
K: Tentu saja, tentu saja. Kepercayaan yang diorganisir seperti gereja dan semua yang lainnya, itu teramat nyata! Itu kasar, tidak mempunyai kualitas... akan kedalaman dan spiritualitas yang sesungguhnya. Anda tahu tentang apa ini.

A: Ya
18:28 K: So, I'm asking: what is the quality of a mind, - therefore heart and brain - what is the quality of a mind that can perceive something beyond the measurement of thought? What is the quality of a mind? Because that quality is the religious mind. That quality of a mind that is capable, that has this feeling of being sacred in itself, and therefore is capable of seeing something immeasurably sacred. K: Jadi, saya bertanya: apakah kualitas dari batin, - karenanya, perasaan dan pikiran - apakah kualitas dari suatu batin... yang dapat mempersepsikan sesuatu di luar pengukuran pikiran? Apakah kualitas dari suatu batin? Karena kualitas itu adalah batin yang religious. Kualitas dari suatu batin yang mampu, yang mempunyai rasa kesucian ini dalam dirinya, dan karenanya mampu melihat sesuatu... kesucian yang tak terukur.
19:27 A: The word 'devotion' seems to imply this, when it is grasped in its proper sense. To use your earlier phrase 'gathering together toward a one-pointed, attentive..'. A: Kata 'pemujaan' agaknya mengisyaratkan ini, ketika di pahami dalam artinya yang tepat. Menggunakan frasa Anda yang terdahulu... 'melakukan penghimpunan menuju suatu titik-tunggal, perhatian penuh...'
19:47 K: Would you say attention is one-pointed? K: Apakah Anda mengatakan perhatian bersifat titik-tunggal?
19:50 A: No, I didn't mean to imply focus when I said one-pointed. A:Tidak, saya tidak bermaksud mengartikan... fokus ketika saya mengatakan titik-tunggal.
19:54 K: Yes, that's what I wondered.

A: I meant, rather, integrated into itself as utterly quiet and unconcerned about taking thought for what is ahead or what is behind. Simply being there. The word 'there' isn't good either, because it suggests that there is a 'where' and 'here', and all the rest of it. It is very difficult to find, it seems to me, language to do justice to what you are saying, precisely because when we speak, utterance is in time and it is progressive, it has a quality, doesn't it, more like music than we see in graphic art. You can stand before a picture, whereas to hear music and grasp its theme you virtually have to wait until you get to the end and gather it all up.
K: Ya, itu yang saya pertanyakan.

A: Yang saya maksud, sebaliknya,... menyatukan ke dalam dirinya sebagai... keheningan total dan tidak peduli terhadap pikiran... baik yang di depan maupun yang di belakang. Hanya berada di situ. Kata 'di situ' tidak tepat juga, karena itu mengesankan bahwa... adanya suatu 'di situ' dan 'di-sini' dan seterusnya. Sangat sulit untuk menemukan, nampaknya bagi saya, bahasa... yang tepat, bagi apa yang Anda sampaikan, justru karena ketika kita berbicara, ucapan adalah dalam waktu dan progresif. Dia mempunyai kualitas, bukankan demikian, seperti musik... daripada apa yang kita lihat dalam seni grafis. Kita bisa berdiri di depan lukisan, sedangkan mendengarkan musik dan menangkap temanya... Anda sebenarnya harus menunggu... hingga Anda mencapai bagian akhir dan menghimpun semuanya.
21:01 K: Quite.

A: And with language you have the same difficulty.
K: Benar.

A: Dan dengan bahasa... Anda memiliki kesulitan yang sama.
21:05 K: No, I think, sir, don't you, when we are enquiring into this problem: what is the nature and the structure of a mind, and therefore the quality of a mind, that is not only sacred and holy in itself, but is capable of seeing something immense? As we were talking, the other day, about suffering, personal and the sorrow of the world, it isn't that we must suffer, suffering is there. Every human being has a dreadful time with it. And there is the suffering of the world. And it isn't that one must go through it, but as it is there, one must understand it and go beyond it. And that's one of the qualities of a religious mind, in the sense we are using that word, that is incapable of suffering. It has gone beyond it. Which doesn't mean that it becomes callous. On the contrary, it is a passionate mind. K: Tidak, saya pikir, Tuan, apakah Anda tidak, ketika kita mendalami masalah ini:... apakah sifat dan struktur suatu batin, hadir batin yang berkualitas yang tidak hanya keramat dan suci dalam dirinya, tapi mampu melihat sesuatu yang agung? Ketika kita tempo hari membicarakan tentang penderitaan, kesedihan personal dan dunia, tidak berarti kita harus menderita, penderitaan ada di situ. Setiap umat manusia pernah mengalami yang menakutkan dengan itu. Dan ada penderitaan dunia. Dan itu tidak berarti orang harus mengalaminya, tetapi karena sudah ada di situ, orang harus memahaminya... dan melampauinya. Dan itulah salah satu kualitas dari suatu batin yang religious, dalam makna yang kita gunakan untuk kata itu, yang tidak mampu untuk menderita. Ia telah melampauinya. Yang tidak berarti bahwa ia menjadi tidak berperasaan, Sebaliknya, itu suatu batin yang bergairah.
22:57 A: One of the things that I have thought much about during our conversations is language itself. On the one hand, we say such a mind, as you have been describing, is one that is present to suffering. It does nothing to push it away, on the one hand, and yet, it is somehow able to contain it, not put it in a vase or barrel and contain it in that sense, and yet the very word itself 'to suffer' means to under-carry. And it seems close to under-stand. Over and over again in our conversations I have been thinking about the customary way in which we use language, as a use that deprives us of really seeing the glory of what the word points to itself, in itself. I was thinking about the word 'religion' when we were speaking earlier. Scholars differ as to where that came from: on the one hand some say that it means to bind. A: Salah satu hal yang saya banyak pikirkan... selama pembicaraan kita adalah bahasa itu sendiri. Di satu sisi, kita mengatakan... suatu batin seperti yang telah Anda gambarkan, adalah suatu batin yang terbuka pada penderitaan. Tidak ada apapun yang dilakukannya untuk menyingkirkan derita, di satu sisi, dan meski demikian, entah bagaimana ia dapat menampungnya, tidak menaruhnya dalam vas atau tong... dan menyimpannya dalam arti itu, dan meski demikian, kata itu sendiri... 'to suffer' ('menderita') artinya 'to under-carry'. Dan itu agaknya dekat dengan 'to understand' (memahami). Berulang kali dalam pembicaraan-pembicaraan kita... saya memikirkan perihal... cara lazim dalam kita menggunakan bahasa, sebagai suatu penggunaan... menghalangi kita untuk benar-benar melihat keagungan... dari apa yang kata itu tunjukkan, dalam dirinya. Saya sedang berpikir perihal kata 'religi'... ketika kita berbicara sebelumnya. Para cendekiawan berbeda pendapat dari mana asalnya: satu sisi beberapa orang mengatakan artinya mengikat,
24:29 K: Bind - ligare.

