Krishnamurti Subtitles home


SD74CA13 - Cara hidup yang berbeda
Percakapan ke-13 dengan Allan W. Anderson
San Diego, USA
26 Februari 1974



0:38 Krishnamurti in Dialogue with Dr. Allan W. Anderson Dialog Krishnamurti dengan Dr. Allan W. Anderson
0:43 J. Krishnamurti was born in South India and educated in England. For the past 40 years he has been speaking in the United States, Europe, India, Australia, and other parts of the world. From the outset of his life's work he repudiated all connections with organised religions and ideologies and said that his only concern was to set man absolutely unconditionally free. He is the author of many books, among them The Awakening of Intelligence, The Urgency of Change, Freedom From the Known, and The Flight of the Eagle. This is one of a series of dialogues between Krishnamurti and Dr. Allan W. Anderson, who is professor of religious studies at San Diego State University where he teaches Indian and Chinese scriptures and the oracular tradition. Dr. Anderson, a published poet, received his degree from Columbia University and the Union Theological Seminary. He has been honoured with the distinguished Teaching Award from the California State University. J. Krishnamurti lahir di India Selatan dan dididik di Inggris. Selama 40 tahun terakhir... ia telah berceramah di Amerika Serikat, Eropa, India, Australia, dan di bagian-bagian lain di dunia. Sejak awal pekerjaannya... ia telah menanggalkan semua hubungannya... dengan agama-agama terorganisir dan ideologi-ideologi... dan berkata bahwa satu- satunya kepeduliannya adalah... untuk membuat manusia secara mutlak bebas tanpa syarat. Ia adalah penulis dari banyak buku-buku, diantaranya The Awakening of Intelligence, The Urgency of Change, Freedom From the Known, dan The Flight of the Eagle. Ini adalah salah satu dari serangkaian dialog antara... Krishnamurti dan Dr. Allan W. Anderson, yang adalah profesor dalam bidang studi-studi religius... di San Diego State University... di mana ia mengajar kitab-kitab suci India dan China... dan tradisi kepercayaan dewa-dewanya. Dr. Anderson, seorang penyair, menerima gelarnya dari Columbia University... dan Union Theological Seminary. Ia telah dianugerahi Teaching Award yang terhormat... dari California State University.
1:51 A: Mr. Krishnamurti, at the end of our last conversation, if I remember correctly, we were looking into the relationships among living, and love, and death. That is we had just begun to when we had to bring our discussion to an end. I was hoping today that we might pursue this in terms of our continuing concern for the transformation of man. A:Mr. Krishnamurti, di akhir dari dialog kita yang lalu, jika saya mengingatnya dengan benar, kita sedang mendalami... hubungan antara kehidupan, dan cinta dan kematian, yaitu saat kita baru mulai... ketika kita harus mengakhiri dialog kita. Saya berharap hari ini kita dapat meneruskan hal ini... dalam kaitan dengan kepedulian kita yang berkelanjutan... untuk transformasi umat manusia.
2:26 K: As usual, sir, this is such a complex question, this living, what it means and what it actually is, and love, which we talked about the other day fairly in detail and rather closely, and also this enormous problem of death. Every religion has offered a comforting belief, comforting ideas, hoping there would be a solution for the fear, sorrow, and all the things that are involved in it. So I think, perhaps we should begin with what is living and then go from there to love and death.

A: Good.
K:Seperti biasanya, Tuan, ini adalah sebuah masalah yang kompleks, kehidupan ini, apa artinya dan apa kehidupan itu sesungguhnya, dan cinta, yang kita bicarakan... tempo hari secara cukup mendetail dan teliti, dan juga masalah besar tentang kematian. Setiap agama telah menawarkan kepercayaan yang membuat nyaman, ide-ide yang membuat nyaman, berharap akan ada solusi untuk rasa takut, penderitaan, dan semua hal yang terlibat di dalamnya. Jadi saya pikir, mungkin sebaiknya kita mulai... dengan apakah kehidupan... dan dari situ ke cinta dan kematian.

A: Baiklah.
3:38 K: Shouldn't we actually look at what we call living now, what is taking place.

A: Yes.
K:Apakah kita seharusnya tidak... memulai sekarang dengan aktual menye- lidiki apa yang kita sebut hidup, apa yang sedang terjadi.

A: Ya.
3:51 K: What actually is going on, which we call existence, living, those two words to cover this whole field of man's endeavour to better himself, not only in the technological world, but also psychologically, he wants to be different, he wants to be more than what he is, and so on. So when we look at it in whatever country, and whatever race, or whatever religion they belong to, it is a matter of constant struggle from the moment you are born to the moment you die, it is one battle. Not only in relationship with other human beings, - intimate or not intimate - but also economically, socially, morally, it is a vast battle. I think everyone agrees to that. And that's obvious. The conflict, the struggle, the suffering, the pain, the frustrations, the agony, the despairs, the violence, the brutality, killing each other - all that is what is actually going on. Spending 40, 50 years in an office, in a factory, occasional holidays for a month, and a wild kind of holidays, because the holidays are a reaction to their monotonous life. K:Apa yang sesungguhnya sedang berlangsung, yang kita sebut eskistensi, hidup, dua kata tersebut untuk mencakup... seluruh bidang daya upaya manusia... untuk membuat dirinya lebih baik, tidak hanya dalam dunia teknologi, tapi juga secara psikologi, dia ingin menjadi berbeda, dia ingin menjadi lebih dari pada sekarangi ini, dan seterusnya. Jadi ketika kita memperhatikannya... di negara manapun, dan ras apapun, atau agama apa pun yang mereka anut, itu adalah sebuah pergulatan yang terus menerus... sejak Anda lahir... sampai Anda meninggal, itu adalah sebuah pertempuran. Tidak hanya dalam hubungan dengan manusia lain, - akrab ataupun tidak akrab - tapi juga secara ekonomi, sosial, moral, itu adalah sebuah pertempuran yang luas. Saya pikir semua setuju akan hal itu Dan itu sangat nyata. Konflik, pergulatan, penderitaan, kesakitan, frustasi, penderitaan yang dalam, keputusasaan, kekerasan dan kejahatan, saling membunuh - semua itu yang sesungguhnya terjadi. Menghabiskan waktu 40, 50 tahun di kantor, pabrik, sesekali berlibur sebulan, dan suatu jenis liburan yang liar, karena... liburan nya adalah sebuah reaksi terhadap hidup yang monoton.
5:48 A: Time out.

K: Time out, or whatever it is called. You see them all over Europe, America, going from museum to museum, looking at this, that, rushing about, and that is an escape from the monotony of their daily routine. And they go off to India, and there are, I believe, about 15,000 so-called hippies in various dresses, and various monasteries, and various cities, doing the most fantastic things, selling drugs - some of them - and putting on Indian clothes, dressing up as monks, and all that. It is a kind of vast romantic sentimental escape from their daily monotonous routine life. That is what we call living: the battle in relationship, the battle in business, in economic environment. It is a constant struggle.
A:Jeda waktu.

K: Jeda waktu, atau apa pun itu disebutnya. Anda melihat mereka di seluruh Eropa, Amerika, pergi dari museum ke museum, menengok ini, itu, bergegas, dan itu adalah sebuah pelarian... dari rutinitas sehari-hari mereka yang monoton. Dan mereka pergi ke india, dan ada, saya kira, kurang lebih 15.000 orang yang disebut hippies... dalam berbagai pakaian, dan berbagai kuil, dan berbagai kota, melakukan hal-hal yang luar biasa, menjual narkoba - beberapa dari mereka - dan mengenakan baju india, berpakaian seperti biarawan, dan semua itu. Itu semacam pelarian sentimental yang romantis... dari rutinitas monoton kehidupan sehari-hari mereka. Itulah apa yang kita sebut kehidupan: pertempuran dalam hubungan, pertempuran dalam bisnis, dalam lingkungan ekonomi, itu adalah suatu pergulatan tanpa akhir.
7:08 A: What you've said seems to be ingrained into the grasp of this living itself. We have a saying: life is a battle. We interpret it in terms of what you have said. A:Apa yang Anda telah katakan... agaknya mendarah daging dalam genggaman kehidupan ini sendiri. Kita punya pepatah: hidup adalah perjuangan. Kita menerjemahkan ini dalam kaitan dengan apa yang Anda katakan.
7:27 K: And nobody seems to say, why should it be that way? And we have all accepted it. We say, yes, it is part of our existence. If we don't struggle, we are destroyed. It is a part of our natural inheritance. From the animal, we see how it struggles, so we are part of the animal, part of the ape, and we must go on struggling, struggling, struggling. We have never said, is this right? Is this the way to live? Is this the way to behave, to appreciate the beauty of living? K:dan tak seorang pun berkata, mengapa harus seperti itu? Dan kita semua telah menerimanya. Kita berkata, ya, itu bagian dari eksistensi kita. Jika kita tidak berjuang, kita dihancurkan. Itu adalah bagian dari warisan alamiah kita. Dari hewan, kita melihat bagaimana ia berjuang, jadi kita adalah bagian dari hewan, bagian dari kera, dan kita harus terus berjuang, berjuang, berjuang. Kita tidak pernah berkata, apakah ini benar? Inikah cara untuk hidup? Inikah cara untuk bersikap, untuk menghargai keindahan kehidupan?
8:21 A: The usual question turns on how to engage the battle more effectively. A:Biasanya pertanyaannya menjadi... bagaimana cara menghadapi pertempuran ini secara lebih efektif.
8:26 K: Effectively, successfully, with least harm, with least strain, with least heart failure, and so on. But the ground is prepared for struggle. The monks do it - you follow, sir? - the religious people do it, the business, the artist, the painter, every human being, however compartmentalised he is, he is in battle. And that we call living. And a man looks at it - an intelligent man, he says, for God's sake, that's not the way to live. Let's find out if there is a different way of living. And nobody asks. I have talked to a great many politicians all over the world, and to a great many gurus. We will come to that, it's very interesting that word, what it means. We'll go into that. And I've talked to artists, to businessmen, to artisans, to labourers, very, very poor people: it is one constant battle. The rich, the poor, the middle class, the scientist - you follow, sir? K:Secara efektif, sukses, dengan kerusakan yang paling sedikit, dengan paling sedikit ketegangan, paling sedikit gagal jantung, dst. Tapi landasannya dipersiapkan untuk berjuang. Biarawan melakukannya - Anda mengikutinya, Tuan? - agamawan melakukannya, pebisnis, artis, pelukis, semua umat manusia, betapa pun keterbatasan dia, dia dalam pertempuran. Dan itulah yang kita sebut kehidupan. Dan seseorang memandang ke hal itu - seorang yang cerdas, dia berkata, demi Tuhan, itu bukan cara untuk hidup. Mari kita cari tahu apakah ada suatu cara lain untuk hidup. Dan tak seorang pun bertanya. Saya telah berbicara pada... banyak politisi di seluruh dunia, dan pada banyak guru-guru. Kita akan sampai pada hal itu, kata itu adalah sangat menarik, apa maknanya. Kita akan mendalaminya. Dan saya sudah bicara dengan para artis, pebisnis, seniman, para pekerja, orang-orang yang amat sangat miskin: adalah satu pertempuran terus menerus. Kaum kaya, kaum miskin, kelas menengah, para ahli ilmuwan - Anda mengikutinya, Tuan?
10:03 A: Oh yes, I'm following. A:Oh ya, saya mengikuti.
10:04 K: And nobody says: this is wrong! This isn't living, It's bleeding! K:Dan tak seorang pun berkata: ini salah! Ini bukan hidup. Ini adalah perdarahan!
10:15 A: I was thinking about the literatures of the world of a visionary nature that tend to be divided into three basic statements in terms of their form and content. On the one hand, we have epics that deal precisely with the representation of the battle of life. A:Saya sedang berpikir tentang literatur dunia... yang bersifat visioner yang cenderung terbagi-bagi... menjadi tiga pernyataan dasar... dalam hal bentuk dan isi mereka. Di satu sisi, kita memiliki syair ke- pahlawanan yang tepatnya berurusan... dengan representasi perjuangan hidup.
10:42 K: We have got the Odyssey, we have got the Mahabharata, we have got so many other books, all praising this thing. K:Kita telah memiliki Odyssey, kita telah memiliki Mahabharata, kita memiliki begitu banyak buku lainnya, semuanya mengagungkan ini.
10:50 A: And then others deal with what we call the journey of life, the Odyssey would be specifically related to that; there are many battles concerned within it in terms of confrontations between individuals. And then there's the notion of life as a fulfilment. But we hardly ever get to the question of the fulfilment. And when these are studied, they are studied in terms of a literary form, and the question that you've raised, - which, it seems to me, would be a question that should be presented to the student in general... A:Dan yang lainnya berurusan dengan... apa yang kita sebut perjalanan hidup, Odyssey secara spesifik berhubungan dengan itu; ada banyak pertempuran terkait di dalamnya... dalam hal konfrontasi antar individu. Dan kemudian ada gagasan mengenai hidup sebagai suatu pemenuhan. Tapi kita hampir tidak pernah sampai pada persoalan dari pemenuhan. Dan ketika hal ini dipelajari, mereka dipelajari dalam bentuk sastra, dan pertanyaan yang Anda angkat, - yang, bagi saya, akan menjadi pertanyaan yang... seharusnya diajukan secara umum kepada pelajar…
11:30 K: And it is an authentic question, it's a question that must be put. K:Dan merupakan pertanyaan yang otentik, yang adalah pertanyaan yang harus diajukan.
11:38 A: I was reflecting as you were speaking that in the class room itself it's taken for granted that this battle is what it is. It is to be related to with fortitude, and so forth, but the question concerning it doesn't arise. A:Saya melakukan refleksi ketika Anda sedang berbicara... bahwa di dalam ruang kelas itu sendiri... bahwa pertempuran ini dianggap biasa seperti demikian adanya. Itu harus dihubungkan dengan ketabahan, dan seterusnya, tapi pertanyaan sehubungan dengan itu tidak muncul.
11:55 K: No, to some young people it has arisen, but they go off at a tangent. K:Tidak, untuk orang muda tertentu pertanyaan itu sudah muncul, tapi mereka melenceng ke sesuatu yang sama sekali berbeda.
12:02 A: Exactly.

K: Either a commune, or become a Hindu - you follow? - go off to some ancient country and just disintegrate, do nothing, think nothing, just live.
A:Tepat sekali.

K:Baik ke suatu komune/kelompok, atau menjadi seorang Hindu - Anda mengikutinya? - pergi ke suatu negara yang kuno dan lenyap terdisintegrasi, tidak melakukan apa-apa, tidak ber- pikir apapun, hanya sekedar hidup.
12:19 A: Which is really a lateral movement. A:Yang sesungguhnya adalah suatu pergerakan di pinggir.
12:21 K: Lateral.

A: Not a vertical one.

K: That's right.
K:Di pinggir

A:Bukan yang vertikal.

K:Itu benar
12:24 A: Into the question. Yes. A:Masuk ke dalam pertanyaan. Ya.
12:25 K: So it is a valid question, and it must have a valid answer, not theoretical, but say, well, I will live that way. I will live without conflict. See what it means. I may be smothered. I question whether you will be wiped out by society, if you don't struggle. I've never struggled personally. I have never thought of battling with myself or with somebody else. So, I think, a question of that kind must not only be put verbally, but in the expression of that word one must see if it is possible for each one of us to live that way, to live without a single conflict. That means without division. Conflict means division. Conflict means the battle of the opposites. Conflict means you and me, we and they, Americans, Russians, you know, division, division, division. Fragmentation not only inwardly, but outwardly. Where there is fragmentation there must be battle. One fragment assuming the power and dominating the other fragments. So, an intelligent man - if there is such a person - has to find out a way of living which is not going to sleep, which is not just vegetating, which is not just escaping to some fanciful mystical visions, and all that stuff, but a way of living in daily life, in which conflict of any kind has come to an end. It is possible. I have watched it all around me, for the last 50 years, the battle going on around me, spiritually, economically, socially, one class battling the other class, and the dictatorships, the fascists, the communists, the Nazis - you follow, sir?

A: Yes, I do.
K:Jadi itu adalah sebuah pertanyaan yang sahih, dan tentunya memiliki jawaban yang sahih, bukan teoritis, tapi umpamanya, baik, saya akan hidup sejalan dengan itu. Saya akan hidup tanpa konflik. Lihat apa maknanya. Saya boleh jadi tercekik. Saya mempertanyakan apakah Anda akan ditendang keluar oleh masyarakat, jika Anda tidak berjuang. Saya tidak pernah secara pribadi berjuang. Saya tidak pernah terpikir untuk bertempur dengan diri saya sendiri... atau dengan orang lain. Jadi, saya pikir, suatu pertanyaan seperti itu... tidak harus hanya diajukan dengan kata-kata, tapi dalam ekspresi dari kata itu... seseorang harus melihat apakah mungkin... untuk setiap dari kita untuk hidup sejalan dengan itu, untuk hidup tanpa satu konflik pun. Itu berarti tanpa pemisahan. Konflik artinya keterpisahan. Konflik artinya, pertempuran antara dua yang berlawanan. Konflik artinya Anda dan saya, kita dan mereka, orang Amerika, Rusia, Anda tahu, pemisahan, pemisahan, pemisahan. Fragmentasi tidak hanya di dalam tapi juga di luar. Di mana ada fragmentasi di situ pasti ada pertempuran. Satu fragmen mengambil kekuasaan... dan menguasai fragmen-fragmen lainnya. Jadi, seorang yang cerdas - jika ada orang semacam itu - harus menemukan suatu jalan kehidupan... yang tidak menidurkan, yang tidak hanya sekedar berdiam diri, yang tidak hanya sekedar melarikan diri ke... visi khayalan mistik tertentu, dan semua hal itu, tapi suatu cara hidup dalam keseharian, dalam mana segala jenis konflik berakhir. Itu mungkin. Saya telah mengamatinya di sekitar saya, dalam limapuluh tahun terakhir, pertempuran terjadi di sekitar saya, secara spiritual, ekonomi, sosial, satu kelas menyerang kelas lain, dan kediktatoran, kaum fasis, komunis, Nazi... - Anda mengikutinya, Tuan?