A: The Church Fathers spoke about that. And then others say, no, no, it means the numinous, or the splendour, that cannot be exhausted by thought. It seems to me that, wouldn't you say, that there is another sense to 'bind' that is not a negative one, in the sense that if one is making this act of attention, one isn't bound as with cords of ropes. But one is there, or here.
K: Mengikat - ligare

A:Para Bapa Gereja membicarakannya. Dan yang lain bilang bukan, bukan , itu artinya panggilan Ilahi, Atau Kemegahan, yang tidak bisa dihabiskan oleh pikiran, yang tampak bagi saya bahwa, tidakkah Anda akan mengatakan, bahwa... ada arti lain dari kata 'mengikat'... yang konotasinya tidak negatif, dalam hal seseorang melakukan tindakan perhatian, seseorang tidak terikat dalam tali temali. Tetapi seseorang ada di sana atau di sini.
25:11 K: Sir, now again, let's be clear. When we use the word 'attention', there is a difference between concentration and attention. Concentration is exclusion. I concentrate. That is, bring all my thinking to a certain point, and therefore it is excluding, building a barrier, so that it can focus its whole concentration on that. Whereas attention is something entirely different from concentration. In that there is no exclusion. In that there is no resistance. In that there is no effort. And therefore no frontier, no limits. K: Tuan, marilah sekarang ini kita perjelas. Ketika kita menggunakan kata 'perhatian'... ada perbedaan dalam arti konsentrasi dan perhatian. Konsentrasi adalah pengecualian. Saya berkonsenstrasi, yaitu membawa semua pikiran saya ke suatu titik, dan karenanya itu bersifat menyingkirkan, membangun suatu pembatas, agar dapat fokus... seluruh konsentrasi padanya. Sedangkan perhatian... adalah sesuatu yang sepenuhnya berbeda dari konsentrasi. Didalamnya tidak ada penyingkiran. Di dalamnya tidak ada penolakan. Tidak ada daya upaya. Sehingga tidak ada garis perbatasan, tidak ada batasan.
26:20 A: How would you feel about the word 'receptive' in this respect? A:Bagaimana Anda akan... menanggapi kata 'penerimaan' dalam hal ini?
26:27 K: Again, who is it that is to receive? K:Lagi-lagi, siapa yang menerima?
26:35 A: Already we have made a division.

K: A division.
A:Kita sudah membuat suatu pemisahan.

K: Sebuah pemisahan
26:37 A: With that word.

K: Yes. I think the word 'attention' is really a very good word. Because it not only understands concentration, not only sees the duality of reception - the receiver and the received - and also it sees the nature of duality and the conflict of the opposites, and attention means not only the brain giving its energy, but also the mind, the heart, the nerves, the total entity, the total human mind giving all its energy to perceive. I think that is the meaning of that word, for me at least, to be attentive, attend. Not concentrate - attend. That means listen, see, give your heart to it, give your mind to it, give your whole being to attend, otherwise you can't attend. If I am thinking about something else I can't attend. If I am hearing my own voice, I can't attend.
A: Dengan kata itu .

K: Ya Saya pikir kata 'perhatian' sesung- guhnya sebuah kata yang tepat. Karena itu tidak hanya memahami konsentrasi, tidak hanya melihat dualitas dari penerimaan... -penerima dan yang diterima- dan juga melihat sifat dari dualisme... dan konflik dari yang berlawanan, dan perhatian berarti... tidak hanya otak memberikan energinya, tapi juga batin, perasaan, syaraf, seluruh entitas, seluruh batin manusia memberikan semua energinya untuk melihat. Saya pikir itulah arti dari kata itu, setidaknya bagi saya, untuk berperhatian, hadir. Bukan konsentrasi - hadir. Artinya mendengar, melihat, berikan seluruh perasaan, berikan seluruh batin padanya, berikan seluruh keberadaan Anda untuk hadir. kalau tidak Anda tidak bisa hadir. Jika saya memikirkan suatu hal lain saya tidak bisa hadir. Jika saya mendengarkan suara saya sendiri, saya tidak bisa hadir.
28:13 A: There is a metaphorical use of the word 'waiting' in scripture. It's interesting that, in English too, we use the word 'attendant' in terms of one who waits on. I'm trying to penetrate the notion of waiting and patience in relation to this. A: Ada sebuah metafora penggunaan kata 'menunggu'... dalam naskah. Adalah menarik bahwa, dalam bahasa Inggris juga, kita menggunakan kata 'pembantu'... dalam arti seseorang yang menunggu. Saya berusaha mendalami suatu gagasan menunggu... dan kesabaran terkait dengan hal ini.
28:41 K: I think, sir, waiting again means 'one who is waiting for something'. Again, there is a duality in that. And when you wait you are expecting. Again a duality. One who is waiting, about to receive. So, if we could for the moment hold ourselves to that word 'attention', then we should enquire, what is the quality of a mind that is so attentive that it has understood, lives, acts in relationship and responsibility as behaviour, and has no fear psychologically in that we talked about, and therefore understands the movement of pleasure. Then we come to the point, what is such a mind? I think it would be worthwhile if we could discuss the nature of hurt. K: Saya pikir, Tuan, menunggu lagi-lagi artinya... 'seseorang yang menunggu untuk sesuatu'. Sekali lagi, ada dualisme di situ. Dan ketika Anda menunggu, Anda berharap. Sekali lagi suatu dualisme. Orang yang menunggu, akan menerima. Jadi, jika kita dapat untuk saat ini berpegang pada kata itu... 'perhatian', lalu kita seharusnya menyelidiki, apa kualitas suatu batin... yang demikian berperhatian... sehingga ia paham, hidup, bertindak... dalam hubungan dan tanggung jawab sebagai perilaku, dan tidak punya rasa takut psikologis... dalam hal yang telah kita bicarakan, dan karenanya memahami gerak kesenangan. Kemudian kita sampai pada titik, batin seperti apakah itu? Saya pikir adalah bermanfaat bila kita bisa mendiskusikan... sifat dari terluka.
30:13 A: Of hurt? Yes. A: Terluka? Ya
30:15 K: Why human beings are hurt? All people are hurt. K: Mengapa umat manusia terluka? Semua orang terluka.
30:25 A: You mean both the physical and the psychological? A: Maksud Anda baik fisik maupun psikologis?
30:27 K: Psychological especially. K: Psikologis khususnya.
30:29 A: Especially the psychological one, yes. A: Khususnya yang psikologis, ya.
30:31 K: Physically we can tolerate it. We can bear up with a pain and say, I won't let it interfere with my thinking. I won't let it corrode my psychological quality of mind. The mind can watch over that. But the psychological hurts are much more important and difficult to grapple with and understand. I think it is necessary because a mind that is hurt is not an innocent mind. The very word 'innocent' comes from 'innocere', not to hurt. A mind that is incapable of being hurt. And there is a great beauty in that. K: Yang fisikal kita bisa mentolerirnya. Kita bisa bertahan terhadap suatu rasa sakit dan berkata, Saya tidak akan membiarkan ini mempengaruhi pikiran saya. Saya tidak akan membiarkannya me- rusak kualitas batin psikologis saya. Batin dapat mengawasi itu. Tetapi luka psikologis jauh lebih... penting dan sulit digeluti dan dipahami. Saya pikir adalah perlu karena... suatu batin yang terluka bukan suatu batin yang polos. Akar kata 'innocent' (polos) berasal dari... 'innocere', tidak melukai. Suatu batin yang tidak dapat terluka. Dan ada suatu keindahan yang agung di dalamnya.
31:22 A: Yes, there is. It's a marvellous word. We have usually used it to indicate a lack of something. A: Ya, ada. Itu sebuah kata yang menakjubkan. Kita biasanya memakainya untuk meng- indikasikan ada sesuatu yang kurang.
31:33 K: I know.