A: Ya
15:16 K: All of them have their roots in this: encouraging obedience, discouraging obedience, imitating, conforming, obeying - all battle. So life has become a battle. And to me personally, to live that way is the most destructive, uncreative way of living. I won't live that way. I would rather disappear! K:Semua itu berakar pada hal ini: mendorong ketaatan, mematahkan ketaatan, meniru, menyesuaikan, mematuhi - semuanya pertempuran. Jadi hidup telah menjadi sebuah pertempuran. Dan untuk saya secara pribadi, hidup dengan cara itu paling merusak, cara hidup yang tidak kreatif. Saya tidak mau hidup seperti itu. Saya lebih baik menghilang!
15:59 A: I think, perhaps - and I wonder if you would agree - that some sort of confusion has arisen here in our minds, when we identify ourselves with this battle in terms of your description of it. When we begin to think about the question: 'ought this to continue', and we have the image of battle before us, we tend to imagine to ourselves that what we're really talking about is the human equivalent of what is called 'nature red in tooth and claw'. A:Saya pikir, mungkin - dan saya ber- tanya-tanya apakah Anda akan setuju- bahwa suatu jenis kebingungan telah muncul di sini dalam batin kita, ketika kita mengidentifikasi diri kita dengan pertempuran ini... dalam kaitan dengan yang Anda jabarkan. Ketika kita mulai memikirkan pertanyaan: 'apakah ini harus berlanjut', dan kita memiliki gambaran dari pertempuran di hadapan kita, kita cenderung untuk... membayangkan diri kita adalah apa yang sesungguhnya kita bicarakan... adalah yang setara untuk umat manusia dengan apa yang kita sebut... 'nature red in tooth and claw'. ( sifat kebinatangan ).
16:45 K: Quite. K:Tepat sekali.
16:46 A: But, if I am following you correctly, this is a cardinal mistake, because in our previous conversations you have, at least for me, very clearly indicated that we must distinguish between fear and danger; and the animals, in their own environment, act with clean and immediate dispatch in the presence of danger, whereas it seems we are making a mistake, if we attempt to study what we call human conflict on the level of this analogy, because analogy, if I have understood you correctly, simply doesn't apply. A:Tapi, jika saya mengikuti Anda dengan tepat, ini adalah sebuah kesalahan yang mendasar, karena dalam dialog kita sebelumnya Anda telah, setidaknya bagi saya, sangat jelas mengindikasikan bahwa, kita harus membedakan antara rasa takut dan bahaya; dan para hewan, dalam lingkungannya, bertindak dengan jelas dan segera... pada saat adanya bahaya, sedangkan... kelihatannya kita membuat sebuah kesalahan, jika kita berusaha mempelajari apa yang kita sebut konflik manusia... pada tingkatan analogi ini, karena analogi, jika saya memahami Anda dengan tepat, sama sekali tidak berlaku.
17:32 K: Doesn't, no. K:Tidak berlaku, tidak.
17:33 A: But don't you agree that this tends to be done? A:Tapi apakah Anda setuju bahwa ini cenderung dilakukan?
17:36 K: Oh rather, sir. We study the animal, or the birds, in order to understand man.

A: Right.
K: Oh agaknya, Tuan. Kita mempelajari hewan, atau burung-burung, agar memahami manusia

A:Benar.
17:43 K: Whereas you can study man, which is yourself. You don't have to go to the animal to know man. So, that is, sir, really a very important question, because I have, if I may talk a little about myself, I've watched it all.

A: Please do.
K:Sedangkan Anda dapat mempelajari manusia, yang adalah Anda sendiri. Anda tidak perlu ke hewan untuk mengenal manusia. Jadi, itulah , Tuan, sesungguhnya se- buah pertanyaan yang sangat penting, karena saya sudah, jika saya boleh bicara sedikit tentang diri saya, saya telah mengamati semuanya.

A:Silahkan.
18:05 K: I've watched it in India. The sannyasis, the monks, the gurus, the disciples, the politicians all over the world. I've happened to have, somehow I have met them all - the writers, the famous people, the painters who are very well-known, most of them have come to see me. And it is a sense of deep anxiety, that if they don't struggle they will be nothing. They will be failures, that is, that way of living is the only and righteous way of living. K:Saya telah mengamati ini di India, Para sanyasi, biarawan, para guru, pengikut, para politikus di seluruh dunia. Saya kebetulan, dengan satu atau lain cara, telah bertemu mereka semua... - para penulis, orang-orang terkenal, para pelukis yang sangat terkenal, kebanyakan dari mereka datang menemui saya. Dan ada perasaan gelisah yang dalam, bahwa jika mereka tidak berjuang, mereka akan menjadi bukan apa-apa. Mereka akan menjadi orang-orang gagal, dengan demikian, cara hidup seperti itu... adalah satu-satunya jalan hidup yang benar.
18:55 A: To drive oneself to be what is called productive. A: Untuk mendorong seseorang untuk menjadi apa yang disebut produktif.
18:58 K: Productive, progressive.

A: Progressive.
K:Produktif, progresif

A:Progresif
19:01 K: And we are taught this from childhood. K:Dan kita diajarkan ini sejak masa kanak-kanak.
19:05 A: Oh yes.

K: Our education is that. To battle not only with yourself - with your neighbour, and yet love the neighbour, you follow? It becomes too ridiculous. So, having stated that, is there a way of living without conflict? I say, there is, obviously. Which is to understand the division, to understand the conflict, to see how fragmented we are, not try to integrate the fragments, which is impossible, but out of that perception the action is entirely different from integration. Seeing the fragmentations which bring about conflict, which bring about division, which bring about this constant battle, anxiety, strain, heart failure. You follow, sir? That is what is happening. To see it, to perceive it, and that very perception brings an action, which is totally different from the action of conflict. Because the action of conflict has its own energy, brings its own energy, which is divisive, which is destructive, violent. But the energy of perception and acting is entirely different. And that energy is the energy of creation. Anything that is created cannot be in conflict. An artist who is in conflict with his colours, he is not a creative human being. He may have perfect craft, perfect technique, a gift for painting, but that's...
A:Oh ya.

K:Pendidikan kita seperti itu. Untuk bertempur tidak hanya dengan diri sendiri - dengan tetangga, dan meski demikian, mencintai tetangga, Anda mengikuti? Itu menjadi terlalu tidak masuk akal. Jadi, setelah menyatakan itu, apakah ada cara menjalani hidup tanpa konflik? Saya katakan, ada, tentunya. Yang adalah, memahami pemisahan, memahami konflik, melihat bagaimana terpecah belahnya kita,, tidak berusaha menyatukan bagian- bagian, yang adalah tidak mungkin, tapi keluar dari persepsi itu... adalah tindakan yang sama sekali berbeda dari penyatuan. Melihat fragmentasi-fragmentasi yang menimbulkan konflik, yang menimbulkan pemisahan, yang menimbulkan pertempuran tanpa akhir, kegelisahan, ketegangan, gagal jantung. Anda mengikuti, Tuan? Itulah apa yang terjadi. Melihatnya, menangkapnya, dan dari persepsi itu timbul tindakan, yang secara total berbeda dari tindakan konflik. Karena tindakan dari konflik memiliki energinya sendiri, yang membawa energinya, yang memisah-misahkan, yang adalah menghancurkan, bengis. Tapi energi... dari persepsi dan tindakan adalah sepenuhnya berbeda. Dan energi itu adalah energi dari kreasi. Sesuatu yang dikreasikan tidak akan ada dalam konflik. Seorang artis yang dalam konflik dengan warna-warnanya, dia bukan orang yang kreatif. Dia mungkin memiliki keahlian sempurna, teknik sempurna, talenta dalam melukis, tapi itu…
21:21 A: It interests me very much that you've used the word 'energy' here in relation to both activities.

K: Both activities, yes.
A:Itu sangat menarik bagi saya... bahwa Anda telah menggunakan kata 'energi' di sini... dalam hubungannya dengan kedua aktifitas.

K:Kedua aktifitas, ya.
21:30 A: You haven't said that the energy at root is different.

K: No, no.
A:Anda tidak berkata bahwa energi pada akarnya berbeda.

K:Tidak, tidak.
21:36 A: The phenomenon is different.

K: Yes.
A:Fenomenanya berbeda.

K:Ya.
21:39 A: It would appear that when one makes success, prosperity, victory, the object of his activity, and engages this conflict, - which he interprets as engaging him, he always tends to think that 'things are coming at me'. When he undertakes this, if I have understood you correctly, energy is released, but it is released in fragmentary patterns. A:Itu terlihat seperti... ketika seseorang sukses, makmur, jaya, obyek dari aktifitas dia, dan melibatkan dirinya dalam konflik, - yang mana dia mengartikannya sebagai melibatkan dirinya, dia selalu cenderung berpikir bahwa 'kejadian-kejadian mendatanginya'. Ketika dia menerima tantangan ini, jika saya memahami Anda dengan tepat, energi dibebaskan, tapi ia dibebaskan dalam pola terpisah-pisah.
22:18 K: The other way, yes.

A: Yes. Whereas the energy that's released with perception is the same energy, is always whole.

K: Is whole. Yes, sir, that's right.
K:Jalan lain, ya.

A:Ya. Sedangkan energy yang dilepaskan dengan persepsi... adalah energi yang sama, selalu utuh.

K:Adalah utuh. Ya, Tuan, itu benar.
22:30 A: Isn't that what you are...

K: Yes, sir. That's right. Therefore sane, therefore healthy, therefore holy - h,o,l,y.

A: Yes. I have the feeling that this release of energy which shatters out into patterns of energy as fragmentation, is really what we mean by the word 'demonic'.
A:Bukankah itu apa yang Anda…

K:Ya, Tuan. Itu benar. Karenanya itu waras, karenanya itu sehat, karenanya itu holy (suci) - h, o, l, y.

A:Ya. Saya mempunyai perasaan, bahwa... pelepasan energi ini yang pecah menyebar ke dalam... pola energi sebagai fragmentasi, adalah sesungguhnya apa yang kita maksud dengan kata 'demonic' (jahat).
22:59 K: Demonic, that's right. K:Jahat, ya benar.
23:01 A: That's giving it a hard name.

K: But it is a good name. It's an excellent name.

A: But you are really saying this, aren't you? I am saying this.
A:Itu adalah penamaan yang kejam.

K:Tapi itu adalah istilah yang tepat. Itu suatu istilah yang bagus sekali.

A:Tapi Anda benar-benar mengatakan demikian, apakah begitu? Saya yang mengatakan ini.
23:08 K: But I agree, I totally see that with you. I see it is demonic. It is the very destructive thing. K:Tapi saya setuju, saya sepenuhnya melihat itu bersama Anda. Saya melihat itu adalah jahat. Itu adalah sesuatu yang sangat menghancurkan.
23:18 A: Exactly. A:Persis.
23:20 K: And that's what our society is, our culture is. K:Dan itulah apa adanya masyarakat kita, kebudayaan kita.
23:27 A: What we've done to that word 'demonic'! I was just thinking about Socrates, who refers to his 'daimon' meaning the energy that operates in wholeness. A: Apa yang telah kita lakukan pada kata 'jahat'! Saya memikirkan tentang Socrates, yang... mengacu pada 'daimon' nya, dengan makna energi yang bekerja dalam keseluruhannya.
23:43 K: That's right, sir. K:Itu tepat, Tuan.
23:44 A: And we have taken that word from the Greek clear out of the context of the apology and turned it upside down, and now it means... A:Dan kita telah mengambil kata itu dari Yunani... dengan konteks yang jelas ke luar dari makna yang sebenarnya... dan menjungkir-balikkan nya, dan sekarang itu artinya…
23:54 K: The devil.

A: Right. And the same thing happened with the use of the word 'the asuras'. Originally in the Veda, this was not a reference to the demonic, there was no radical polarisation.

K: No, no, no, quite.
K:Iblis.

A:Benar. Dan hal yang sama terjadi... dengan penggunaan kata 'the asuras'. Yang asalnya di dalam Veda, ini tidak mengacu pada iblis, tidak ada polarisasi radikal.

K:Tidak, tidak, benar sekali.
24:16 A: And finally we end up with the gods and the demons. A:Dan akhirnya kita berakhir dengan dewa-dewa dan iblis-iblis.
24:20 K: Quite. K:Benar.
24:21 A: Which, I take it you are suggesting, is nothing other than the sheerest projection of our own demonic behaviour which we have generated ourselves.

K: That's right.
A:Yang, saya anggap Anda memberi ke- san demikian, tidak lain dari pada... proyeksi belaka dari tingkah laku jahat kita... yang telah dihasilkan oleh kita sendiri.

K:Itu benar.
24:32 A: This makes tremendous sense to me. Please go on. A:Ini memberikan perasaan dahsyat kepada saya, silahkan lanjutkan.
24:35 K: So, the way we live is the most impractical, insane way of living. And we want the insane way of living made more practical. K:Jadi, cara kita hidup adalah sangat tidak praktis, suatu cara hidup yang amat tidak waras. Dan kita ingin cara hidup yang tidak waras ini menjadi lebih praktis.
24:55 A: Yes, and there isn't a prayer for it. A:Ya, dan tidak ada suatu doa untuk itu.
25:00 K: But that is what we are demanding all the time. We never say, let's find a way of living which is whole, - and therefore healthy, sane, and holy. And through that, through perceiving, acting is the release of total energy, which is non-fragmentary, which isn't the artist, the business man, the politician, the priest, the layman - all that doesn't exist at all. Now, to bring about such a mind, such a way of living, one has to observe what actually is taking place outside and inside, in us, inside and outside. And look at it, not try to change it, not try to transform it, not try to bring about different adjustment, see actually what it is. I look at a mountain, I can't change it. Even with a bulldozer I can't change it. But we want to change what we see. The observer is the observed, you understand, sir? Therefore, there is no change in that. Whereas in perception there is no observer. There is only seeing, and therefore acting. K:Tapi itulah yang kita inginkan setiap waktu. Kita tidak pernah berkata, mari kita cari cara menjalani hidup yang utuh, - dan karenanya sehat, waras, dan suci. Dan melalui itu, melalui persepsi, bertindak... adalah pembebasan energi total, yang tidak terpecah belah adanya, yang tidak terjumpa pada para artis, pebisnis, para politikus, para pendeta, orang awam... - pada semua itu sama sekali tidak terwujud. Nah, untuk menghadirkan batin seperti itu, jalan hidup seperti itu, orang harus mengamati apa yang sebenarnya terjadi... di luar dan di dalam, dalam diri kita, di dalam dan di luar. Dan mengamatinya, tidak berusaha mengubahnya, tidak berusaha mentransformasi nya, tidak berusaha membuat penyesuaian lain, melihat apa adanya. Saya melihat ke sebuah gunung, saya tidak dapat mengubahnya. Bahkan dengan bulldozer saya tidak dapat mengubahnya. Tapi kita ingin mengubah apa yang kita lihat. Pengamat adalah yang diamati, Anda memahaminya, Tuan? Maka, tidak ada perubahan di situ. Sedangkan dalam persepsi, tidak ada pengamat di situ. Hanya ada pengamatan, dan karenanya tindakan.
26:44 A: This holds a mirror up to an earlier conversation we had when you referred to beauty, passion, suffering. A:Ini mencerminkan dialog kita yang terdahulu... ketika Anda merujuk pada keindahan, semangat, penderitaan.
26:55 K: Yes, suffering and action, yes. K:Ya, penderitaan dan tindakan, ya.
26:58 A: And I remember asking you the question: in order to recover the correct relationship among them we must begin with the suffering which, if perceived as it ought to be perceived, generates passion. A:Dan saya ingat menanyakan Anda: untuk merakit kembali hubungan yang benar satu dengan yang lainnya, kita harus mulai dengan penderitaan, yang, jika itu disadari, yang seharusnya disadari, membangkitkan semangat.
27:15 K: That's right.

A: One doesn't have to work it out. It happens. And behold, upon the same instant beauty breaks out, and love. So the passion in itself is compassion. The 'com' comes in exactly with the passion.

K: With passion, that's right.

A: Yes.
K:Itu benar.

A:Seseorang tidak perlu mengusahakan itu. Itu terjadi dengan wajar. Dan menakjubkan, pada saat yang bersamaan... keindahan menyeruak, dan cinta. Maka semangat (passion) dalam dirinya adalah (compassion) kasih sayang. Kata 'com' hadir secara tepat... dengan passion.

K:Dengan semangat, itu benar.

A:ya.
27:40 K: Now, sir, if you could, as a professor, or as a teacher, or as a parent, point this out, the impracticality of the way we are living, the destructiveness of it, the utter indifference to the earth. We are destroying everything we touch. And to point out a way of living in which there is no conflict. That, seems to me, is the function of the highest form of education. K:Sekarang, Tuan, jika berkenan, sebagai seorang professor, atau guru, atau sebagai orang tua, tunjukanlah ini, ketiada-gunaan cara kita hidup, kehancurannya, ketiada-pedulian yang luar biasa terhadap bumi. Kita menghancurkan semua yang kita sentuh. Dan untuk menunjukkannya... sebuah jalan hidup yang di dalamnya tiada konflik. Itu, nampak bagi saya, adalah fungsi... dari bentuk tertinggi dari pendidikan.
28:24 A: Yes, it has a requirement in it, though, that seems to me very clear, namely, the teacher himself must be without conflict. This is a very, very different point of departure from what occurs in our general educational structure, particularly in professional educational activities, where one gets a degree in professional education rather than in an academic subject as such. We are taught, for instance... and I am speaking about this somewhat as an outsider, because I don't have a degree in education, but in an academic subject as such, but I have observed in what goes on with my colleagues in education, that tremendous emphasis is placed on techniques of teaching.

K: Of course, of course.
A: Ya, tapi ada suatu kandungan persyaratan di dalamnya, yang... yang bagi saya sangat jelas, yakni, guru itu sendiri harus tanpa konflik. Hal ini sangat, sangat berbeda dari titik keberangkatan... dari apa yang ada dalam struktur pendidikan kita secara umum, terutama dalam kegiatan pendidikan profesional, di mana orang mendapatkan gelar dalam ilmu pendidikan... dari pada dalam subjek akademik tertentu. Kita diajar, sebagai contoh… dan saya berbicara mengenai hal ini agak sebagai orang luar, karena saya tidak memiliki gelar dalam pendidikan, tapi dalam sebuah subjek akademik, dalam arti sebenarnya, tapi saya mengamati apa yang berlangsung... dengan rekan-rekan saya dalam bidang pendidikan, bahwa ada penekanan yang luar biasa... ditempatkan dalam teknik mengajar.

K:Tentu, tentu.
29:20 A: And the question of the individual teacher as having undergone a transformation of the sort that you have been discussing is not a factor of radical concern. What is, of course, in an altruistic sense a matter of concern is that the teacher have the interests of the students at heart, and that sort of thing, which, of course, is laudable in itself, but it's after the fact, it's after the fact of this first transformation. A:Dan persoalan dari guru idividual... yang telah mengalami sebuah transformasi... dari jenis yang telah Anda bicarakan... tidak merupakan suatu faktor keprihatinan yang radikal. Yang tentunya, dalam arti altruistis... adalah suatu hal keprihatinan, bahwa guru mempunyai... rasa yang mendalam bagi kepentingan para siswa, dan hal-hal seperti itu, yang, tentu saja, adalah sesuatu yang terpuji, tapi itu terjadi setelah kenyataan, itu terwujud setelah transformasi pertama terjadi.
29:54 K: Yes, sir, but you see, first I must transform myself, so I can teach.