A: Yes, and there it's turned upside down again.
K:Saya tahu.

A:Ya, dan itu dijungkir balikkan lagi.
31:36 K: And the Christians have made such an absurd thing of it. K:Dan orang Kristen telah membuat se- suatu yang amat menggelikan darinya.
31:39 A: Yes, I understand that. A: Ya, saya memahaminya.
31:42 K: So, I think we ought to, in discussing religion, we ought to enquire very, very deeply the nature of hurt, because a mind that is not hurt is an innocent mind. And you need this quality of innocency to be so totally attentive. K:Maka, saya pikir kita harus, dalam mendiskusikan religi, kita seharusnya menggali sangat, sangat dalam... sifat dari rasa terluka, karena batin yang tidak terluka adalah batin yang polos. Dan Anda membutuhkan kualitas kepolosan ini... untuk menjadi berperhatian secara total.
32:15 A: If I have been following you correctly, I think maybe you would say that one becomes hurt when he starts thinking about thinking that he is hurt. A: Jika saya benar mengikuti Anda, saya pikir barangkali... Anda ingin mengatakan bahwa... Seseorang menjadi terluka... ketika dia mulai berpikir tentang pemikiran dia terluka.
32:30 K: Look, sir, it's much deeper than that, isn't it? From childhood the parents compare the child with another child. K: Lihat, Tuan, adalah lebih dalam dari itu, bukankah demikian? Dari masa kanak-kanak... para orang tua membandingkan anak dengan anak lainnya.
32:44 A: That's when that thought arises.

K: There it is. When you compare, you are hurting.

A: Yes.
A:Itu adalah ketika pemikiran itu timbul.

K:Itulah Ketika Anda membandingkan, Anda terluka.

A: Ya
32:52 K: No, but we do it.

A: Oh yes, of course we do it.
K:Tidak, tapi kita melakukannnya.

A:Oh ya, tentunya kita melakukannya.
32:57 K: Therefore, is it possible to educate a child without comparison, without imitation? And therefore never get hurt in that way. And one is hurt because one has built an image about oneself. The image, which one has built about oneself, is a form of resistance, a wall between you and me. And when you touch that wall at its tender point, I get hurt. So not to compare in education, not to have an image about oneself. That's one of the most important things in life not to have an image about oneself. If you have, you are inevitably going to be hurt. Suppose one has an image that one is very good, or that one should be a great success, or that one has great capacities, gifts - you know, the images that one builds - inevitably you are going to come and prick it. Inevitably accidents and incidents happen, that's going to break that, and one gets hurt. K:Karenanya, apakah mungkin... mendidik seorang anak tanpa membandingkan, tanpa meniru? Dengan demikian tidak akan terluka dengan cara itu. Dan seseorang terluka... karena seseorang telah membangun suatu citra tentang dirinya. Citra tersebut, yang telah dibangun tentang dirinya, adalah sebuah bentuk penolakan, sebuah dinding antara Anda dan saya. Dan ketika Anda menyentuh dinding tersebut... pada titiknya yang peka, saya terluka. Jadi tidak membandingkan dalam pendidikan, tidak memiliki citra mengenai diri sendiri. Itu adalah hal yang paling penting dalam kehidupan, tidak memiliki citra mengenai diri sendiri. Jika anda memilikinya, Anda tidak terhindarkan akan terluka. Misalkan seseorang memiliki citra bahwa ia seorang yang baik, atau seseorang yang seharusnya amat berhasil, atau seseorang yang berkemampuan besar, berbakat... - Anda tahu, citra-citra yang orang bangun - tidak terhindarkan Anda akan datangi dan menusuknya. Tidak terhindarkan, kecelakaan dan peristiwa terjadi, yang akan menghancurkan itu, dan seseorang terluka.
34:36 A: Doesn't this raise the question of name? A:Apakah ini tidak menimbulkan pertanyaan tentang nama?
34:39 K: Oh yes.

A: The use of name.
K: Oh Ya.

A: Penggunaan sebuah nama.
34:41 K: Name, form. K:Nama, bentuk.
34:44 A: The child is given a name, the child identifies himself with the name. A:Anak diberi sebuah nama, si anak mengidentifikasikan dirinya dengan nama itu.
34:48 K: Yes, the child can identify itself, but, without the image, just a name - Brown, Mr. Brown - there is nothing to it! But the moment he builds an image that Mr. Brown is socially, morally different, superior, or inferior, ancient, or comes from a very old family, belongs to a certain higher class, aristocracy. The moment that begins, and when that is encouraged and sustained by thought - snobbism, you know the whole of it, how it is - then you are inevitably going to be hurt. K: Ya, anak dapat mengidentifikasi dirinya, tapi tanpa citra, cuma sebuah nama. - Brown, Mr. Brown - tidak ada apa-apa padanya! Tapi pada saat dia membangun se- buah citra bahwa Mr. Brown adalah... secara sosial, secara moral berbeda, hebat atau rendah diri, kuno atau datang dari keluarga amat tua, bagian dari kelas sosial tinggi tingkat tertentu, ningrat. Saat momen itu dimulai, dan ketika itu disemangati dan dipertahankan oleh pikiran... - gila hormat, Anda tahu semua itu, bagaimana itu - maka Anda secara pasti akan terluka.
35:39 A: What you are saying, I take it, is that there is a radical confusion here involved in the imagining oneself to be his name. A:Apa yang Anda katakan, saya mengartikannya, adalah bahwa... adanya kebingungan radikal di sini... yang menyangkut dalam mengimajinasi- kan dirinya dengan namanya.
35:51 K: Yes. Identification with the name, with the body, with the idea that you are socially different, that your parents, your grandparents were lords, or this, or that. You know, the whole snobbism of England, and all that, and the different kind of snobbism in this country. K:Ya. Identifikasi dengan nama, dengan badan, dengan ide bahwa secara sosial Anda berbeda bahwa orangtua, atau kakek-nenek Anda adalah orang-orang bangsawan, atau ini atau itu. Anda tahu, seluruh keangkuhan di Inggris, dan semuanya itu, dan berbagai jenis keangkuhan lainnya di negara ini.
36:14 A: We speak in language of preserving our name.

K: Yes. And in India it is the Brahmin, the non-Brahmin, the whole business of that. So, through education, through tradition, through propaganda we have built an image about ourselves.
A:Kita berbicara dalam bahasa yang mempertahankan nama kita.

K: Ya Dan di india, adalah kaum Brahmana, bukan-Brahmana, seluruh urusan itu. Jadi, melalui pendidikan, melalui tradisi, melalui propaganda kita telah membuat citra tentang diri kita.
36:36 A: Is there a relation here in terms of religion, would you say, to the refusal, for instance, in the Hebraic tradition to pronounce the name of God. A:Apakah ada hubungannya disini... dalam kaitan dengan religi, apakah Anda akan mengatakan, terhadap penolakan, sebagai contoh, dalam tradisi Hebraic... untuk mengucapkan nama Tuhan.
36:50 K: The word is not the thing anyhow. So you can pronounce it or not pronounce it. If you know the word is never the thing, the description is never the described, then it doesn't matter. K:Walau bagaimanapun kata bukan bendanya. Jadi Anda dapat mengucapkannya atau tidak mengucapkannya. Jika Anda tahu kata tidak pernah bendanya, penggambaran tidak pernah yang digambarkan, maka hal itu tidak masalah.
37:05 A: No. One of the reasons I've always been over the years deeply drawn to the study of the roots of words is simply because for the most part they point to something very concrete. It's either a thing, or it's a gesture, more often than not it's some act. A:Tidak. Salah satu alasan saya selalu, bertahun-tahun secara mendalam tertarik... pada mempelajari akar kata secara sederhana karena... sebagian besar mereka merujuk pada sesuatu yang amat nyata. Adalah baik berupa suatu benda atau suatu gerak- isyarat, lebih sering dari pada tidak, merupakan tindakan tertentu.
37:31 K: Quite, quite.

A: Some act. When I used the phrase 'thinking about thinking' before, I should have been more careful of my words and referred to mulling over the image, which would have been a much better way to put it, wouldn't it?

K: Yes, yes.
K:Benar, benar

A:Tindakan tertentu. Ketika saya menggunakan frasa 'ber- pikir perihal berpikir' sebelumnya, saya seharusnya lebih hati-hati menggunakan kata-kata saya... dan merujuk pada pertimbangan tentang citra, yang akan merupakan cara yang jauh lebih baik... untuk menyatakannya, bukankan demikian?

K:Ya, ya
37:47 A: Yes, yes.

K: So, can a child be educated never to get hurt? And I have heard professors, scholars say, a child must be hurt in order to live in the world. And when I asked him, 'Do you want your child to be hurt?' he kept absolutely quiet. He was just talking theoretically. Now, unfortunately, through education, through social structure and the nature of our society in which we live, we have been hurt, we have images about ourselves, which are going to be hurt, and is it possible not to create images at all? I don't know if I am making myself clear.

A: You are.
A:Ya, ya.

K:Jadi, dapatkah seorang anak... dididik agar tidak pernah terluka? Dan saya telah mendengar para professor, para sarjana berkata, seorang anak harus dilukai agar dapat hidup di dunia. Ketika saya tanya padanya, 'Apakah Anda mau anak Anda terluka?' dia terdiam seribu bahasa. Dia bicara hanya secara teoritis. Sekarang, sayangnya melalui pendidikan, melalui struktur sosial... dan sifat dari masyarakat kita dalam mana kita hidup, kita telah terluka, kita memiliki citra tentang diri kita, yang mana akan terluka, dan apakah mungkin tidak menciptakan citra sama sekali? Saya tidak tahu apakah saya membuat diri saya jelas.