A: Precisely, precisely.
K:Ya, Tuan, tapi, pertama-tama saya harus mentransformasi diri saya, lalu saya dapat mengajar.

A:Persis, persis.
30:04 K: Wait, see that there is a little bit... something in it that is not quite accurate. That means I have to wait till I change. Why can't I change, if I am an educator, in the very act of teaching? The boys, the students, live in conflict. The educator lives in conflict. Now, if I was an educator with a lot of students, I would begin with that and say, 'I am in conflict, and you are in conflict, let us see in discussing, in becoming aware of our relationship, in teaching, if it is not possible for me and for you to dissolve this conflict'. Then it has action. But if I have to wait till I'm free of all conflict, I can wait till doomsday. K:Tunggu, lihat di situ ada sedikit…. sesuatu di dalamnya yang agak tidak tepat. Itu artinya saya harus menunggu sampai saya berubah, Mengapa saya tidak bisa berubah, jika saya seorang pendidik, selagi saya dalam tindakan sedang mendidik? Anak-anak, para siswa, hidup dalam konflik. Pendidik hidup dalam konflik. Sekarang, Jika saya seorang pendidik dengan sejumlah siswa yang besar, Saya akan mulai dengan itu dan berkata, 'Saya berada dalam konflik, dan Anda dalam konflik, mari kita lihat dalam mendiskusikannya, menjadi waspada akan hubungan kita, dalam mengajar, apakah tidak mungkin bagi saya dan Anda... untuk mengakhiri konflik ini'. Maka ada tindakan. Tapi jika saya harus menunggu sampai saya terbebas dari semua konflik, saya akan menunggu sampai kiamat.
31:10 A: I see now exactly what you are saying. What you are saying is literally this: the teacher, who is presently in conflict, simply just acknowledges this. Walks into the classroom...

K: That's right, sir.
A:Saya sekarang melihat dengan tepat apa yang Anda maksud. Yang Anda katakan secara harfiah adalah ini: guru yang saat sekarang dalam konflik, sepenuhnya mengakui ini. Melangkah masuk ruang kelas…

K:Itu benar, Tuan.
31:27 A: ...not as somebody who is free from conflict. :...bukan sebagai seseorang yang terbebas dari konflik.
31:31 K: That's right.

A: No, but he walks into the classroom - and here it is, we are facing it. And he looks at his students and he lays it out.
K:Itu benar.

A: Bukan, tapi dia masuk ke dalam kelas... - dan ini dia, kita sedang menghadapinya. Dan dia memandangi murid-muridnya dan menjabarkannya.
31:41 K: That's the first thing I would discuss, not the technical subjects. Because that's living. And then I discuss. And also, in the very teaching of a technical subject I would say, all right, let us see how we approach, you know? I can learn from that, so that both the student and the educator know their conflicts and are interested in dissolving the conflict, and therefore they are tremendously concerned. That produces an extraordinary relationship. Because I have watched it. I go to several schools in India and in England, and it takes place. K:Itu adalah hal pertama yang saya akan diskusikan, bukan hal-hal yang teknis. Karena itu hidup. Dan kemudian saya mendiskusikannya. Dan juga, dalam hal mengajar hal yang bersifat teknis... Saya katakan, baiklah, mari kita lihat bagaimana kita mendekatinya, Anda tahu? Saya dapat belajar dari itu, Sehingga baik murid maupun pengajar... mengetahui konflik mereka... dan tertarik dalam mengakhiri konflik, dan karenanya mereka akan sangat penuh perhatian. Itu menghasilkan sebuah hubungan yang luarbiasa. Karena saya telah mengamatinya. Saya pergi ke beberapa sekolah di India dan Inggris, dan itu terjadi.
32:31 A: In this taking place love breaks out. A:Saat ini terjadi cinta muncul.
32:36 K: Of course, of course. That is the very essence of it. Because I care, I feel responsible. K: Tentu saja, tentu saja. Itulah intisari nya. Karena saya peduli, saya merasa bertanggungjawab.
32:46 A: May I go into this just a little bit? One of the things that has concerned me in this series of our dialogues is that someone should have perhaps not seen as clearly as I think you have pointed out for me, that in our discussions of thought and of knowledge what we have been saying is that there is some dysfunction in thought and in knowledge, which relates to its own nature, the nature of thought, and the nature of knowledge, which could very well give the impression that thought is a disease or that knowledge is a disease, rather than giving the impression - as I have understood from you - that thought and knowledge have their proper uses. A:Bolehkan saya mendalami ini, sedikit? Salah satu hal yang menjadi perhatian saya... dalam rangkaian dialog kita ini... adalah seseorang mungkin tidak melihat sejelas... seperti yang saya pikir Anda telah menunjukkannya pada saya, bahwa dalam dialog kita tentang pikiran dan pengetahuan... apa yang telah kita katakan adalah... ada beberapa kegagalan dalam pikiran dan pengetahuan, yang terkait dengan sifat alaminya, Sifat dari pikiran dan sifat dari pengetahuan, yang boleh jadi memberi kesan... bahwa pikiran atau pengetahuan adalah suatu penyakit, alih-alih memberi kesan... - seperti yang saya pahami dari Anda - bahwa pikiran dan pengetahuan mempunyai kegunaannya yang tepat.
33:48 K: Of course. K: Tentu saja.
33:49 A: Their natures are not corrupt as such. A:Sifat mereka sebenarnya tidak korup.
33:52 K: Obviously not.

A: Exactly.
K:Tentu saja tidak.

A:Tepat.
33:53 K: It is the usage of it. Quite.

A: Right. Therefore it becomes of utmost importance, I think, in understanding what you are saying, to be aware of the corrective that we bring to bear, when together we examine the uses of thought and the uses of knowledge. While at the same time, not assuming that the principle of thought, the principle of knowledge is in its own nature corrupt.
K:Adalah penggunaannya. Tepat sekali.

A:Benar. Karenanya, itu menjadi hal yang sangat penting, saya pikir, dalam memahami apa yang Anda katakan, agar waspada akan perbaikan yang kita arahkan, ketika bersama-sama kita memeriksa kegunaan pikiran... dan kegunaan dari pengetahuan. Sementara pada saat bersamaan, tanpa berasumsi bahwa dasar dari pikiran, dasar dari pengetahuan bersifat korup.
34:22 K: No. Quite right.

A: So that in a classroom we could study a text, in which an assertion is made, a positive statement is made, without thinking that name and form are in themselves...
K: Tidak. Benar sekali.

A:Sehingga di ruang kelas... kita bisa mempelajari sebuah pelajaran, dalam mana pernyataan dibuat, suatu pernyataan positif dibuat, tanpa memikirkan nama dan bentuk dalam dirinya…
34:38 K: Corrupt.

A: ...corrupt.
K: Korup

A:…Korup.
34:39 K: Obviously not. A microphone is a microphone. There is nothing corrupt about it. K:Tentu saja tidak. Sebuah mikrofon adalah sebuah mikrofon. Tidak ada yang korup di situ.
34:45 A: Exactly, but, you know, the thing comes home to me with tremendous force, that one must begin in his relationship to his students with doing this. I must tell a little story on myself here. Years ago I went to hear a lecture of yours and I listened, I thought, very, very carefully. And, of course, one lecture is not in itself, perhaps at least for someone like me, it was not enough. Or another way to put it, perhaps more honestly would be, I was not enough at the time for the lecture, because it seems, as I recall it now, that the principles that we have been discussing you stated very, very clearly. I went away from that lecture with the impression that there was a very close relationship between what you are saying and Buddhism, and I was thinking about this whole label thing as scholars are wont to do - you know how we divide the world up into species. And in our series of conversations now I've come to see that I was profoundly mistaken. Profoundly mistaken. And I pinch myself to think, you know, I might have gone on thinking what I thought before, which had nothing to do with anything that you were concerned in. It is a revelation to face it that one doesn't have to have a credential to start with, before he walks into the room. He just has to start looking at the very thing that he believes is going to bring him into a hostile relationship with his class in order... because we believe that there are things that we must avoid talking about, because they create dissension, disruption and put us off. And therefore let's not talk about conflict. Or if we are going to talk about it, let's talk about it in terms of our being the ones who have the light over against these others who don't, and we have to take the good news to them. A:Persis, tapi, Anda tahu, hal tersebut datang kepada saya dengan kekuatan hebat, bahwa seseorang harus mulai... dalam hubungannya dengan para siswanya dengan melakukan ini. Saya harus menyampaikan di sini se- buah cerita pendek tentang diri saya. Beberapa tahun lalu saya menghadiri ceramah Anda... dan saya mendengarkan, kupikir, sangat, sangat hati-hati. Dan, tentu saja, sebuah ceramah tidaklah memadai, mungkin, paling tidak untuk seseorang seperti saya, itu tidak cukup. Atau dengan kata lain, mungkin dengan lebih jujur, saya tidak memadai pada saat ceramah itu, karena agaknya, seperti saya mengingatnya sekarang, bahwa prinsip-prinsip yang telah kita diskusikan... Anda menyatakannya dengan sangat, sangat jelas. Saya meninggalkan ceramah itu dengan kesan... bahwa ada hubungan yang amat erat... antara yang Anda katakan dengan Budhisme, dan saya memikirkan tentang seluruh masalah label... seperti para orang terpelajar biasa melakukannya... - Anda tahu bagaimana kita membagi dunia menjadi aneka-ragam. Dan dalam rangkaian pembicaraan kita sekarang... saya melihat bahwa saya telah salah besar. Salah besar. Dan saya mencubit diri saya untuk berpikir, Anda tahu, saya mungkin saja masih terjebak dengan yang saya pikirkan sebelumnya, yang tidak ada kaitannya dengan apa pun... dengan apa yang melibatkan Anda. Adalah sebuah pembuka kesadaran untuk menghadapinya bahwa... bahwa seseorang tidak harus memiliki suatu kualifikasi terlebih dahulu, sebelum seseorang berjalan masuk ke dalam ruangan. Dia hanya harus mulai melihat saja... pada kemungkinan yang dia percayai... akan membawanya... ke hubungan yang berseteru dengan kelasnya... agar...karena kita percaya... bahwa ada hal-hal yang harus kita hindari untuk membicarakannya, karena itu menciptakan perselisihan, gangguan dan menghambat kita. Dan karenanya mari kita tidak membicarakan konflik. Atau, kalau kita akan membicarakannya, mari kita membicarakannya dalam kaitan dengan... kita sebagai orang yang memiliki pencerahan... berhadapan orang lain yang tidak memilikinya, dan kita harus membawa kabar baik kepada mereka.
37:22 K: It's like a guru. K:Itu seperti seorang guru.
37:24 A: Right, but simply to come into the room and say, let's have a look without any presuppositions, without my thinking that I have this in hand and you don't, or you have it and I don't. We're going to just hold it together. A:Benar, tapi begitu saja masuk ke ruangan dan berkata, marilah kita selidiki tanpa prasangka, tanpa pikiran bahwa saya memiliki ini dan Anda tidak, atau Anda memilikinya dan saya tidak. Kita akan melakukannya bersama sama.
37:42 K: Right, sir. Share together. K:Benar Tuan. Berbagi bersama-sama.
37:44 A: Share it together, and behold... Am I following you?