A:Jelas.
38:55 K: That is, suppose I have an image about myself, which I haven't fortunately, if I have an image, is it possible to wipe it away, to understand it and therefore dissolve it, and never to create a new image about myself? You understand? Living in a society, being educated, I have built an image, inevitably. Now, can that image be wiped away? K:Anggap saya mempunyai citra perihal diri saya, yang untungnya saya tidak punya, jika saya punya sebuah citra, apakah mungkin menghapusnya, untuk memahaminya dan karenanya mengakhirinya, dan tidak pernah membuat sebuah citra diri baru? Anda memahaminya? Hidup dalam masyarakat, terdidik, saya telah membangun suatu citra, tidak terhindarkan. Sekarang, apakah citra itu bisa dihapus?
39:36 A: Wouldn't it disappear with this complete act of attention? A:Bukankan itu akan lenyap dengan... dengan tindakan tuntas dari perhatian?
39:39 K: That's what I'm coming to, gradually. It would totally disappear. But I must understand how this image is born. I can't just say, 'Well, I'll wipe it out'. K:Hal itu yang sedang saya datangi, secara bertahap. Citra itu akan lenyap selamanya. Tapi saya harus memahami bagaimana citra ini lahir. Saya tidak dapat dengan sekedar ber- kata, 'Baik, saya akan menghapusnya'.
39:55 A: Yes, we have to... A:Ya, kita harus...
39:56 K: Use attention as a means of wiping it out - it doesn't work that way. In understanding the image, in understanding the hurts, in understanding the education, in which one has been brought up in the family, in the society - all that, in the understanding of that, out of that understanding comes the attention, not the attention first and then wipe it out. You can't attend if you're hurt. If I am hurt, how can I attend? Because that hurt is going to keep me, consciously or unconsciously, from this total attention. K:Menggunakan perhatian sebagai sarana penghapusannya... - hal itu tidak bekerja seperti demikian jalannya. Dalam memahami citra, dalam memahami luka-luka, dalam memahami pendidikan, dalam mana seseorang telah dibesarkan... dalam keluarga, dalam masyarakat, semua itu, dalam memahami hal itu, ke luar dari pemahaman datang perhatian, bukan perhatian dulu dan kemudian menghapusnya. Anda tidak dapat hadir jika Anda terluka. Jika Saya terluka, bagaimana saya bisa hadir? Karena luka itu akan mengendalikan saya, baik secara sadar maupun tidak sadar, dari kesadaran penuh ini.
40:45 A: The amazing thing, if I'm understanding you correctly, is that, even in the study of the dysfunctional history - provided I bring total attention to that - there's going to be a non-temporal relationship between...

K: Absolutely, that's right.
A:Hal yang menakjubkan, jika saya memahami Anda secara benar, adalah bahwa, bahkan dalam studi tentang sejarah yang gagal... - asalkan saya membawa kesadaran penuh pada hal itu - akan ada sesuatu yang tidak sementara sifatnya... dalam hubungan antara….

K:Tepat, itu benar.
41:04 A: ...the act of attention and the healing that takes place. While I'm attending the thing is leaving.

K: The thing is leaving, yes, that's it.

A: We've got 'thinging' along here throughout. Yes, exactly.
A:...tindakan perhatian dan penyembuhan yang terjadi. Ketika saya sedang hadir... hal itu pergi.

K: Hal itu pergi, ya, demikianlah.

A:Kita telah memiliki... 'hal itu' selama ini. Ya, tepat.
41:17 K: So, there are two questions involved: can the hurts be healed, so that not a mark is left, and can future hurts be prevented completely, without any resistance. You follow? Those are two problems. And they can be understood only and resolved, when I give attention to the understanding of my hurts. When I look at it, not translate it, not wish to wipe them away, just to look at it - as we went into that question of perception - just to see my hurts. The hurts I have received: the insults, the negligence, the casual word, the gesture - all those hurt. And the language one uses, specially in this country. K:Jadi, ada dua pertanyaan terlibat:... dapatkah luka disembuhkan, se- hingga tidak ada bekas yang tersisa, dan dapatkah di kemudian hari luka-luka secara total dicegah, tanpa ada hambatan apa pun. Anda mengikuti? Itu adalah dua masalah. Dan itu hanya dapat dimengerti, dan diatasi, ketika saya memberikan perhatian pada pemahaman luka saya. Ketika saya mengamatinya, tidak menerjemahkannya, tidak berharap menghapusnya, hanya mengamatinya saja... - selagi kita mendalami persoalan persepsi itu - hanya melihat luka saya. Luka yang telah saya terima: penghinaan, pelalaian,... kata sambil lalu, gerak- gerik... - semua luka itu. Dan bahasa yang seseorang gunakan, khususnya di negara ini.
42:39 A: Oh yes, yes. There seems to be a relationship between what you are saying and one of the meanings of the word 'salvation'. A: Oh ya, ya. Kelihatannya ada hubungan antara... apa yang Anda katakan... dan salah satu dari arti kata 'salvation' ('keselamatan').
42:55 K: 'Salvare' - to save. K: 'Salvare' - menyelamatkan.
42:56 A: To save.

K: To save.
A: Menyelamatkan

K: Menyelamatkan
42:58 A: To make whole.

K: To make whole. How can you be whole, sir, if you are hurt?
A: Membuat utuh.

K: Membuat utuh. Bagaimana Anda bisa menjadi utuh, Tuan, Jika Anda terluka?
43:05 A: Impossible. A: Tidak mungkin
43:06 K: Therefore it is tremendously important to understand this question. K: Maka adalah sangat penting... untuk memahami pertanyaan ini.
43:09 A: Yes, it is. But I am thinking of a child who comes to school, who has already got a freight car filled with hurts.

K: I know - hurts.
A: Ya, demikianlah. Tetapi saya memikirkan seorang anak yang pergi ke sekolah, yang sudah mendapatkan beban... terisi dengan luka.

K: Saya tahu - luka.
43:17 A: We are not dealing with a little one in the crib now, but we're already...

K: We are already hurt.
A:Kita tidak berurusan dengan anak kecil di dalam box bayi sekarang, tetapi kita sudah…

K:Kita sudah terluka.
43:24 A: Already hurt. And hurt because it's hurt. And it multiplies endlessly.

K: Of course. From that hurt he's violent. From that hurt he is frightened and therefore withdrawing. From that hurt, he will do neurotic things. From that hurt he will accept anything that gives him safety - God, his idea of God is a god who will never hurt.
A:Sudah terluka. Dan merasa terluka karena itu terluka. Dan berkembang tanpa henti.

K:Tentu saja. Dari terluka itu, dia menjadi keras. Dari terluka itu dia menjadi takut dan karenanya menarik diri. Dari terluka itu, dia akan melakukan hal-hal neurotik. Dari terluka itu dia akan menerima... apapun yang memberi dia keamanan - Tuhan, ide dia tentang Tuhan adalah tuhan yang tidak pernah melukai.
44:00 A: Sometimes a distinction is made between ourselves and animals with respect to this problem. An animal, for instance, that has been badly hurt will be disposed toward everyone in terms of emergency and attack.

K: Attack.
A:Kadang-kadang perbedaan dibuat antara... antara kita dan hewan dalam kaitan masalah ini. Seekor hewan, sebagai contoh, yang telah sangat terluka... akan menjauhi setiap orang... dalam keadaan darurat dan serangan.

K: Serangan.
44:22 A: But over a period of time - it might take 3-4 years - if the animal is loved and... A:Namun selewat jangka waktu tertentu... - mungkin butuh 3-4 tahun - jika hewan itu dicintai dan….
44:31 K: So, sir, you see, you said - loved. We haven't got that thing. K:Jadi, Tuan, Anda lihat, Anda mengatakan - dicintai. Kita tidak mempunyai itu.
44:40 A: No.