K: Perfectly.
A:Membaginya bersama-sama, dan mengamati... Apakah saya mengikuti Anda?

K:Sempurna.
37:50 A: Oh, that's wonderful. I'm going to do this, after our conversation comes to an end, I will walk into that room. Do go on. A:Oh, itu sangat bagus. Saya akan melakukan ini, setelah pembicarakan kita berakhir, Saya akan berjalan ke dalam ruangan itu. Silahkan lanjutkan.
38:12 K: So sir, the energy that is created through conflict is destructive. The energy that is created through conflict, struggle, battle produces violence, hysteria, neurotic actions, and so on. Whereas the action of perception is total, non-fragmentary, and therefore it is healthy, sane and brings about such intense care and responsibility. Now, that is the way to live: seeing-acting, seeing-acting all the time. I cannot see, if there is an observer different from the observed. The observer is the observed. K:Jadi Tuan, energi yang dihasilkan dari konflik... sifatnya menghancurkan. Energi yang dihasilkan melalui... konflik, pergulatan, pertempuran... menghasilkan kekerasan, ketakutan, kegilaan, dan seterusnya.. Sedangkan tindakan dari persepsi... adalah utuh, tidak terfragmentasi, dan karenanya sehat, waras... dan membawa kepedulian mendalam dan tanggung jawab. Sekarang, itulah cara hidup: melihat-bertindak, melihat-bertindak, selalu. Saya tidak melihat, jika ada pengamat berbeda dari yang diamati. Pengamat adalah yang diamati.
39:17 A: This does a very marvellous thing to what we call our confrontation with death.

K: We'll come to that, yes.
A:Ini membawa sesuatu yang sangat luarbiasa pada apa yang kita sebut... konfrontasi kita dengan kematian.

K:Kita akan sampai di situ, ya.
39:25 A: Yes, I see I have made a... A:Ya, saya melihat saya telah membuat suatu…
39:27 K: ...jump. No, no, sir, that's right. So you see, our whole content of consciousness is the battle, is the battleground, and this battle we call living. And in that battle, how can love exist? If I am hitting you, if I am competing with you, if I am trying to go beyond you, successful, ruthless, where does the flame of love, or compassion, tenderness, gentleness come into all that? It doesn't. And that's why our society as it is now has no sense of moral responsibility with regard to action or with regard to love. It doesn't exist. K:...lompatan. Tidak, tidak, Tuan, itu benar. Jadi, seluruh isi dari kesadaran kita adalah pertempuran, sebuah medan perang, dan pertempuran ini kita sebut kehidupan. Dan dalam pertempuran itu, bagaimana mungkin cinta ada? Jika saya memukul Anda, Jika saya berkompetisi dengan Anda, jika saya berusaha melampaui Anda, berhasil, kejam, di mana kobaran cinta atau kasih sayang, kelembutan, kelemah lembutan masuk ke dalam itu semua? Tentu tidak. Itulah mengapa masyarakat kita seper- ti saat ini tidak punya kepekaan... tanggung jawab moral... dalam hal tindakan atau cinta. Itu tidak ada.
40:35 A: I'm going back into the context of my own experience, in the classroom again. It has always seemed to me that the first stanza of the Gita, the first stanza, the first chapter of the Gita, which begins: dharmaksettre Kuruksettre - in the field of Dharma, in the Kuru field - that 'in the Kuru field' is a statement in apposition and that the field is one. I have walked into class when we started to do the Gita, and I've tried to show both linguistically, as it seemed to me was capable from the text, and in terms of the spirit of the whole, that this was really what was being said, that it's one field, it's not two fields, though we have one army over here, and the other over here, but they don't occupy two fields. Somehow it is one field.

K: It is our earth.
A:Saya kembali dalam konteks pengalaman pribadi saya, di ruang kelas lagi. Senantiasa agaknya bagi saya, bahwa... bait pertama dari Gita, bait pertama, bab pertama dari Gita, yang dimulai: dharmaksettre Kuruksettre - dalam bidang Dharma, Dalam bidang Kuru - bahwa 'dalam bidang Kuru'... ada pernyataan dalam keterangan tambahan, dan bahwa bidang itu satu. Saya berjalan ke dalam kelas ketika akan memulai Gita, dan saya mencoba untuk menunjukkan baik secara bahasa, seperti nampaknya bagi saya, bisa dari naskah, dan dalam hal semangat dari keseluruhannya, bahwa ini sesungguhnya adalah apa yang dikatakan, bahwa ini adalah satu area, bukan dua area, meskipun kita punya satu pasukan di sini dan yang lainnya di sana, namun keduanya tidak menempati dua area. Entah bagaimana itu adalah satu area.

K:Ini adalah bumi kita.
41:36 A: Right. It's the whole.

K: Yes, sir.
A: Benar. Itu utuh.

K:Ya, Tuan.
41:40 A: But, you see, I think I would have done better now that I've listened to you, if I had gone into class and instead of making that statement, and inviting them to look carefully at the text, and to bear that in mind as we proceed through the teaching, and watch for any misinterpretations of that that will have occurred in commentary after commentary, it would have been better if I had started the other way. It would have been better, if I had started by saying, let's have a look and see together whether it is one field or whether it's a field with conflict. We are not going to read the book at all at this point, we are just going to start here. This is the field. The classroom is the field. Now, let's take a look. That would have been the better way. A: Tapi, saya pikir saya dapat melakukannya dengan lebih baik... karena sekarang saya telah mendengar Anda, jika saya memasuki kelas... dan daripada membuat pernyataan itu, dan mengajak mereka melihat dengan saksama ke dalam naskah, dan mengingat serta mempertimbangkannya... selagi kita melanjutkan ajarannya, dan memperhatikan interpretasi apa pun yang salah... yang akan timbul dalam tafsir-tafsir, akan menjadi lebih baik jika saya memulainya dengan cara berbeda. Akan menjadi lebih baik jika saya memulainya dengan berkata, mari kita tengok dan melihat bersama apakah itu satu kesatuan... atau apakah itu suatu area dengan konflik. Kita sama sekali tidak akan membaca buku itu pada titik ini, kita hanya akan memulainya di sini. Inilah areanya. Ruang kelas ini areanya. Mari kita perhatikan. Itu akan menjadi cara yang lebih baik.
42:38 K: If you have understood that, sir, the classroom is the field, and if you understand that, you have understood the whole thing. K:Jika Anda sudah memahaminya, Tuan, ruang kelas adalah areanya, dan jika Anda memahaminya, Anda sudah memahami keseluruhannya.
42:45 A: Exactly. But I went in with the notion that, though I had grasped that, so I thought it was enough simply to show that verbally. But it's patently not. And this is terrifying. Because even though if you say in the classroom what ostensibly passes for what we call the right thing, it still will not prevail in terms of this act that we've been talking about.

K: Act. Quite right. Can we go, sir, from there. We've discussed life, living, in which love does not exist at all. Love can only exist when the perceiver is the perceived and acts, as we said. Then that flame, that compassion, that sense of holding the earth in your arms as it were, if that is understood, and from that - behaviour, because that is the foundation; if there is no behaviour, in the sense of non-conflicting behaviour, then after establishing that in ourselves or in observing it, we can proceed next to the question of death. Because the question of death is an immense thing. To me living, love, and death are not separate. They are one movement. It isn't death over there, which I am going to meet in twenty years or the next day. It is there. It is there with love and with living. It is a continuous movement, non-divisive. This is the way I live, think, feel. That's my life. I mean this. These are not just words to me. So, before we enter into the question of death we have to go into the question of what is consciousness? Because if one doesn't understand what is consciousness, not the explanation, not the description, not the word, but the reality of consciousness. Am I, as a human, ever conscious? And what is to be conscious? What is it to be aware? Am I aware totally, or just occasionally I am aware when a crisis arises, otherwise I am dormant. So that's why it becomes very important to find out what is consciousness. Right, sir?