K: And parents haven't got love for their children. They may talk about love. Because the moment they compare the younger to the older they have hurt the child. 'Your father was so clever, you are such a stupid boy'. There you have begun. In schools, when they give you marks, it is a hurt - not marks - it is a deliberate hurt! And that is stored, and from that there is violence, there is every kind of aggression, you know, all that takes place. So, a mind cannot be made whole or is whole unless this is understood very, very deeply.
A: Tidak.

K:Dan orang tua tidak mempunyai cinta untuk anaknya. Mereka boleh saja berbicara tentang cinta. Sebab begitu mereka membandingkan... yang lebih muda terhadap yang lebih tua... mereka telah melukai sang anak. 'Ayah Anda demikian pintarnya, Anda adalah anak demikian bodohnya. Di situlah Anda memulainya. Di sekolah-sekolah, ketika mereka memberi Anda nilai-nilai, itu suatu luka - bukan nilai-nilai - itu suatu luka yang disengaja! Dan itu disimpan, dan dari situ ada kekerasan, ada semua jenis agresi, Anda tahu, semua itu terjadi. Jadi, batin tidak dapat dibuat utuh atau utuh... kecuali hal ini dipahami sangat, sangat mendalam.
45:42 A: The question that I had in mind before regarding what we have been saying is that this animal, if loved, will, - provided we are not dealing with brain damage or something - will, in time, love in return. But the thought is that with the human person love cannot be in that sense coerced. It isn't that one would coerce the animal to love, but that the animal, because innocent, does in time simply respond, accept.

K: Accept, of course.
A:Pertanyaan yang sebelumnya saya ingat ... perihal yang telah kita bicarakan... tentang hewan ini, jika dicintai, akan, - asalkan kita tidak berurusan dengan kerusakan otak atau sesuatu - dengan berlangsungnya waktu, cinta akan kembali. Namun pemikirannya adalah bahwa dengan manusia... cinta,dalam arti demikian, tidak dapat dipaksakan. Bukannya seseorang akan memaksa hewan untuk mencintai, tapi hewan itu, karena polos, dengan jalannya waktu akan merespon, menerima.

K:Menerima, tentu saja.
46:22 A: But then a human person is doing something we don't think the animal is.

K: No. The human being is being hurt and is hurting all the time.
A:Tapi seorang manusia melakukan sesuatu... yang kita tidak pikir hewan melakukannya.

K:Tidak Manusia terluka dan sepanjang waktu melukai.
46:32 A: Exactly. Exactly. While he is mulling over his hurt, then he is likely to misinterpret the very act of generosity of love that is made toward him. So we are involved in something very frightful here: by the time the child comes into school, seven years old... A:Persis, Persis Sambil ia merenungkan tentang lukanya, kemudian ia... mungkin salah mengartikan kemuliaan dari cinta... yang ditujukan terhadap dia. Maka kita terlibat dalam hal yang amat mengerikan di sini: saat si anak masuk sekolah, umur 7 tahun….
46:53 K: ...he is already gone, finished, tortured. There is the tragedy of it, sir, that is what I mean. K:…dia sudah terkondisi, selesai, tersiksa. Itulah tragedinya, Tuan, itulah yang saya maksudkan.
46:59 A: Yes, I know. And when you ask the question, as you have: is there a way to educate the child, so that the child... A:Ya saya tahu. Dan ketika anda bertanya, seperti telah Anda lakukan: adakah cara mendidik anak sehingga anak…..
47:11 K: ...is never hurt. That is part of education, that is part of culture. Civilisation is hurting. Sir, look, you see this everywhere all over the world, this constant comparison, constant imitation, constant saying, you are that, I must be like you. I must be like Krishna, like Buddha, like Jesus - you follow? That's a hurt. Religions have hurt people. K:...tidak pernah terluka. Itu adalah bagian dari pendidikan, itulah bagian dari budaya. Peradaban melukai. Tuan, lihat, Anda melihat ini di mana-mana di seluruh dunia, Pembandingan terus menerus ini, imitasi terus menerus, ucapan terus menerus, Anda adalah itu, saya harus seperti Anda saya harus seperti Krishna, seperti Buddha, seperti Jesus - Anda mengikuti? Itu adalah sebuah luka. Agama telah melukai orang.
48:02 A: The child is born to a hurt parent, sent to a school where it is taught by a hurt teacher. Now you are asking: is there a way to educate this child, so that the child recovers.

K: I say it is possible, sir.
A:Seorang anak lahir dari orang tua yang terluka, dikirim ke sekolah di mana dia diajari oleh guru yang terluka. Sekarang Anda bertanya: Apakah ada cara mendidik anak, sehingga anak ini dapat baik kembali.

K: Saya katakan itu mungkin, Tuan.
48:21 A: Yes, please. A: Ya, silahkan
48:22 K: That is, when the teacher realises, when the educator realises he is hurt and the child is hurt, he is aware of his hurt and he is aware also of the child's hurt, then the relationship changes. Then he will, in the very act of teaching, mathematics, whatever it is, he is not only freeing himself from his hurt, but also helping the child to be free of his hurt. After all, that is education: to see that I, who am the teacher, I am hurt, I have gone through agonies of hurt and I want to help that child not to be hurt, and he has come to the school being hurt. So I say, 'All right, we both are hurt, my friends, let us see, let's help each other to wipe it out'. That is the act of love. K:Itu ketika guru menyadari, ketika pendidik menyadari... dia terluka dan anak terluka, dia waspada akan terlukanya pada dirinya... dan dia waspada pula luka yang dimiliki anak, lalu hubungan berubah. Kemudian dia dalam melakukan pengajarannya, matematika, apapun itu, dia tidak hanya membebaskan dirinya dari lukanya, tapi juga membantu anak bebas dari lukanya. Betapa pun, itulah pendidikan: untuk melihat bahwa saya, yang adalah seorang guru, Saya terluka, saya telah melewati penderitaan mendalam dari luka. dan saya ingin menolong anak itu untuk tidak terluka, dan dia datang ke sekolah dalam keadaan terluka. Jadi saya katakan, 'Baiklah, kita berdua terluka, teman-temanku, mari kita lihat, mari kita saling menolong menghapusnya. Itulah tindakan cinta.
49:38 A: Comparing the human organism with the animal, I return to the question, whether it is the case that this relationship to another human being must bring about this healing.