A: Yes. What you have just said seems to me to indicate that we are making a distinction between consciousness, which is a continuing movement, utterly situated in act as over against these blips, these eruptions virtually, within the sleepy course of nature.
A:Persis. Tapi saya masuk dengan gagasan, meskipun saya sudah menangkapnya, jadi saya berpikir, adalah cukup untuk sekedar menunjukannnya secara verbal. Tapi kenyataannya jelas tidak. Dan ini menakutkan. Karena meskipun jika Anda mengatakannya di ruang kelas... apa yang kelihatannya lulus sebagai sesuatu yang kita sebut benar, itu tetap tidak akan bertahan dalam kaitan dengan tindakan ini, yang telah kita bicarakan.

K:Tindakan. Tepat sekali. Dapatkah kita teruskan, Tuan, dari sana. kita telah mendiskusikan kehidupan, hidup, dalam mana cinta tidak ada sama sekali. Cinta hanya akan ada... ketika yang mempersepsikan adalah yang dipersepsi dan bertindak, seperti telah kita katakan. Lalu kobaran itu, kasih sayang itu, perasaan seakan-akan memeluk bumi, jika itu sudah dipahami, dan dari situ - perilaku, karena itu adalah fondasinya, jika tidak ada perilaku, dalam arti perilaku tanpa konflik, dan setelah menegakkan itu dalam diri kita... atau dalam mengamati itu, kita dapat melanjutkan ke persoalan tentang kematian. Karena persoalan kematian adalah sesuatu yang amat besar. Bagi saya hidup, cinta, dan kematian tidak terpisah. Mereka satu gerakan. Bukannya kematian ada di sana, yang akan saya temui dalam duapuluh tahun atau esok. Itu ada di situ. Itu ada di situ bersamaan dengan cinta dan kehidupan. Itu adalah suatu gerak berkelanjutan, tidak terpisah. Inilah jalan kehidupan saya, ber- pikir, merasakan. Itulah hidup saja. Saya sungguh-sungguh. Itu bukan hanya sekedar kata-kata bagi saya. Jadi, sebelum kita masuk dalam persoalan kematian... kita harus masuk ke dalam pertanyaan apakah kesadaran? Karena jika orang tidak paham apa kesadaran itu, bukan berupa penjelasan, bukan berupa penggambaran, bukan kata-kata, tapi realitas dari kesadaran. Apakah saya, sebagai seorang manusia, pernah sadar? Dan apakah berkesadaran itu? Apakah keadaan waspada itu? Apakah saya sepenuhnya, atau hanya kadang-kadang waspada... ketika timbul krisis, bila tidak saya tidak aktif. Sehingga menjadi sangat penting... untuk mencari tahu kesadaran itu apa. Benar, Tuan?

A:Ya. Apa yang Anda baru katakan bagi saya mengindikasikan, bahwa... kita membuat pembedaan antara kesadaran, yang merupakan gerak tak terputus, seluruhnya berada dalam tindakan, berbeda dengan sekedar percikan, erupsi mana sebenarnya... berada dalam perjalanan alam yang tenang.
47:11 K: That's right.

A: Yes. I see that. Yes, yes. Please go ahead.
K:Itu benar.

A:Ya Saya paham itu. Ya, ya. Silahkan lanjutkan.
47:15 K: So, what is consciousness? Consciousness is its content. - I am putting it very simply. I prefer to talk about these things very simply, not elaborate, linguistic descriptions and theories, and suppositions, and all the rest of it. That has no meaning to me personally. K:Jadi, apakah yang disebut kesadaran? Kesadaran adalah isinya. - Saya mengutarakannya dengan sangat sederhana. Saya lebih suka membicarakan hal- hal ini dengan sangat sederhana, bukan mengelaborasi, penggambaran bahasa dan teori-teori, dan anggapan-anggapan, dan seterusnya. itu tidak ada artinya bagi saya pribadi.
47:40 A: If it is true, it will be simple.

K: Simple.
A:Jika itu benar, itu akan sederhana.

K:Sederhana.
47:43 A: Yes, of course. A:Ya, tentu saja.
47:46 K: Consciousness is its content. The content is consciousness. The two are not separate. That is, the thoughts, the anxieties, the identifications, the conflicts, the attachments, detachments, the fears, the pleasures, the agony, the suffering, the beliefs, the neurotic actions - all that is my consciousness. Because that is the content. K:Kesadaran adalah isinya. Isinya adalah kesadaran. Dua hal itu tidak terpisah, yakni, pikiran, kecemasan, identifikasi, konflik, kemelekatan, pelepasan, ketakutan, kesenangan, penderitaan yang dalam, penderitaan, kepercayaan, tindakan neurotik - semua itu adalah kesadaran saya. Karena itu adalah isinya.
48:27 A: This is an equivalent statement to 'The world is me and I am the world'. So there's a continuity there.

K: Yes, that's right. So, the content which says: that is my furniture, that's my God, that's my belief, - with all its nuances and subtleties - is part of my consciousness, is part of the consciousness which says: I am. I am that, I am the furniture. When I identify myself saying: that's my furniture, I must keep it - you follow? - when I am attached to it, I am that. I am that knowledge, which says, I have acquired knowledge, I have grown in it, I have been successful in it, it has given me great comfort, it has given me a house, a position, power. That house is me. The battle which I have been through - suffering, agony - that's me, that's my consciousness. So consciousness is its content, therefore there is no division as consciousness separate from its content. I can extend or widen the consciousness, horizontally or vertically, but it is still within that field. I can extend it saying, God is immense. That's my belief. And I've extended my consciousness by imagining that it is extended. Whatever thought has created in the world and inside me is the content. The whole world, especially in the West, is based on thought. Its activities, its explorations, its achievements, its religions, and so on, is fundamentally the result of thought with its images, and so on, so on, so on. So that is the content of consciousness. Right?

A: Right.
A:Ini adalah pernyataan yang sama dengan... 'Dunia adalah saya dan saya adalah dunia'. Jadi di situ ada suatu kontinuitas.

K:Ya, itu benar. Jadi, isi kesadaran yang berkata: itu adalah perabot saya, itu adalah Tuhan saya, itu adalah kepercayaan saya, - dengan semua nuansa dan kehalusannya - adalah bagian dari kesadaran saya, adalah bagian dari kesadaran yang berkata: Saya. Saya adalah itu, saya adalah perabot. Ketika saya mengidentifikasi diri, berkata: itu adalah perabot saya, saya harus mempertahankannya, - Anda mengikuti? - ketika saya melekat padanya, saya adalah itu. Saya adalah pengetahuan itu, yang berkata, saya telah mendapatkannya, saya tumbuh di dalamnya, saya telah berhasil di dalamnya, itu telah memberi saya kenyamanan yang luar biasa, itu telah memberi saya sebuah rumah, sebuah posisi, kekuasaan. Rumah itu adalah saya. Pertempuran yang telah saya lewati... - penderitaan, penderitaan yang mendalam - itulah saya, itu adalah kesadaran saya. Jadi kesadaran adalah isinya, karenanya tidak ada pemisahan... sebagai kesadaran terpisah dari isinya. Saya dapat menambah atau memperluas kesadaran , secara horizontal atau vertical, tapi itu masih tetap dalam ruang yang sama. Saya dapat memperluasnya dengan berkata, Tuhan adalah Agung. Itu kepercayaan saya. Dan saya telah memperluas kesadaran saya dengan... dengan membayangkan bahwa itu telah diperluas. Apapun pikiran telah ciptakan di dunia... dan itu adalah isinya di dalam diri saya. Seluruh dunia, khususnya di Dunia Barat, berlandaskan pikiran. Semua kegiatannya, eksplorasinya, pencapaiannya, agamanya, dan seterusnya, secara mendasar merupakah hasil dari pikiran... dengan citra-citranya, dan seterusnya, dan seterusnya. Sehingga itulah isi dari kesadaran. Betul?

A:Benar.
51:16 K: Now, from that arises, what is death? Is death the ending of consciousness - with its content - or is death a continuity of that consciousness? Your consciousness is not different from mine. It may have little variations, little modifications, little more expansion, little contraction, and so on, but essentially consciousness is yours as well as mine, because I am attached to my house, so are you. I am attached to my knowledge, I am attached to my family, I am in despair whether I live in India, or in England, or in America, wherever it is. So that consciousness is common. It is irrefutable. You follow, sir?

A: Oh, yes. I do follow closely.
K:Sekarang, dari situ timbul, apakah kematian? Apakah kematian merupakan pengakhiran dari kesadaran... - dengan isinya - atau kematian adalah sebuah keberlanjutan dari kesadaran itu? Kesadaran Anda tidak berbeda dengan kesadaran saya. Itu mungkin memiliki sedikit variasi, sedikit modifikasi, sedikit lebih luas, sedikit lebih ciut, dan seterusnya, tapi intinya, kesadaran adalah milik Anda seperti halnya milik saya, karena saya melekat pada rumah saya, demikian juga Anda. Saya melekat pada pengetahuan saya, saya melekat pada keluarga saya, saya dalam keadaan putus asa baik saya tinggal di India, atau di Inggris atau di Amerika, di mana pun itu. Dengan demikian, kesadaran itu sesuatu yang umum. Itu tidak terbantahkan. Anda mengikutinya, Tuan?