K: Obviously, sir, if relationship exists, we said relationship can only exist when there is no image between you and me.
A:Membandingkan organisme manusia dengan hewan, saya kembali ke pertanyaan, apakah demikian halnya... dalam hubungan ini dengan seorang manusia... harus mewujudkan penyembuhan ini.

K: Tentunya, Tuan. jika hubungan ada, kita mengatakan hubungan hanya dapat ada... ketika tidak ada citra antara Anda dan saya.
50:10 A: Let us say that there is a teacher, who has come to grips with this in himself, very, very deeply, has, as you put it, gone into the question deeper, deeper and deeper, has come to a place where he no longer is hurt-bound. The child that he meets, or the young student that he meets, or even a student his own age, because we have adult education, is a person who is hurt-bound, and will he not... A:Katakanlah bahwa ada seorang guru, yang di dalam dirinya telah mengatasi hal ini, sangat, sangat dalam, seperti yang Anda utarakan, telah mendalami persoalan, makin dalam, lebih dalam dan lebih dalam, telah tiba pada suatu tempat di mana... dia tidak lagi dapat terluka. Anak yang dia temui, atau siswa muda yang dia temui... yang dia jumpai, atau malahan seorang siswa seumur dia, karena kita memiliki pendidikan orang dewasa, adalah orang yang dapat terluka dan akankah dia tidak….
50:54 K: ...transmit that hurt to another? K:...meneruskan luka itu ke orang lain?
50:56 A: No, will he not, because he is hurt-bound, be prone to misinterpret the activity of the one who is not hurt-bound? A:Bukan, bukankah, karena dia bisa terluka, cenderung salah menterjemahkan aktifitas dari orang... yang tidak dapat terluka?
51:08 K: But there is no person who is not hurt-bound, except very, very few. Look, sir, lots of things have happened to me personally, I have never been hurt. I say this in all humility, in the real sense, I don't know what it means to be hurt. Things have happened to me, people have done every kind of thing to me: praised me, flattered me, kicked me around, everything. It is possible. And as a teacher, as an educator, to see the child, and it is my responsibility as an educator to see he is never hurt, not just teach some beastly subject. This is far more important. K:Tapi tidak ada orang yang tidak bisa terluka, kecuali, sangat, sangat sedikit. Lihat, Tuan, banyak hal telah terjadi pada diri saya... secara pribadi, saya tidak pernah terluka. Saya katakan ini dengan kerendahan hati, dalam arti sesungguhnya, saya tidak tahu apa artinya terluka, Banyak hal terjadi pada saya, orang telah melakukan setiap jenis hal pada diri saya: memuja saya, menendang saya ke mana-mana, semuanya. Itu mungkin. Dan sebagai seorang guru, pendidik, melihat anak, dan tanggung jawab saya sebagai seorang pendidik... untuk menjaga dia agar tidak pernah terluka, tidak hanya sekedar mengajar subjek yang menjijikkan. Ini jauh lebih penting.
52:15 A: I think I have some grasp of what you are talking about. I don't think I could ever in my wildest dreams say that I have never been hurt. Though I do have difficulty, and have since a child, I have even been taken to task for it - of dwelling on it. I remember a colleague of mine once saying to me with some testiness when we were discussing a situation, in which there was conflict in the faculty: 'Well, the trouble with you is, you see, you can't hate'. And it was looked upon as a disorder in terms of being unable to make a focus towards the enemy in such a way as to devote total attention to that. A:Saya pikir saya agak menangkap apa yang Anda bicarakan. Saya pikir saya tidak akan pernah da- lam mimpi terliar saya mengatakan... bahwa saya tidak pernah terluka. Walaupun saya punya kesulitan, dan memilikinya sejak kecil, Saya pernah dimarahi untuk itu - untuk merenungkannya - Saya ingat rekan saya pernah berkata kepada saya dengan... agak tidak sabar ketika kita ber- diskusi tentang sebuah situasi, ketika ada konflik di fakultas. 'Nah, masalah dengan Anda adalah, Anda tidak bisa membenci'. Dan itu dilihat sebagai kekacauan... dalam hal ketidakmampuan untuk fokus terhadap musuh... sedemikian rupa seperti... untuk mencurahkan perhatian total terhadap itu.
53:10 K: Sanity is taken for insanity. K:Kewarasan dianggap sebagai kegilaan.
53:12 A: Yes, so my reply to him was simply, 'Well, that's right, and we might as well face it, and I don't intend to do anything about that'. A:Ya, jadi jawaban saya terhadap dia secara sederhana, 'Baiklah, itu benar dan akan kita menghadapinya, dan saya tidak bermaksud melakukan apapun tentang hal itu.
53:21 K: Quite, quite, quite.

A: But it didn't help the situation in terms of the interrelationship.
K:Benar, benar, benar.

A:Tapi itu tidak membantu situasi... dalam hal hubungan timbal balik.
53:25 K: So the question is then: in education, can a teacher, educator, observe his hurts, become aware of them, and in his relationship with the student resolve his hurt and the student's hurt? That's one problem. It is possible, if the teacher is really, in the deep sense of the word, educator, that is, cultivated. And the next question, sir, from that arises: is the mind capable of not being hurt, knowing it has been hurt? You follow? Not add more hurts. Right?

A: Yes.
K:Lalu pertanyaan adalah: dalam pendidikan... dapatkah seorang guru, pendidik, mengamati luka-lukanya, menjadi waspada pada itu, dan dalam hubungannya dengan murid... mengatasi lukanya dan luka muridnya? Itu satu masalah. Itu bisa, jika guru sungguh-sungguh, dalam arti yang mendalam dari kata tersebut, pendidik, yaitu, terbina. Pertanyaan selanjutnya, Tuan, dari situ timbul: apakah batin dapat tidak terluka, dengan mengetahui ia pernah terluka? Anda mengikuti? Tidak menambah luka lagi. Betul?

A: Ya
54:16 K: I have these two problems: one, being hurt - that is the past - and never to be hurt again. Which doesn't mean I build a wall of resistance, that I withdraw, that I go off into a monastery, or become a drug addict, or some silly thing like that, but no hurt. Is that possible? You see the two questions? Now, what is hurt? What is the thing that is hurt? You follow?

A: Yes.
K:Saya punya dua masalah ini: satu, terluka - itu masa lalu - dan tidak pernah terluka lagi. Bukan berarti saya membangun suatu dinding pertahanan, bahwa saya menyendiri, bahwa saya masuk ke dalam biara, atau menjadi pecandu obat, atau hal bodoh tertentu seperti itu, tapi tidak terluka. Apakah itu mungkin? Anda melihat dua pertanyaan termaksud? Sekarang, apakah luka itu? Apakah yang terluka itu? Anda mengikuti?

A: Ya
55:00 K: We said the physical hurt is not the same as the psychological.

A: No.
K:Kita mengatakan luka fisik... tidak sama dengan luka psikologis.

A: Tidak
55:04 K: So we are dealing with psychological hurt. What is the thing that is hurt? The psyche? The image which I have about myself? K:Jadi kita berurusan dengan luka psikologis. Apakah yang terluka itu? Batin? Citra yang saya miliki mengenai diri saya?
55:19 A: It is an investment that I have in it. A:Itu sebuah investasi yang saya miliki di dalamnya.
55:21 K: Yes, it's my investment in myself.

A: Yes. I've divided myself off from myself.

K: Yes, in myself. That means, why should I invest in myself? What is myself? You follow?

A: Yes, I do.
K:Ya, itu investasi saya dalam diri saya.

A: Ya. Saya memisahkan diri saya dari diri saya.

K:Ya, dalam diri saya. Artinya, mengapa saya harus investasi dalam diri saya? Apakah diri-saya itu? Anda mengikuti?

A: Ya, saya mengikuti.
55:40 K: In which I have to invest something. What is myself? All the words, the names, the qualities, the education, the bank account, the furniture, the house, the hurts - all that is me. K:Di dalam mana saya harus investasi sesuatu. Apakah diri-saya? Semua kata-kata, nama-nama, nilai-nilai, pendidikan, akun bank, perabotan, rumah, luka-luka - semua itu adalah saya.
56:00 A: In an attempt to answer the question 'what is myself', I immediately must resort to all this stuff. A:Dalam usaha untuk menjawab pertanyaan 'apakah diri-saya', saya mau-tidak-mau segera harus ke semua hal ini.
56:05 K: Obviously.

A: There isn't any other way. And then I haven't got it. Then I praise myself, because I must be so marvellous as somehow to slip out.
K:Tentu saja.

A:Tidak ada cara lain. Dan kemudian saya tidak mendapatkannya. Lalu, saya memuji diri, karena saya mestinya begitu hebat... entah bagaimana menyelinap ke luar.
56:16 K: Quite, quite.

A: I see what you mean. I was thinking just a moment back when you were saying t is possible for the teacher to come into relationship with the student, so that a work of healing or an act of healing happens.
K:Benar, benar sekali.

A:Saya melihat apa yang Anda maksudkan. Saya berpikir sedikit kebelakang... ketika Anda mengatakan adalah memungkinkan untuk pengajar... untuk menjalin suatu hubungan dengan muridnya, sehingga kegiatan penyembuhan atau tindakan penyembuhan berlangsung.
56:37 K: See, sir, this is what I would do if I were in a class, that's the first thing I would begin with, not some subject! I would say, 'Look, you are hurt and I am hurt, we are both of us hurt'. And point out what hurt does, how it kills people, how it destroys people, out of that there is violence, out of that there is brutality, out of that I want to hurt people. You follow? All that comes in. I would spend ten minutes talking about that every day, in different ways, till both of us see it. Then as an educator I will use the right word, and the student will use the right word, there will be no gesture, there'll be no irritation, we are both involved in it. But we don't do that. The moment we come into class we pick up a book and there it goes off. If I was an educator, whether with the older people or with the younger people, I would establish this relationship. That's my duty, that's my job, that's my function, not just to transmit some information. K:Lihat, Tuan, ini yang akan saya lakukan jika saya di kelas, itu adalah hal pertama dengan apa saya akan mulai, bukan hanya sekedar suatu subjek!. Saya akan katakan, 'Lihat, Anda terluka dan saya terluka, kita berdua terluka'. Dan menunjukkan apa yang luka lakukan, bagaimana ia membunuh orang, bagai- mana ia menghancurkan orang, dari itu ada kekerasan, dari itu ada kebrutalan, dari itu saya ingin melukai orang. Anda mengikuti? Semua itu datang. Saya akan menggunakan waktu sepuluh menit membicarakannya... setiap hari, dengan cara-cara yang berbeda, sampai kita berdua melihatnya. Lalu sebagai pendidik saya akan menggunakan kata yang tepat, dan siswa akan menggunakan kata yang tepat, tidak akan ada sikap, tidak akan ada kejengkelan, kita berdua terlibat dalam hal ini. Tapi kita tidak melakukan itu. Begitu kita masuk ke dalam kelas kita mengambil sebuah buku dan langsung memulai. Jika saya seorang pendidik, baik dengan orang yg lebih tua... atau dengan orang yang lebih muda, saya akan membangun hubungan ini. Itu tugas saya, itu pekerjaan saya, itu peran saya, tidak hanya sekedar menyampaikan informasi tertentu.
57:58 A: Yes, that's really very profound. I think one of the reasons that what you have said is so difficult for an educator reared within the whole academic... A:Ya, itu benar-benar sangat mendalam. Saya pikir salah satu alasan dari yang Anda telah katakan... adalah sangat sulit bagi seorang pendidik... dididik di dalam seluruh ruang lingkup akademik...
58:17 K: Yes, because we are so vain!

A: Exactly. We want not only to hear that it is possible, for this transformation to take place, but we want it to be regarded as demonstrably proved and therefore not merely possible, but predictably certain.
K:Ya, karena kita begitu angkuh!

A: Tepat. Kita tidak hanya ingin mendengar bahwa itu mungkin, untuk transformasi ini terjadi, tetapi kita menginginkannya... untuk dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibuktikan benar... dan karenanya tidak hanya mungkin tapi dapat diprediksi pasti.
58:35 K: Certain, yes. K:Pasti, ya.
58:36 A: And then we are back into the whole thing. A:Lalu kita kembali ke pada seluruh awal permulaan.
58:38 K: We are back into the old rotten stuff. Quite right. K:Kita kembali ke hal lama yang busuk. Tepat sekali.
58:41 A: Next time could we take up the relationship of love to this?

K: Yes.
A:Lain kali apakah kita bisa membahas... hubungan cinta dengan hal ini?

K: Ya
58:47 A: I would very much enjoy that, and it would seem to me... A:saya akan sangat menikmatinya, dan itu kelihatannya untuk saya…..
58:52 K: ...it will all come together. K:...itu semua akan berkumpul bersama.
58:53 A: Come together, in the gathering together. A: Datang bersama-sama, dalam berkumpul bersama.