A:Oh, ya. Saya seksama mengikutinya.
52:27 K: So, see what happens. I never have examined this content. I have never looked at it closely and I am frightened, frightened of something which I call death, the unknown. Let us call it for the moment the unknown. So, I'm frightened. There is no answer to it. Somebody comes along and says, yes, my friend, there is life after death. I have proof for it. I know it exists because I have met my brother, my son - we will go into that presently. So I, frightened, anxious, fearful, diseased - you follow? - I accept that tremendously, instantly say, yes, there is reincarnation. I am going to be born next life. And that life is related to karma. The word 'karma' means to act.

A: Yes.
K:Jadi, lihat apa yang terjadi. Saya tidak pernah memeriksa isinya. Saya tidak pernah melihat itu secara dekat dan saya ketakutan, takut akan sesuatu yang saya sebut kematian, sesuatu yang tidak dikenal. Marilah kita sebut itu untuk sementara, sesuatu yang tak dikenal. Jadi, saya takut. Tidak ada jawaban untuk itu. Seseorang mendekati dan berkata, ya, kawanku, ada kehidupan setelah kematian. Saya punya buktinya. Saya tahu itu ada karena saya telah bertemu saudara saya, putra saya... - kita akan masuk ke situ sebentar lagi. Jadi saya, takut, cemas, ketar ketir, sakit... - Anda mengikuti? - saya menerimanya dengan luar biasa, langsung bilang, ya, ada reinkarnasi. Saya akan lahir di kehidupan berikutnya. Dan kehidupan itu terkait dengan karma. Kata 'karma' berarti bertindak.

A:Ya.
53:47 K: Not all the rigmarole involved in it, just to act. See what is involved. That is, if I believe in reincarnation, that is, this consciousness with its content, which is the 'me' - my ego, my self, my activities, my hopes, pleasures, all that is my consciousness - that consciousness is going to be born next life, which is the common consciousness of you and me, and him, and her. That's going to be born next life. And they say, if you behave properly now, you'll be rewarded next life. That's part of the causation. K:Bukan semua omong kosong yang terkait di dalamnya, hanya bertindak. Lihat apa yang terlibat, yakni, Jika saya percaya reinkarnasi, itu adalah, kesadaran ini... dengan isinya, yang adalah si 'aku' - ego saya, diri saya, kegiatan saya, harapan, kesenangan saya, semua itu adalah kesadaran saya - kesadaran itu yang akan lahir di kehidupan berikut, yang adalah kesadaran bersama Anda dan saya, dan dia. Itu yang akan lahir di kehidupan berikut. Dan mereka berkata, jika Anda bersikap baik sekarang, Anda akan diberi pahala di kehidupan berikut. Itu adalah bagian dari sebab akibat.
54:40 A: That's part of the content of consciousness. A:Itu adalah bagian dari isi kesadaran.
54:42 K: Causation and the effect.

A: Yes.
K: Sebab dan akibat.

A: Ya.
54:46 K: So behave, because you are going to be punished next life. You will be rewarded next life. The whole of the Eastern world is based on it, believes in reincarnation. So what happens? I have taken comfort in a belief, but actually I don't carry it out: which says, behave now, be good now, don't hurt another now. K: Jadi bersikaplah dengan baik, karena Anda akan dihukum di kehidupan berikut. Anda akan diberi pahala di kehidupan berikut. Seluruh Dunia Timur berlandaskan hal ini, percaya akan reinkarnasi. Lalu apa yang terjadi? Saya merasa nyaman dalam sebuah kepercayaan, tapi nyatanya saya tidak melaksanakannya: yang berkata, bersikap baiklah sekarang, menjadi baiklah sekarang, jangan melukai orang lain sekarang.
55:24 A: Actually the idea is that I should behave now, - we've been through this 'ought' stuff - I should this, I should that, I should the other because of what will take place later. But then I take comfort in the thought that it's an endless process, and it's somehow built into it that I'll get another chance. So I can sort of stall, I can stall. A:Sesungguhnya idenya adalah bahwa saya harus bersikap baik sekarang, - kita sudah melintasi hal 'keharusan' - Saya harus begini, saya harus begitu, Saya harus melakukan yang lainnya, sebab apa yang akan terjadi nantinya. Tapi kemudian saya mengambil kenyamanan dengan berpikir... bahwa ini adalah suatu proses yang tiada akhirnya, dan entah bagaimana, terpasang di dalamnya... bahwa saya akan dapat kesempatan lain. Jadi sampai batas tertentu saya dapat mengelak, saya dapat mengelak.
55:50 K: I can stall. I can postpone, I can misbehave. K:Saya dapat mengelak. Saya dapat me- nunda, saya dapat bersikap tak baik.
55:53 A: Yes. Because we are all destined to make it in the end. A:Ya. Karena kita ditakdirkan untuk berhasil pada akhirnya.
55:57 K: Eventually. K:Akhirnya.
55:59 A: Yes. Which shows that there's no grasp of what throughout these conversations you've been talking about, the immediacy and urgency of act.

K: Act. That's right.
A:Ya. Yang menunjukkan bahwa tidak ada pemahaman akan... apa yang Anda bicarakan sepanjang perbincangan ini, kesegeraan dan mendesaknya tindakan.

K: Bertindak. Itu benar.
56:09 A: Yes, yes, I follow.

K: So, you see, the Hindus probably were the originators of this idea: cause, effect. The effect will be modified by next causation. So there is this endless chain. And they say, it's endless, we'll break it sometime. Therefore doesn't matter what you do now. Belief gives you great comfort in believing that you will continue, you will be with your brother, wife, husband, whatever it is. But in the meantime don't bother too seriously, don't take life too seriously.

A: Exactly, yes, yes.
A: Ya, ya, Saya mengikuti.

K: Jadi, Anda lihat, pada awalnya, mungkin orang Hindu yang memulai ide ini: sebab, akibat. Akibat akan dimodifikasi oleh sebab akibat berikutnya. Maka ada mata rantai tanpa akhir ini. Dan mereka berkata, itu tanpa akhir, kita akan memutusnya suatu saat. Maka tidak penting apa yang Anda lakukan sekarang. Kepercayaan memberi Anda kenyamanan dalam meyakini... bahwa Anda akan melanjutkan, Anda akan bersama... saudara Anda, istri, suami, apa pun itu. Tapi sementara ini jangan terlalu serius mengkhawatirkannya, jangan anggap hidup terlalu serius.

A: Persis, ya, ya.
57:01 K: Have a good time, in fact. Enjoy yourself. Or do whatever you want to do, pay a little next life, but carry on. K: Bersenang-senanglah. Nikmatilah. Atau kerjakan apa pun yang Anda ingin kerjakan, taruh perhatian sedikit pada kehi- dupan berikutnya, tapi lanjutkanlah.
57:09 A: I was speaking to a well-known Hindu teacher about this and I made this very remark that you have just stated, and I thought it would have some force. And I said, you see, there's no hope of stopping repeating, if an act is not made immediately with respect to this, therefore in terms of the content of the consciousness of a whole people that bask in this notion, there can be nothing but an endless repetition and no true concern. A:Saya berbicara dengan seorang guru Hindu yang terkenal tentang ini... dan membuat pernyataan persis sama seperti yang baru saja Anda katakan, dan saya pikir itu mempunyai sebuah tenaga tertentu. Dan saya berkata, lihat, tidak ada harapan dari penghentian pengulangan, jika tindakan tidak segera dilakukan terkait hal ini, karena dalam hal isi dari kesadaran... dari semua orang yang bersantai dalam gagasan ini, tidak akan ada apa-apa kecuali hanya pengulangan tanpa akhir... dan tidak ada kepedulian yang sungguh-sungguh.
57:45 K: What did he say?

A: All he did was laugh, as though I had somehow perceived something which most people apparently are not really bothering their heads to look at. But the extraordinary thing to me was that he showed no concern for what he discerned intellectually.
K:Apa yang dia katakan?

A:Yang dia lakukan hanya tertawa, sepertinya saya entah bagaimana menangkap sesuatu... yang sebagian besar orang tampaknya tidak sungguh-sungguh... peduli untuk melihatnya. Tapi hal yang luar biasa untuk saya adalah... bahwa dia tidak menunjukkan kepedulian... untuk apa yang dia lihat secara intelektual.
58:07 K: Sir, that's what they are, hypocrites - you follow, sir? They are hypocrites, when they believe that and do something quite contrary. K:Tuan, itulah mereka, munafik - Anda mengikuti, Tuan? Mereka munafik, ketika mereka percaya itu... dan melakukan hal yang amat bertolak belakang.
58:16 A: Precisely, I understand what you mean. What you are saying, there is the usage of the Biblical notion of hypocrite in that strict sense. A: Persis, Saya mengerti maksud Anda. Apa yang Anda katakan, ada penggunaan... dari gagasan Injil perihal kemunafikan dalam arti sempit.
58:24 K: Sir, in the strict sense, of course.

A: Yes, in the very strict sense. In our next conversation could we continue with this, because...
K: Tuan, dalam arti sempit… tentu saja.

A:Ya, dalam arti yang sangat sempit. Dalam dialog kita berikutnya dapatkah kita melanjutkan hal ini, karena…..
58:32 K: Oh, there is a great deal involved in this. K:Oh, ada banyak hal terkait di sini.
58:33 A: Splendid. I do look forward to that. A:Bagus sekali. Saya menantikan itu.
58:36 K: Yes. We'll go into it. K: Ya. Akan kita dalaminya.